"Sehingga para pekerja memperoleh jaminan dan kepastian hukum terhadap perolehan hak-hak mereka dalam terjadinya perselisihan hubungan industrial mengenai perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja (PHK), " kata Anna saat memberikan keterangan ahli dalam sidang pengujian UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Kamis (4/8).
Menurut Anna, dalam praktek ada tiga penafsiran yang berkembang yakni upah proses hanya diberikan selama enam bulan, upah proses hanya diberikan sampai tahap pengadilan hubungan industrial tahap pertama, dan upah proses sampai putusan hukum berkekuatan hukum tetap (in cracht van gewijsde).
Dikatakan Anna, pada ayat 2 jika dikaitkan dengan ayat berikutnya, yakni ayat 3 yang berbunyi, pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 berupa tindakan skorsing pekerja atau buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja atau buruh, sehingga bila pasal tersebut dikaitkan dengan pasal 56 UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial maka upah proses seharusnya dibayarkan sampai putusan pengadilan in kracht van gewijsde.
"Pembayaran upah proses merupakan norma yang bertujuan untuk melindungi buruh yang mempunyai posisi lebih lemah dari tindakan PHK yang dilakukan pengusaha," imbuh Anna.
Untuk diketahui, Permohonan ini diajukan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu yang diwakili Ugan Gandar dan korban PHK Rommel Antonius GintingMereka meminta MK melakukan tafsir konstitusional atas pasal itu karena selama ini penerapannya menimbulkan ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), (2) UUD 1945.(kyd/jpnn)
BACA JUGA: Komite Etik KPK Gelar Rapat Perdana
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Kirim Ahli Forensik ke Sulut
Redaktur : Tim Redaksi