jpnn.com, SOLOK - Usaha kecil tempe dan tahu di Sumatera Barat (Sumbar) saat ini sedang tumbuh dengan baik. Sayangnya, produksi kedelai di daerah ini dari tahun ke tahun turun drastis.
Bahkan, produksi kedelai lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri.
BACA JUGA: Karantina Mamuju Siap Kawal Sulbar Wujudkan Target Produksi Pangan
Suplai bahan baku kedelai lokal sangat minim, sehingga harus mendatangkan dari luar daerah atau bahkan melalui mekanisme impor.
”Sumbar punya 18 industri pengolahan tahu dan tempe. Sayangnya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, didatangkan kedelai dari Jambi, Riau dan Medan. Padahal, lahan pertanian kita juga bisa ditanami kedelai,” kata Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit ketika mencanangkan tanam kedelai serempak di Kabupaten Solok Selatan, kemarin.
Diakui Nasrul, tanaman kedelai di Sumbar masih cenderung dianggap kurang menarik oleh sebagian petani. Sebab, tanaman kedelai memerlukan air yang cukup selama masa pertumbuhannya. Sedangkan kondisi lahan di Sumbar, tidak semuanya dapat menyuplai air yang cukup.
”Catatan kami, produksi kedelai Sumbar per hektarenya berkisar dari 1,15 hingga 1,32 ton. Sedangkan di luar negeri, bisa mencapai 2,3 hingga 3 ton/hektarenya. Ini yang perlu kita tingkatkan,” sebut Nasrul Abit.
Saat ini, Sumbar diamanahkan oleh Pemerintah Pusat untuk membantu swasembada kedelai nasional dengan target luas lahan produksi 15 ribu hektare dengan perkiraan hasil panen mencapai 18 ribu ton per tahun.
Menurutnya, target tersebut cukup berat untuk direalisasikan. Namun, upaya tetap harus dilakukan, agar kebutuhan kedelai Sumbar tidak lagi bergantung pada daerah lain. Target tersebut, juga untuk mendorong perluasan areal kedelai yang saat ini hanya sekitar 296 hektare.
”Kita punya target 15.000 hektare. Bagaimanapun caranya, dinas terkait harus membantu sarana dan prasarana,” tegas Nasrul.
Jika sarana dan prasarana bagus, diyakini hasil kedelei Sumbar mampu menggenjot perekonomian petani. Apalagi, dalam intruksi Kementerian Pertanian ini, TNI-AD juga diminta untuk membantu percepatan perluasan lahan tanam kedelai. “Jika hasilnya sesuai yang diharapkan, otomatis, kita tidak lagi mendatangkan dari daerah lain,” beber mantan Bupati Pessel itu.
Penurunan produksi kedelai juga diakui oleh Kepala Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumbar, Candra. Menurutnya, kebutuhan kedelai untuk masyarakat Sumbar mencapai 2.892 ton per tahun. Sedangkan produksi kedelai Sumbar per tahunnya hanya berkisar diangka 1.400 ton.
”Produksi kedelei Sumbar tidak stabil dari tahun ke tahun. Bahkan cendrung menurun sejak tahun 1996 hingga 2006. Padahal, tahun 1996 produksi kedelei Sumbar mencapai 13.408 ton, turun tahun 2000 sebesar 12.686 ton. Dan merosot tajam tahun 2006 dengan produksi hanya 1.438 ton,” ujarnya.
Saat ini, kata Candra, Sumbar akan kembali menggiatkan penanaman kedelai. Setidaknya, ada sepuluh kabupaten yang memiliki lahan berpotensi kedelei. Di antaranya, Kabupaten Pasaman, Padangpariaman, Pasaman Barat, Limapuluh Kota, Agam, Tanahdatar, Sijunjung, Dharmasraya, Solok Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan.
“Khusus di Solsel, kami targetkan, ada 2.500 hektare lahan kedelai. Saat ini, sudah terealisasi sekitar 1.540 hektare, yang terluas terdapat di Jorong Sungaisundra mencapai 600 hektare,” tutupnya. (jpg)
Redaktur & Reporter : Budi