UU Cipta Kerja Atur Sanksi Tegas Bagi Kapal Berbendera Asing

Kamis, 08 Oktober 2020 – 16:21 WIB
Salah satu kapal berbendera China yang di dalamnya terdapat satu ABK meninggal dunia, berhasil diamankan tim gabungan di perbatasan Indonesia-Singapura, Rabu (8/7). Foto: ANTARA/HO

jpnn.com, JAKARTA - Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang baru saja disetujui dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (5/10), mengatur ketentuan mengenai penangkapan ikan oleh kapal berbendera Indonesia maupun asing. Sanksi tegas pun diatur untuk kapal berbendera Indonesia dan asing yang tidak mematuhi UU yang berlaku di negeri ini.

Hal ini tercantum pada bagian keempat, penyederhanaan perizinan berusaha sektor serta kemudahan dan persyaratan investasi  paragraf II kelautan dan perikanan pada UU Ciptaker.

BACA JUGA: Pernyataan Terbaru Puan Maharani soal UU Cipta Kerja

Aturan UU Ciptaker ini mengubah sejumlah ketentuan yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan UU  Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 

Pasal 26 Ayat 1 UU Ciptaker menyatakan setiap orang yang melakukan usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. Berikutnya pada Ayat 2 mengatur jenis usaha perikananan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 terdiri dari usaha:

BACA JUGA: Nikita Mirzani Berencana Ikut Demo Tolak RUU Cipta Kerja

a. Penangkapan ikan.

b. Pembudidayaan ikan.

BACA JUGA: RUU Cipta Kerja Disahkan, Ruben Onsu Berkomentar Begini

c. Pengangkutan ikan.

d. Pengolahan ikan, dan

e. Pemasaran ikan.

Sanksi untuk ketentuan ini diatur dalam Pasal 92 UU Ciptaker, yang merupakan perubahan dari Pasal 92 UU Perikanan. Pasal 92 UU Ciptaker menyatakan setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia melakukan usaha perikanan yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama  delapan tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000.

Sementara itu, Pasal 27 UU Ciptaker yang mengubah Pasal 27 UU Perikanan mengatur tentang perizinan berusaha dari pemerintah untuk kapal berbendera Indonesia dan asing.  Pasal 27  Ayat 1 UU Ciptaker menyatakan setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

Selanjutnya, Ayat 2  menyatakan setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di ZEEI wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.  Kemudian, Ayat 3 menyatakan setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing di ZEEI wajib membawa dokumen Perizinan Berusaha.

Pada Ayat 4 disebutkan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di wilayah yurisdiksi negara lain harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat. Pada Ayat 5 menyatakan kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada Ayat 1  dan/atau membawa dokumen Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada Ayat 3 tidak berlaku bagi nelayan kecil.

Sanksi mengenai persoalan ini diatur dalam Pasal 93 UU Ciptaker, yang merupakan perubahan dari Pasal 93 UU Perikanan.  Pasal 93 Ayat 1  UU Ciptaker menyatakan setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, yang tidak memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak  Rp2.000.000.000.

Dalam Ayat 2 disebutkan setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di ZEEI yang tidak memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000.000.

Kemudian, di antara  Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 1 satu pasal yakni Pasal 27A UU Ciptaker. Pasal  27A Ayat 1 UU Ciptaker menyebutkan setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, yang  tidak memenuhi persyaratan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat 1 dikenai sanksi administratif.

Ayat 2 menyatakan setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, yang tidak membawa dokumen Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat 3 dikenai sanksi administratif.

Ayat 3 mengatur bahwa setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing di ZEEI, yang tidak membawa dokumen Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat 3 dikenai sanksi administratif.  Ayat 4 menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Kemudian, Pasal 28 UU Perikanan  juga diubah di UU Ciptaker. Pasal 28 Ayat 1 UU Ciptaker menyatakan setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal pengangkut ikan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. Ayat 2 menyatakan setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal pengangkut ikan berbendera asing yang digunakan untuk melakukan pengangkutan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

Ayat 3 menyebut setiap orang yang mengoperasikan kapal pengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia wajib membawa dokumen Perizinan Berusaha.  Ayat 4 soal  kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan/atau membawa dokumen Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada Ayat 3 tidak berlaku bagi nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan kecil.

Ketentuan Pasal 94 UU Perikanan diubah sehingga berbunyi: Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal pengangkut ikan yang berbendera Indonesia atau berbendera asing di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia yang melakukan pengangkutan ikan atau kegiatan yang terkait yang tidak memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat 1 dan Ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000.

UU Ciptaker juga mengubah ketentuan Pasal 28A UU Perikanan. Sehingga didalam UU Ciptaker, Pasal 28A berbunyi setiap orang dilarang:

a. Memalsukan dokumen Perizinan Berusaha.

b. Menggunakan Perizinan Berusaha palsu.

c. Menggunakan Perizinan Berusaha milik kapal lain atau orang lain; dan/atau

d. Menggandakan Perizinan Berusaha untuk digunakan oleh kapal lain dan/atau kapal milik sendiri.

Sanksi diatur dalam Pasal 94A UU Ciptaker, yang merupakan peru bahan Pasal 94A UU Perikanan. Pasal 94A UU Ciptaker menyatakan Setiap orang yang memalsukan dokumen Perizinan Berusaha, menggunakan Perizinan Berusaha palsu, menggunakan Perizinan Berusaha milik kapal lain atau orang lain, dan/atau menggandakan Perizinan Berusaha untuk digunakan oleh kapal lain dan/atau kapal milik sendiri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28A dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000.

UU Ciptaker juga mengubah ketentuan Pasal 30 UU Perikanan. Pasal 30 UU Ayat 1 UU Ciptaker menyatakan, Pemberian Perizinan Berusaha kepada orang dan/atau badan hukum asing yang beroperasi di ZEEI harus didahului dengan perjanjian perikanan, pengaturan akses, atau pengaturan lainnya antara Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah negara bendera kapal.

Selanjutnya di Ayat 2 menyebutkan, perjanjian perikanan yang dibuat antara Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah negara bendera kapal sebagaimana dimaksud pada Ayat 1, harus mencantumkan kewajiban pemerintah negara bendera kapal untuk bertanggung jawab atas kepatuhan orang atau badan hukum negara bendera kapal dalam mematuhi pelaksanaan perjanjian perikanan tersebut. Pada Ayat 3, menyatakan Pemerintah Pusat menetapkan pengaturan mengenai pemberian Perizinan Berusaha kepada orang dan/atau badan hukum asing yang beroperasi di ZEEI, perjanjian perikanan, pengaturan akses, atau pengaturan lainnya antara Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah negara bendera kapal.

Ketentuan di Pasal 38 UU Perikanan diubah dalam UU Ciptaker. Pada Pasal 38 Ayat 1 UU Ciptaker dinyatakan, setiap kapal penangkap ikan berbendera asing yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha untuk melakukan penangkapan ikan selama berada di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia wajib menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka. Berikutnya, pada Ayat 2 dinyatakan  setiap kapal penangkap ikan berbendera asing yang telah memenuhi Perizinan Berusaha untuk melakukan penangkapan ikan dengan satu jenis alat penangkapan ikan tertentu pada bagian tertentu di ZEEI dilarang membawa alat penangkapan ikan lainnya. Selanjutnya, dalam Ayat 3 menyatakan setiap kapal penangkap ikan berbendera asing yang telah memenuhi Perizinan Berusaha untuk melakukan penangkapan ikan wajib menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka selama berada di luar daerah penangkapan ikan yang diizinkan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.

Sanksinya ada di  Pasal 97 UU Ciptaker mengubah Pasal 97 UU Perikanan. Pasal 97  Ayat 1 UU Ciptaker menyatakan, Nakhoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha untuk melakukan penangkapan ikan selama berada di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia tidak menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Ayat 1 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000. 

Ayat 2 menyatakan nahkoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang telah memenuhi Perizinan Berusaha dengan satu jenis alat penangkapan ikan tertentu pada bagian tertentu di ZEEI yang membawa alat penangkapan ikan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Ayat 2 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000.

Selanjutnya, Ayat 3 menyatakan,  Nakhoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang telah memenuhi Perizinan Berusaha, yang tidak menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka selama berada di luar daerah penangkapan ikan yang diizinkan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Ayat 3 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000.  

Ketentuan Pasal 101 dalam UU Perikanan juga diubah dalam UU Ciptaker. Pasal 101 UU Ciptaker menyatakan dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 Ayat 1, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 93 atau Pasal 94 dilakukan oleh korporasi, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan terhadap korporasi dipidana denda dengan tambahan pemberatan 1/3 (sepertiga) dari pidana denda yang dijatuhkan. (boy/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler