UU Pajak dan Retribusi Dinilai Hambat Investasi

Jumat, 20 Januari 2012 – 21:34 WIB

JAKARTA - Hari ini Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana gugatan judicial review UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. UU ini dinilai menghambat kelancaran investasi. Terutama, pengaturan terkait pembebanan pajak kendaraan bermotor kepada alat-alat berat produksi industri.

Gugatan diajukan oleh adokat senior, Adnan Buyung Nasution dan kawan-kawan ke Mahkamah Konsitusi (MK), Jumat (20/1).

Adnan Buyung Nasution mengatakan setiap benda tentu tidak bisa serta-merta dipajaki oleh negara. Penarikan pajak itu harus ada pertimbangan dan dasar hukumnya yang jelas.

“Satu ketentuan hukum yang memajak warga negara itu, walau pun ini bukan orang per orang tapi perusahaan, itu dalam pandangan kami inkonstitusional, tidak sah. Tidak bisa serta merta suatu barang diwajibkan bayar pajak kalau memang sebenarnya tidak ada dasar dan alasannya untuk dibayarkan,” kata Adnan Buyung Nasution.

Aturan terkait pajak bagi alat-alat berat ini, kata Adnan Buyung Nasution, diatur dalam Pasal 1 angka 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), Pasal 12 ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2009. Aturan ini harus dikaji oleh MK karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, bertentangan dengan UU lainnya. Pasalnya, alat-alat berat ini dimasukkan ke dalam golongan kendaraan bermotor.

Dikatakan Adnan Buying, jika digolongkan sebagai kendaraan bermotor dan dikenakan pajak, dasar hukum dan pertimbangannya tentu harus jelas pula. Pasalnya, alat-alat berat itu bukanlah alat kendaraan angkutan yang digunakan jalan-jalan umum. Melainkan hanyalah menjadi bagian dari alat produksi, tak ubahnya cangkul dan traktor bagi petani.

“Kalau cangkul digunakan petani untuk menggarap sawah, begitu juga traktor untuk sawah, itu yang dikenakan pajaknya kan hasil produksinya, beras yang dijual, bukan cangkul atau traktornya, kalau alat-alat berat itu dikenakan pajak berarti pajaknya jadi dobel dong, itu nggak boleh, dia juga kan tidak digunakan di jalan umum,” kata Adnan Buyung Nasution.

Pengacara senior itu mengatakan, aturan pembebanan pajak terhadap alat-alat berat ini sudah dikeluhkan oleh sejumlah pengusaha industri di Kalimantan, seperti Kalimantan Timur. Bahkan, keberadaan ini akan mengancam keberlangsungan investasi ekonomi di masa mendatang dan memicu kenaikan harga jual barang ke masyarakat.

“Kalau mereka terpaksa bayar pajak, maka mereka akan pertimbangkan dengan ongkos produksi, berarti rasio harga produksi akan lebih tinggi lagi, selanjutnya memicu kelancaran investasi di daerah ke depan,” katanya.

Dalam sidang pendahuluan uji materil UU Nomor 28 Tahun 2009 di MK ini, Adnan Buyung Nasution dan kawan-kawan bertindak selaku pemohon yang mewakili tujuh perusahaan.

Diantaranya, PT Bukit Makmur Mandiri Utama, PT Pamapersada Nusantara, PT Swa Kelola Sukses, dan PT Ricobana Abadi. Sementara, sidang dipimpin langsung Ketua MK, Mahfud MD.

Dalam sidang tersebut, Adnan Buyung Nasution juga mengajukan permohonan provisi kepada MK agar pemberlakuan aturan pengenaan pajak kendaraan bermotor kepada alat-alat berat di sejumlah daerah dihentikan dahulu hingga keluarnya hasil uji materil terhadap UU Nomor 28 Tahun 2009.

“Kami juga mengajukan permohonan provisi agar pemberlakuan pajak alat berat di sejumlah daerah itu ditunda dahulu,” ujarnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengusaha Pilih Harga BBM Naik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler