Utang ke BUMN Diperketat

Gagal Bayar, Dirut Tanggung Jawab

Rabu, 23 Mei 2012 – 02:42 WIB

JAKARTA - Salah satu faktor penyebab bangkrutnya beberapa badan usaha milik negara (BUMN) adalah jerat utang luar negeri. Untuk itu, agar tak terulang, pemerintah kini memberlakukan aturan ketat bagi BUMN yang hendak berutang.

Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto mengatakan, aturan utang yang diperketat tersebut terkait dengan subsidiary loan agreement (SLA) atau pinjaman yang diteruskan ke BUMN. "SLA harus diperketat karena ikut menambah eksposur utang pemerintah," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Selasa (22/5).
   
Rahmat mengakui, pada masa lalu banyak BUMN yang terjerat utang SLA karena ketika utang dikucurkan, proyek belum siap. "Jadi, utang telanjur dicairkan dan proyek mandek. Akibatnya, utang tidak terbayar dan kena penalti bunga," katanya.
   
Data Kementerian BUMN menyebut, pada 2010 total utang BUMN dalam bentuk rekening dana investasi (RDI) dan SLA mencapai Rp 18,6 triliun, yang terdiri atas utang pokok Rp 10,1 triliun dan denda/penalti bunga Rp 8,5 triliun. Beberapa BUMN yang hingga kini terpuruk akibat terjerat utang adalah PT Djakarta Lloyd dan PT Dirgantara Indonesia (DI).

Menurut Rahmat, pemerintah kini menggunakan PP No 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, termasuk penerusan pinjaman. "Syarat utamanya, proyek harus sudah siap," ucapnya.
   
Rahmat menyebut, BUMN yang ingin mengajukan SLA harus mendapat persetujuan dari Bappenas serta rekomendasi Kementerian BUMN dan kementerian teknis. "Meski sudah masuk bluebook di Bappenas, kalau proyek belum siap, tetap kami tolak," ujarnya.

Menurut Rahmat, kesiapan proyek yang dimaksud, misalnya jika sebuah proyek membutuhkan pembebasan lahan, persetujuan SLA baru diberikan jika lahan sudah dibebaskan. "Selain itu, kami minta pakta integritas dari Dirut BUMN. Kalau proyek gagal karena manajemen yang salah, mereka harus tanggung jawab," tegasnya.
   
Rahmat mengakui, dua atau tiga tahun lalu Kementerian Keuangan banyak menolak usul SLA yang diajukan PLN atau Pertamina maupun beberapa BUMN lain karena syaratnya tidak lengkap. "Tapi, belakangan ini BUMN mulai bagus. Mereka bisa memenuhi syarat-syaratnya," ucapnya. (owi/c2/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jatah BBM Dikurangi, Gubernur se Kalimantan Ngadu ke DPR


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler