Vaksin, 3M dan Hidup Sehat Jurus Menyudahi Pandemi COVID-19

Sabtu, 19 Desember 2020 – 20:10 WIB
Warga mengenakan masker. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian Kesehatan dr Mohammad Subuh MPPM mengatakan pandemi COVID-19 harus segera dikendalikan, karena sumber daya di bidang kesehatan maupun anggaran pemerintah juga terbatas.

Karena itu upaya menyehatkan masyarakat pun harus diprioritaskan. Hal itu disampaikan dr Subuh dalam dialog produktif bertema Pencegahan dan Pengobatan yang digelar Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (1/12).

BACA JUGA: Ingat! Vaksin dan Protokol 3M Dijalankan Berdampingan Untuk Proteksi Diri

“Saya kira pemerintah kita sudah all out, dari sektor kesehatan dananya begitu besar, stimulus perekonomian juga dananya besar. Tujuannya satu, ingin menyehatkan individu, karena kalau individu sehat, akan membuat produktivitas meningkat, sehingga pendapatan individu meningkat, dan berdampak pendapatan negara juga ikut meningkat. Jadi dengan melindungi kesehatan kita juga melindungi negara”, jelas dr. Subuh.

Perawatan pasien COVID-19 menelan biaya yang besar, rata-rata Rp184 juta per orang. Perawatan yang mahal ini karena memerlukan perawatan secara khusus.

BACA JUGA: Absen dari Juri Indonesian Idol, Rossa Kabarkan Kondisinya, Mohon Doanya

“Kalau memerlukan perawatan misalnya ICU itu satu hari Rp15 juta, apalagi menggunakan ventilator. Kemudian apabila ada penyakit penyerta, ditambah lagi rata-ratanya menjadi Rp17 juta per hari. Kondisi inilah yang harus dihindari, semua biaya saat ini tanggung jawab negara. Namun kita ada batasnya yang tadi saya sebut sumber dayanya terbatas. Karena itu sumber daya yang ada ini kita optimalkan dengan upaya-upaya pencegahan," terang dr. Subuh.

Pada ilmu ekonomi kesehatan, sambung dr Subuh dikenal istilah externality, dan vaksin termasuk dalam externality positif.

BACA JUGA: Rutin Berolahraga, Makan Sehat dan Patuh Protokol Kesehatan, Pevita Pearce Kaget Positif Covid-19

“Nilai externality pada vaksin ini sangat besar sekali, karena saat kita menerima vaksin, tidak hanya melindungi diri sendiri tapi juga orang lain. Analoginya seperti faktor externality yang ada pada lampu jalan, ketika terpasang pencahayaan di jalan, kejahatan menurun dan kecelakaan jadi terhindarkan, itu contoh externality di luar bidang kesehatan. Dalam bidang Kesehatan faktor externality positif adalah upaya-upaya pencegahan yang kita lakukan, dan yang salah satunya dalam bidang kesehatan disebut perlindungan spesifik adalah imunisasi," kata dr. Subuh.

Masyarakat perlu menyadari bahwa kesehatan mereka adalah aset terpenting, dan juga menyadari kesehatan adalah investasi jangka panjang.

"Yang juga penting digarisbawahi adalah, pemerintah sudah melakukan simulasi, sebagai bentuk uji coba untuk menimbulkan kepercayaan. Di Bogor Presiden terlibat langsung dalam simulasi, di Kerawang Wakil Presiden, ini artinya pemerintah sangat serius mempersiapkan, sehingga nanti ketika vaksin datang kita sudah siap melakukan vaksinasi," serunya.

Meski nantinya vaksin dari luar negeri akan tiba, program vaksinasi ini perlu proses terlebih dahulu, terutama mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Negara memiliki kewenang tersendiri dan otorisasi mandiri untuk memberikan izin peredaran suatu obat, tapi tentu mengedepankan azas kehati-hatian mempertimbangkan keamanan, efektivitas, dan kehalalannya," terang dr. Subuh.

“Pada saat ini pemulihan kesehatan dan ekonomi bisa dilakukan dengan menjaga budaya 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak), karena tanpa upaya seperti ini maka pemulihan ekonomi Indonesia sangat sulit. Bagi masyarakat tidak perlu ragu, saat vaksin datang, pasti sudah dijamin proses memastikan keamanan dan efektivitasnya," imbuh dr. Subuh.(chi/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler