jpnn.com - SEJUMLAH praktisi kesehatan menyebut bahwa perokok lebih rentan terinfeksi virus corona (COVID-19).
Untuk mengurangi risiko terpapar virus tersebut, perokok disarankan berhenti merokok atau jika tidak bisa berhenti merokok, bisa beralih ke produk tembakau alternatif yang memiliki risiko yang lebih rendah.
BACA JUGA: Bea Cukai Tetap Gencar Menggempur Peredaran Rokok Ilegal di Tengah Pandemi COVID-19
Praktisi kesehatan dan dosen Warwick Medical School, Dr James Gill, menyatakan merokok adalah faktor risiko yang signifikan (terkait risiko) terinfeksi COVID-19.
Terdapat sejumlah faktor terkait merokok yang memengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. “Ada banyak faktor yang saling terkait mengapa merokok mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi – dari kemampuan untuk mendapatkan oksigen dari darah ke jaringan, hingga peningkatan kadar karbon monoksida dalam darah,” jelasnya.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Mulai Sekarang Harus Bermasker! Surat Telegram Kapolri, Virus di Ruang Dingin
“Salah satu alasan terbesar yang memungkinkan risiko infeksi pernapasan pada perokok terus meningkat adalah kerusakan dan kematian yang terjadi pada silia (bulu-bulu halus) di saluran udara dan paru-paru,” kata James seperti dikutip dari sciencemediacentre.org.
Perlu diketahui, silia bertugas melapisi saluran udara, sehingga memiliki peran yang sangat vital dalam membersihkan lendir dan kotoran, serta menyaring partikel-partikel yang dihirup.
Dengan begitu, silia berperan dalam mencegah virus dan bakteri masuk ke paru-paru.
James menjelaskan bahan kimia yang terkandung dalam rokok memiliki dua efek serius pada silia ketika dihirup.
Pertama adalah mengurangi gerakan silia, yang berarti akan lebih sulit untuk memindahkan lendir dan kotoran agar bisa keluar dari paru-paru.
Seiring waktu, asap yang dihirup dari rokok lama-kelamaan juga bisa membunuh silia, hingga akhirnya meningkatkan risiko infeksi virus secara drastis.
Karena itu, dia mengimbau agar perokok segera berhenti merokok untuk memperbaiki fungsi silia yang tersisa.
“Bahkan ketika berhenti merokok hanya dalam waktu 24 jam, bisa dilihat peningkatan besar pada fungsi silia. Semakin lama Anda berhenti merokok, maka semakin besar pemulihannya,” katanya.
Alternatif lainnya, James menyarankan perokok untuk mengganti rokok dengan rokok elektrik karena memiliki kandungan zat kimia yang lebih rendah.
Meski ada kemungkinan gas panas yang terlibat dalam penguapan juga berdampak pada silia dan fungsi paru-paru secara keseluruhan, tetapi risikonya jauh lebih rendah bagi sistem pernapasan tubuh dibandingkan dengan merokok.
Dia juga menambahkan bahwa dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk memahami dampak-dampak ini sepenuhnya.
Menurut dia, masyarakat bisa membuat kontribusi besar untuk melindungi diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitarnya dari COVID-19 dengan berhenti merokok.
“Bahkan jika itu hanya dilakukan selama pandemi ini,” tegasnya.
Pendapat serupa juga disampaikan ahli dari University of East Anglia sekaligus Chief Investigator The NeSCi Study, Dr Caitlin Notley.
Dia berpendapat, saat mengisolasi diri di rumah, anak-anak dan nonperokok berisiko terpapar asap rokok jika hidup dengan seorang perokok. Hal tersebut akan menimbulkan risiko signifikan terhadap kesehatan perokok pasif.
Caitlin menyarankan perokok untuk berhenti merokok atau beralih ke produk tembakau alternatif, misalnya rokok elektrik, untuk mengurangi paparan asap rokok kepada orang lain.
Menurut dia, di tengah pandemik COVID-19 sekarang ini, adalah momen yang tepat untuk perokok beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko.
"Produk tembakau alternatif adalah pilihan konsumen yang paling populer untuk membantu berhenti merokok, dan itu efektif. Orang-orang harus didorong untuk beralih dari kebiasaan merokok,” terangnya.
Sejauh ini, Caitlin menyatakan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa menggunakan produk tembakau alternatif akan meningkatkan risiko terjangkit (infection rate) atau memperparah kondisi pasien COVID-19.
Meski tidak menutup kemungkinan terdapat beberapa kondisi terlihat pada kelompok yang rentan, tetapi risiko tersebut merupakan efek dari kebiasaan merokok sebelumnya.
“Beralih sepenuhnya ke rokok elektrik dapat memperbaiki kondisi kardiovaskular dan pernapasan. Bahkan perokok yang beralih ke rokok elektrik diharapkan memiliki prognosis yang lebih baik jika terinfeksi oleh COVID-19,” tegasnya.
Kelompok rentan adalah mereka yang memiliki masalah kesehatan, seperti penyakit kardiovaskular, pernapasan, dan diabetes yang kemungkinan memiliki kebiasaan merokok.
Hal ini lah yang menunjukkan bahwa perokok lebih berisiko menderita reaksi parah atas COVID-19. (sciencemediacentre/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia