Veto Rusia-Tiongkok Bikin Marah Dunia

Senin, 06 Februari 2012 – 13:09 WIB

NEW YORK - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) gagal membantu penyelesaian atas kekerasan dan krisis politik di Syria. Pasalnya, draf resolusi tentang upaya penyelesaian krisis Syria gagal disahkan oleh Dewan Keamanan (DK) PBB. Ini terjadi setelah dua sekutu dekat Syria, Rusia dan Tiongkok, selaku anggota tetap DK PBB menggunakan hak veto mereka. Tindakan itu menjegal upaya PBB membantu menghentikan pembunuhan masal rezim Presiden Bashar al-Assad terhadap warga Syria, khususnya yang menentang pemerintahannya.

Dalam sidang darurat yang diadakan DK PBB di New York pada Sabtu siang (4/2) waktu setempat atau kemarin dini hari WIB (5/2), Moskow dan Beijing menentang draf resolusi yang diusulkan negara-negara Arab bersama Barat guna mengutuk keras kekerasan dan serangan militer rezim Assad terhadap rakyatnya.

Pertemuan khusus itu diadakan menyikapi pembantaian tentara Assad terhadap demonstran anti-pemerintah di Kota Homs, bagian tengah Syria, Jumat tengah malam (2/2) lalu hingga Sabtu subuh (3/2). Serangan tersebut menewaskan sekitar 260 jiwa.

Dengan digunakannya veto itu, dukungan 13 anggota lain DK PBB yang menyetujui draf resolusi tak bermakna. Padahal, resolusi itu akan mendukung usul penghentian pertumpahan darah di Syria yang dikhawatirkan berdampak pada stabilitas di Timur Tengah.

Rusia menilai draf resolusi itu sebagai langkah tak tepat dan bisa disalahartikan sebagai upaya penggulingan rezim Assad. Faknya, Damaskus merupakan satu-satunya sekutu Rusia di Timur Tengah (Timteng) dan konsumen utama ekspor senjatanya. Rusia juga punya pangkalan militer di Syria. Tepatnya, fasilitas logistic angkatan laut di Tartus, kota di Pantai Mediterania.

Sebelum pengambilan keputusan, Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavarov menyatakan bahwa resolusi tersebut terlalu banyak mengakomodasi tuntutan oposisi Syria. "DK PBB seharusnya tidak mencampuri urusan domestik anggotanya," ujarnya.

Veto Rusia dan Tiongkok itu langsung memicu amarah banyak negara di dunia. Dewan Nasional Syria (SNC), organisasi payung kelompok oposisi Syria, menganggap Moskow dan Beijing harus bertanggung jawab atas aksi pembantaian rezim Assad terhadap rakyatnya. "Langkah (veto) itu sama dengan memberi lisensi (izin) kepada rezim Syria untuk membunuh rakyat tanpa harus bertanggung jawab secara hukum," kata juru bicara SNC. 

Reaksi keras juga muncul dari negara-negara Arab dan Barat terhadap veto Rusia dan Tiongkok. Dubes Amerika Serikat (AS) untuk PBB Susan Rice menyatakan terpukul dengan veto tersebut. "Pertumpahan darah yang bakal terus terjadi (di Syria) setelah ini adalah tanggung jawab mereka (Rusia dan Tiongkok)," kecam Rice dengan nada marah setelah sidang DK PBB. Dia menyebut darah rakyat Syria ikut tumpah di tangan Rusia dan Tiongkok.

Tunisia juga mengritik penggunaan veto atas krisis Syria di DK PBB. Sebelumnya, negara Arab yang pertama kali diterpa revolusi sipil itu telah menyatakan mengusir dubes Syria di Kota Taunis. Begitu marahnya, Perdana Menteri (PM) Tunisia Hamadi mendesak agar semua dubes Syria di negara-negara Arab dan negara-negara lain diusir, seperti terjadi di Tunisia. "Paling tidak, yang bisa kita lakukan adalah memutus hubungan dengan rezim Syria," serunya.

Dia pun mengritik penerapan hak veto yang berdampak buruk. "Ini adalah hak yang bisa disalahgunakan dan tidak bisa ditawar lagi bahwa komunitas internasional harus merevisi mekanisme pengambilan keputusan di DK PBB," usulnya.

Kritik lain datang dari Turki. Menlu Ahmet Davutoglu menyebut veto Rusia dan Tiongkok tidak didasarkan pada realitas di lapangan, tapi lebih merefleksikan sikap mereka (perlawanan) terhadap Barat. Menlu Inggris William Hague menilai Rusia dan Tiongkok membuat "kesalahan besar" dengan berpaling dari dunia Arab.

Kemarahan dunia tidak hanya tercermin dari pernyataan banyak pemimpin negara. Warga di negara-negara Arab dan sejumlah negara lain melampiaskan kemarahan mereka atas veto Rusia dan Tiongkok tersebut. Selain mengutuk kebiadaban rezim Assad, mereka juga memprotes veto itu.

Warga di Distrik Baba Amro, wilayah terparah akibat serangan militer Syria di Kota Homs, pun mengecam veto Rusia dan Tiongkok. "Lebih baik mati daripada ditindas," seru mereka.

Menurut seorang warga bernama Sofyan, rakyat Homs tidak akan pernah berhenti melawan rezim Assad. "Kami akan tunjukkan pada Assad. Kami akan datang, Damaskus. Mulai hari ini kami akan tunjukkan kepada Assad siapakah geng bersenjata itu," ujarnya. Selama ini Assad menyebut kelompok oposisi sebagai geng bersenjata dan teroris yang dikendalikan dari luar Syria.

Secara terpisah, Dubes Syria untuk PBB Bashar Ja"afari mengecam draf resolusi dan negara-negara pendukungnya. Tak terkecuali Arab Saudi serta tujuh negara Arab lainnya yang mengusulkan draf itu. Dia menyindir bahwa negara-negara yang melarang perempuan menonton pertandingan sepak bola tidak berhak mengajari Syria soal demokrasi.

Ja"afari juga membantah bahwa militer Syria membunuh ratusan warga sipil di Homs. "Tak seorangpun yang punya akal sehat akan melakukan serangan seperti terjadi sebelum DK PBB menggelar pertemuan soal Syria," kilahnya.

Sementara itu, televisi Syria kemarin menayangkan gambar yang menunjukkan bahwa Assad berdoa dengan beberapa ulama Suni. Mereka mendengarkan pembacaan ayat-ayat suci Alquran di sebuah masjid di Damaskus saat merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. (BBC/RTR/AP/AFP/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sanggup Hidup Tanpa Detak Jantung


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler