Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan, tahun ini pemerintah membutuhkan pinjaman untuk pembiayaan RAPBN Perubahan 2013 sebesar Rp 390 triliun. "Defisit kita memang tinggi," ujarnya kemarin (4/5).
Menurut Mahendra, meski rencana kenaikan harga BBM direalisasikan, kebutuhan subsidi BBM masih naik dari Rp 193,8 triliun menjadi Rp 209,9 triliun. Dengan begitu, total subsidi energi yakni BBM dan listrik menjadi Rp 358,2 triliun. "Jadi kalau harga BBM tidak naik, beban subsidinya tambah besar," katanya.
Dari segi kemampuan fiskal, lanjut dia, Indonesia masih dapat membayar utang secara berkelanjutan. Namun, besarnya beban subsidi membuat utang harus dialokasikan untuk sektor yang tidak produktif, yakni subsidi. "Utang boleh saja, tapi alokasinya harus untuk kegiatan produktif seperti pembiayaan proyek infrastruktur," ucapnya.
Hingga Mei 2013, jumlah utang pemerintah sudah tembus Rp 2.023,72 triliun. Jumlah itu naik dibandingkan posisi akhir 2012 yang sebesar Rp 1.975,42 triliun. Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta menyebut, dari Rp 390 triliun utang baru tersebut, Rp 341,7 triliun akan dilakukakan dengan menerbitkan surat utang (obligasi). "Lalu Rp 49 triliun lainnya dari utang luar negeri," ujarnya.
Dengan utang tersebut, berarti 22,6 persen belanja dalam APBN Perubahan 2013 yang sebesar Rp 1.722 triliun akan dibiayai dengan utang. Dengan angka tersebut, kewajiban pembayaran bunga utang dengan asumsi bunga 5 persen per tahun bakal mencapai Rp 17,5 triliun.
Di tempat terpisah, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan tahun ini Indonesia belum mampu keluar dari tekanan defisit neraca perdagangan bila harga BBM tidak segera dinaikkan. Jika harga BBM tidak naik, dia memperkirakan pada akhir tahun defisit neraca perdagangan bisa USD 3 miliar (sekitar Rp 29,4 triliun).
"Kalau kondisinya masih seperti saat ini, hingga akhir tahun Indonesia akan terus defisit. Penyebabnya, nilai impor migas yang semakin membengkak," kata Gita di kantornya kemarin.
Tahun lalu defisit neraca perdagangan tercatat USD 1,56 miliar. Rinciannya, defisit migas USD 5,6 miliar dan surplus nonmigas USD 4,41 miliar. Sedangkan periode Januari hingga April 2013 tercatat defisit USD 1,85 miliar.
Selain impor migas membengkak, Gita menyebutkan beberapa indikator yang menyebabkan defisit neraca perdagangan. Salah satunya tren perekonomian global yang masih melemah. Pelemahan tersebut berdampak langsung terhadap kinerja ekspor.
"Eropa masih ada guncangan, sedangkan AS tumbuh tipis tiga persen. Tiongkok juga masih mengalami perlambatan, bahkan target pertumbuhan Tiongkok diturunkan dari 7,5 persen menjadi 7 persen," katanya.
Kendati defisit, yang masih melegakan Gita yakni neraca perdagangan nonmigas menunjukkan surplus. Selama periode Januari hingga April, eskpor nonmigas menunjukkan pertumbuhan signifikan.
Beberapa komoditas yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekspor nonmigas yakni karet, sawit, batu bara, produk kimia, kertas, dan barang-barang rajutan. Kendati demikian, Gita mengaku saat ini sedang berhati-hati terhadap impor barang modal yang terus naik.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, sepuluh tujuan ekspor terbesar yakni Tiongkok (USD 6,8 miliar), Jepang (USD 5,4 miliar), India (USD 5 miliar), Singapura (USD 4,4 miliar), dan Amerika Serikat (USD 3,8 miliar). Kemudian Korea Selatan (USD 2,5 miliar), Thailand (USD 1,8 miliar), Filipina (1,3 miliar), dan Taiwan (USD 1,3 miliar). Sepuluh negara itu berkontribusi 69,3 persen dari total ekspor non-migas. (owi/uma/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sejak Januari, Kunjungan Wisman ke Indonesia Meningkat
Redaktur : Tim Redaksi