Wabah Virus Corona, Masyarakat Diminta Tak Perlu Lakukan Panic Buying

Jumat, 06 Maret 2020 – 10:23 WIB
Warga menggunakan masker wajah saat melintasi kawasan MH. Thamrin, Jakarta, Selasa (3/3). Menanggapi masuknya wabah virus corona ke Indonesia, pemerintah melalui Kementrian Kesehatan meminta masyarakat agar tidak panik. Foto

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan adanya dua korban yang positif terinfeksi virus Corona di Indonesia pada Senin (2/3/2020).

Kedua WNI tersebut disebut positif virus corona setelah sempat melakukan kontak dengan WN Jepang yang datang ke Indonesia.

BACA JUGA: Cegah Virus Corona, Pemerintah Tutup Pintu Bagi Pendatang dari Tiga Negara Ini

Hal tersebut membuat Indonesia masuk dalam peta persebaran virus Corona jenis baru atau Covid-19. Adapun WN Jepang itu terdeteksi virus corona setelah meninggalkan Indonesia dan tiba di Malaysia.

Adanya kasus corona tersebut, membuat Indonesia masuk dalam peta persebaran virus yang juga disebut Covid-19, itu. Masuknya Indonesia dalam peta sebaran covid 19 juga menambah daftar jumlah negara yang terdampak virus corona di dunia.

BACA JUGA: Pecatan Polisi yang Jadi Bandar Sabu-sabu Ini Akhirnya Ditangkap, nih Fotonya

Per Selasa, (3/3) total 66 negara telah terdampak virus Corona. Hal ini tentu membuat sebagian masyarakat Indonesia menjadi panik.

Fenomena panic buying atau membeli barang dalam jumlah besar sebagai antisipasi masyarakat saat munculnya wabah atau bencana terjadi mulai terlihat. Terbukti dari melonjaknya aktivitas pembelian di sejumlah retail terutama untuk produk seperti hand sanitizer, masker, obat-obatan dan multivitamin hingga berbagai makanan pokok yang juga diikuti kenaikan harga barang-barang tersebut.

BACA JUGA: Innalillahi, M Zainudin Meninggal Dunia, Kondisi Tubuhnya Penuh Luka Bacokan

Merespon fenomena ini, Grant Thornton Indonesia menjabarkan setidaknya tiga kerugian dari panic buying ini yakni pertama inflasi akan meningkat.

Aktivitas pembelian yang berlebihan tentu akan berpengaruh kepada perekonomian, fenomena panic buying oleh masyarakat akan memicu kelangkaan berbagai produk dan berdampak pada kenaikan harga barang tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan inflasi yang akan mengganggu stabilitas ekonomi Indonesia. Aksi panic buying yang hanya beberapa bulan sebelum Idul Fitri akan menyebabkan kenaikan inflasi yang lebih awal dan lebih lama.

Kedua adalah keuangan rumah tangga terganggu. Saat merasa terancam, secara psikologis dapat berakibat pada berkurangnya proses berpikir rasional dan lebih mudah terpengaruh dengan pola pikir kelompok.

Dalam kasus virus Corona ini, dengan tersebarnya berita banyaknya kelompok masyarakat yang langsung memborong barang rumah tangga dalam jumlah banyak, ternyata otomatis langsung diikuti oleh kelompok lainnya (di sini juga terjadi efek latah).

Namun patut dipahami secara tidak sadar hal tersebut akan berdampak pada keuangan rumah tangga, karena pembelian impulsif bisa saja menyedot dana yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan reguler penting lainnya seperti uang sekolah anak atau cicilan rumah.

Ketiga terjadinya pemborosan. Bayangkan anda membeli 50 kardus mie instan dan menimbun 100 kg beras sementara stok barang akan tetap cukup seperti apa yang dijanjikan pemerintah saat ini dan kondisi virus Corona tidak seburuk yang ditakutkan di tanah air.

Maka pembelian berdasarkan panic buying tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu tindak pemborosan karena akan cukup sulit untuk menghabiskan bahan makanan tadi sebelum masa kedaluwarsanya. Misalnya, beras mungkin berkutu dan rusak apabila disimpan terlalu lama.

“Fenomena panic buying ini dapat menimbulkan kerugian secara keuangan tidak hanya secara personal namun juga secara luas. Kami menyarankan untuk menahan diri dan membeli barang dalam jumlah sewajarnya,” ujar Alexander Adrianto Tjahyadi, Audit & Assurance Partner Grant Thornton Indonesia.

“Melihat potensi kerugian yang akan diakibatkan tentu akan lebih bijak untuk menahan diri dan bersikap sewajarnya dalam menanggapi isu virus Corona ini,” tambahnya.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler