jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) inskonstusional bersyarat atau bertentangan dengan UUD 1945.
Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa putusan MK dibacakan agar pemerintah tidak menerbitkan aturan baru yang bersifat strategis.
BACA JUGA: MK Ketok UU Cipta Kerja Inkonstitusional, Bagaimana dengan UMP 2022?
"Bila dalam waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan atas UU Cipta Kerja, maka otomatis aturan akan lama berlaku," ungkap Airlangga.
Airlangga menegaskan pernyataan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja tidak mempunyai ketentuan hukum yang mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan," tegas dia.
BACA JUGA: Tok! MK Putuskan UU Cipta Kerja Andalan Jokowi, Inkonstitusional Bersyarat
Di sisi lain, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta seluruh pihak tunduk pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Cipta Kerja hari ini.
Said Iqbal juga meminta adanya pembatalan penetapan UMP dan UMK yang bersandar pada UU Cipta Kerja tersebut.
"UMP adalah kebijakan strategis, berdampak pada jutaan buruh Indonesia. Kepala daerah harus menaati putusan ini juga termasuk dalam penangguhan UMP," ujar Said Iqbal dalam jumpa pers virual di Jakarta, Kamis (25/11).
KSPI dan seluruh buruh meminta penentuan UMP dan UMK mengacu pada UU 13/2003 dam PP 28/2015.(mcr28/mcr10/jpnn)
Redaktur : Elvi Robia
Reporter : Elvi Robia, Wenti Ayu