jpnn.com, JAKARTA - Jubir PSI Bidang Ekonomi dan Bisnis Rizal Calvary Marimbo menilai banyak masyarakat yang masih salah kaprah soal utang pemerintah. Kondisi ini dimanfaatkan pihak-pihak yang ingin menyerang Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dikatakannya, dalam dunia bisnis utang adalah hal biasa. Bahkan adalah keniscayaan yang tak bisa dihindari.
BACA JUGA: Kecewa Dukung Jokowi, Siapkan Kaos Tagar 2019GantiPresiden
"Tolong carikan pengusaha sukses di muka planet bumi ini yang tidak berhutang diawalnya. Dan carikan juga negara besar dan kaya raya serta sejahtera yang tidak punya utang diawalnya," ujar Rizal dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi JPNN, Selasa (10/4).
Utang adalah cara paling efisien untuk menutupi kekurangan modal usaha. Dengan utang, pengusaha bisa melakukan terobosan yang memungkinkan terjadinya lompatan besar dari sisi aset dan kekayaan serta kesejahteraan. Demikian juga dalam mengelola negara.
BACA JUGA: Jokowi Ajak Ulama Ikut Mendinginkan Suasana Saat Pilkada
Rizal mengatakan, pembangunan infrastruktur Indonesia periode 2014-2019 butuh Rp 5.000 triliun. Kebutuhan dana tersebut tidak hanya cukup dipenuhi dari APBN.
"Suka tidak suka, kita harus ngutang untuk menambal anggaran. Kecuali kita tidak ingin membangun. Papua tetap ketinggalan. Jalan trans Kalimantan tidak usah dibuat. Aceh dibiarkan terlantar. Perbatasan NTT dan Entikong dibiarkan kumuh dan penuh penyamun. Biaya logistik melonjak. Inflasi selangit," beber dia.
BACA JUGA: Fadli Zon: Jelaskan, Itu Dana Presiden atau dari Mana
Yang terpenting, lanjut dia, ekonomi nasional mampu menopang beban utang tersebut. Patokannya adalah rasio antara produk domestik bruto (PDB) dengan besaran utang.
Rizal mencontohkan, pada era Orde Baru utang pemerintah hanya Rp 551,4 triliun. Namun, rasionya mencapai 57,7 persen dari PDB.
"Walau dilihat dari kaca mata saat ini utang warisan Orde Baru sangat kecil, tapi utang sekecil itu sudah cukup merontokan perekonomian nasional pada 1998," tutur dia.
Sementara di era Jokowi, meski utang pemerintah sudah mencapai Rp4.849 triliun, rasio dengan PDB-nya kecil. Hanya, 27 persen.
Rasio itu, tambah Rizal, sangat jauh dari batas maksimal yang ditetapkan undang-undang. "Batas aman rasio utang atas PDB sesuai Undang-Undang adalah sebesar 60% dari PDB," terangya.
Selain kemampuan menopang beban, pemanfaatan utang juga penting. Selama risiko rendah dan tujuannya untuk hal produktif, maka utang adalah pilihan yang paling efisien.
Pada era Jokowi, utang digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur serta program-program produktif lainnya. Mulai dari jalan, bendungan, pelabuhan, bandara, hingga pembangkit listrik. Semuanya bermanfaat bagi masyarakat dan perekonomian nasional.
Rizal meyakini Jokowi dan pembantu-pembantunya di bidang ekonomi paham betul bagaimana mengelola keuangan negara untuk kesejahteraan rakyat. Karena itu, dia meminta masyarakat membuka mata dan pikiran dalam menyikapi isu ini.
"Seorang pengusaha meubel sukses sekelas Presiden Jokowi, pasti tahu apa itu berhutang, untuk apa utang itu, dan bagaimana kemampuan membayarnya. Istilah kata, jangan ajari ikan berenang lah. Percuma. Mosok Anda lebih percaya penyanyi bicara soal utang daripada Menteri Keuangan sekelas Sri Mulyani," pungkas dia. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Elite Gerindra Sebut Perpres TKA Bukti Jokowi Salah Logika
Redaktur & Reporter : Adil