jpnn.com - SERANG – Proyek pembangunan Jembatan Kedaung di Kota Tangerang, Banten tahun 2013 lalu ternyata merugikan keuangan negara sebesar Rp 12.084.076.783. Angka itu diketahui dari hasil hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Banten yang diterima oleh penyidik Subdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten.
“Itu angka sudah fixed dari BPK,” tegas Direktur Reskrimsus Polda Banten Komisaris Besar (Kombes) Nurullah melalui sambungan telepon, Senin (7/3) seperti dilansir Harian Radar Banten (grup JPNN).
BACA JUGA: Lagi Asyik Mandi Kesetrum, Akhirnya Innalillahi...
Dia mengakui, sudah ada pengembalian kerugian keuangan negara dari proyek yang tendernya dimenangkan oleh PT Alam Baru Jaya (ABJ). Namun, Nurullah tidak memerinci uang yang sudah dikembalikan ke negara itu. “Sudah ada (pengembalian kerugian keuangan negara-red). Itu catatan BPK,” ujarnya.
Nurullah menyatakan, penyusunan dua berkas perkara atas nama tersangka mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (DBMTR) Banten Sutadi dan Direktur PT ABJ M Kholis akan secepatnya dirampungkan. “Diupayakan beberapa hari ini, karena (pengembalian berkas kepada jaksa-red) ada batas waktunya. Tinggal empat hari lagi sisa waktunya,” ungkap Nurullah.
BACA JUGA: Salut, Pak Ogah Ngecat Trotoar Jalan Utama Denpasar Sendirian
Perkara tersebut mencuat setelah BPK Perwakilan Banten merilis laporan hasil pemeriksaan (LHP) penggunaan dana APBD Provinsi Banten 2013. BPK menemukan ketidaksesuaian pembayaran baja pelengkung pada Jembatan Kedaung senilai Rp 13 miliar.
Ketika diusut, penyidik Subdit III Tipikor tidak menemukan baja pelengkung itu terpasang pada konstruksi Jembatan Kedaung. Padahal, DBMTR Provinsi Banten telah membayar pekerjaan PT ABJ sebesar 100 persen.
BACA JUGA: Istri Seksi Itu Sering Suruh Pembantu Memakaikan Baju Suami
Untuk menguatkan dugaannya, penyidik meminta bantuan ahli konstruksi dari Universitas Brawijaya (Unibraw) untuk audit fisik Jembatan Kedaung. Hasilnya, konstruksi jembatan dinyatakan tidak sesuai spesifikasi. Perkiraan awal, kerugian keuangan negara akibat pengerjaan proyek itu lebih besar dibandingkan hasil temuan BPK. Yakni, menjadi Rp16 miliar.
Penyidik Subdit III Tipikor juga telah melakukan penggeledahan. September 2014, dari dua kantor DBMTR Provinsi Banten di Kota Serang, di Jalan Bhayangkara dan Jalan KH Abdul Fatah Hasan, penyidik menyita dokumen asli pengawasan proyek, harga perkiraan sementara (HPS), surat perintah membayar (SPM), surat perintah pencairan dana (SP2D), dan dua unit CPU. Kemudian, dari kediaman tersangka Sutadi di Lingkungan Jagarayu, Kelurahan Dalung, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, penyidik menyita sertifikat tanah.
Saat ini, tersangka Sutadi menjabat Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Banten. Bersama M Kholis, Sutadi disangka melanggar Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. (RB/nda/don/dwi/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Cara Negeri Laskar Pelangi Sambut Gerhana Matahari
Redaktur : Tim Redaksi