Wacana Revisi PP 109/2012 Dinilai Tidak Urgen, Sebaiknya Tidak Dilanjutkan

Kamis, 21 Oktober 2021 – 23:19 WIB
Tembakau kering yang menjadi bahan baku rokok. Foto/ilustrasi: Ara Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Universitas Jenderal Ahmad Yani (UNJANI) menggelar diskusi virtual bertema 'Proses Pembentukan Kebijakan Dalam Menentukan Langkah Strategis Pemerintah, Studi Kasus Industri Hasil Tembakau', Kamis (21/10).

Akademisi UNJANI berpendapat rencana revisi PP 109/2012, sebaiknya tidak dilanjutkan karena tidak memiliki urgensi dan sarat akan adanya intervensi asing, yang mengganggu kedaulatan negara.

BACA JUGA: MS SLIM Edukasi Masyarakat Agar Hidup Sehat di Masa Pandemi

Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) Profesor Hikmahanto Juwana mengatakan masalah revisi PP 109/2012 ini terdapat pihak tertentu yang mengganggu kedaulatan negara berkaitan dengan Industri Hasil Tembakau (IHT).

"Padahal kalau kita bicara mengenai industri hasil tembakau ini banyak menopang lapangan kerja, kehidupan masyarakat dan juga perekonomian nasional,” terang Hikmahanto dalam paparannya.

BACA JUGA: Dikabarkan Pacari Pria Beristri, Thalita Latief: Hanya Orang Terdekat yang Tahu

Belakangan ini Hikmahanto mendengar adanya LSM luar negeri yang berupaya untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

kan kekuatan uangnya untuk mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijakan,” ujar Pakar Hukum Internasional ini.

BACA JUGA: Platform Borong Memudahkan Skema dan Struktur Bisnis

Di Indonesia, sambung Hikmahanto, khususnya berkenaan dengan IHT, dari aspek kesehatan sudah ada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan, yang mana sudah ada aturan turunannya seperti PP 109/2012. Pengaturan yang lebih rendah berupa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dan Peraturan Daerahnya juga sudah banyak.

“Kalau bicara soal kesehatan saya setuju untuk diselesaikan. Tapi ini ada LSM asing yaitu Bloomberg Philanthropies yang menyalurkan uang kepada LSM lokal untuk mendorong projek- projek yang ingin mematikan Industri Hasil Tembakau. Ini yang saya tidak setuju,” kata Hikmahanto.

Di waktu yang sama, Pengamat sekaligus Dosen dan Ahli Kebijakan Publik UNJANI Riant Nugroho menilai, dalam konteks membuat kebijakan, pemerintah tidak bisa menyusun atas dasar kepentingan satu pihak saja.

Begitupun dalam hal revisi PP 109/2012, yang mana pemerintah tidak hanya untuk melindungi kesehatan, melainkan juga melindungi semua pihak khususnya petani tembakau dan Industri Hasil Tembakau.

“Pembuatan kebijakan yang unggul itu ada tiga ciri. Yakni harus cerdas, bijaksana, dan memberikan harapan. Jadi proses revisi (PP 109/2012) yang hari ini dikerjakan, lebih baik berhenti dulu, back to zero, kemudian baru digagas, apakah kebijakan yang ada ini ada sudah mencapai hasil yang dulu dikehendaki, atau kurang, atau justru melebihi," sebutnya.

Jadi, menurut Riant, harus ada kajian kebijakan yang baik, baru kemudian disusun langkah selanjutnya.

Pembuatan kebijakan pun, dalam demokrasi Pancasila yang dewasa, perlu melibatkan publik, yaitu mereka yang terdampak dengan kebijakan dan pakar kebijakan publik.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler