Virus Minyak

Oleh Dahlan Iskan

Sabtu, 04 April 2020 – 05:05 WIB
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Saya terima kiriman foto langit Jakarta, kemarin. Ternyata warnanya biru. Seperti langit beneran.

Sudah lama saya tidak melihat langit Jakarta sebegitu aslinya. Tentu Anda sudah tahu mengapa: COVID-19. Kegiatan manusia menurun.

BACA JUGA: Trump Chibi

Polusi tiada lagi. Langit tersenyum begitu cerianya.

Tentu itu pemandangan yang kurang menyenangkan bagi Pertamina. Jualan BBM-nya jadinya menurun, padahal sekaranglah saatnya menggenjot penjualan.

BACA JUGA: Obat Covid

Mumpung marjin labanya amat-sangat-tinggi. Berkat harga minyak mentah yang merosot drastis. Sedang harga jual BBM-nya tenang-tenang saja --tidak ada yang minta diturunkan.

Di Amerika harga BBM tinggal USD 1,6 per galon. Itu sama dengan Rp 6.800 per liter. Dengan gaji buruh USD 10 dolar per jam, harga BBM di Amerika itu begitu murahnya.

BACA JUGA: MbS Tiwikrama

Itu harga minggu lalu. Tadi malam harga BBM di Michigan turun lagi. Tinggal USD 1,3 per galon. Begitu murahnya.

Akibat demam virus corona orang sampai lupa: berapa harga minyak mentah sekarang. Jangan-jangan masih dikira USD 50  per barel.

Kini, di Amerika harga minyak mentah tinggal sekitar USD 20  per barel. Bahkan minyak mentah Kanada tinggal USD 6  per barel.

Seperti guyon. Sampai ada yang berseloroh harga minyak sekarang ini lebih murah dari barang apa pun.

Waktu harga minyak mentah turun drastis menjadi USD 30 per barel, tiga minggu lalu, hebohnya bukan main. Itu akibat perang minyak antara Arab Saudi dan Rusia.

Saudi ingin produksi minyak dikurangi. Agar harga bisa naik. Waktu itu harganya masih USD 50 per barel. Dianggap terlalu rendah.

Rusia tidak mau menurunkan produksi minyaknya: merasa tidak terikat dengan keputusan OPEC --organisasi negara pengekspor minyak. Rusia memang tidak menjadi anggota OPEC.

Maka Saudi marah: membanting harga minyaknya. Tinggal USD 30 per barel. Sekaligus menaikkan produksinya menjadi 12 juta barel per hari. Naik 2 juta barel per hari dari biasanya.

Sekarang, harga itu turun lagi. Turun sendiri. Produksi minyak kan bertambah banyak. Sedang pemakaian BBM menurun drastis --di mana-mana.

Presiden Donald Trump memang sempat menelepon Presiden Rusia Vladimir Putin. Tentu Trump menerima desakan dari pengusaha minyak di Amerika. Yang umumnya dari Partai Republik.

Dengan harga seperti ini perusahaan minyak itu hanya akan bisa bertahan tiga bulan lagi. Setelah itu: tutup semua.

Bagi Amerika tentu lebih murah impor minyak lagi saja. OPEC menjadi penting lagi. Plus Rusia.

Kalau harga-sangat-rendah ini berlangsung sampai dua tahun ke depan, infrastruktur sumur minyak di Amerika menghadapi persoalan. Bisa permanen.

Namun siapa peduli.

Semua perhatian semua kepala negara lagi ke COVID-19. Termasuk 'raja-de-facto' Arab Saudi Mohamad bin Salman.

Virus kecil ini begitu besar sekarang.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lukas Lock


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler