jpnn.com, JAKARTA - UNIVERSAL Robots yang berbasis di Odense menggelar pertemuan dengan pemimpin global robot kolaboratif (cobot).
Mereka melakukan pertemuan pada pameran "Meet the Cobot Leaders" yang dihelat pertama kalinya di Asia-Pasifik.
BACA JUGA: Microsoft Mulai Gantikan Tugas Jurnalis dengan Robot
Guna membahas peran teknologi terhadap manufaktur di masa depan.
"Meet the Cobot Leaders" adalah bagian dari "WeAreCobots APAC", pameran virtual robot kolaboratif pertama di Asia Pasifik yang diselenggarakan Universal Robots dari tanggal 6 hingga 8 Oktober 2020.
BACA JUGA: KFC Bakal Gunakan Robot untuk Layani Pelanggan
Pada pameran tersebut, para peserta memperoleh wawasan dari seratus ahli otomasi, dan mengetahui cara mengatasi tantangan pada sektor manufaktur di Asia-Pasifik.
Pengunjung juga bisa mengunjungi berbagai stan pameran mitra UR+, memilih 45 demo secara langsung dan mengajukan pertanyaan selama sesi online.
BACA JUGA: Survei: 40 Persen Data Pengguna di Asia Pasifik Diretas
Pada gelaran itu, Presiden Universal Robots Jurgen von Hollen, Direktur Regional APAC Universal Robots James McKew dan Direktur DF Automation Robotics dan Associate Professor, Dr Che Fai Yeong dari Universitas Teknologi Malaysia memaparkan visi terbaru mengenai manufaktur pascapandemi.
Sekaligus menjelaskan strategi produsen di Asia Pasifik untuk menghadapi masa depan.
James McKew dalam siaran pers pada Kamis, mengatakan pertemuan itu membahas bagaimana pemilik bisnis di Asia Pasifik harus benar-benar ketat dalam mengatur biaya perusahaan demi menciptakan keuntungan.
" Di Asia-Pasifik, pemilik bisnis dan para operatornya harus benar-benar bisa mengatur biaya, menciptakan nilai, dan keuntungan," ujar dia.
" Di beberapa daerah yang kisaran harga real estate-nya mahal, seperti Singapura dan kota metropolitan lainnya di dunia, cobot pastinya bisa sangat membantu dalam memaksimalkan ruang," jelas James McKew.
" Di mana operator manusia dan cobot bisa bekerja bersama-sama untuk mencapai tingkat produksi tertinggi, sambil mematuhi pedoman jarak fisik," kata James McKew.
Tantangan dan Peluang
Pandemi COVID-19 pada tahun ini menambah daftar tantangan bagi perusahaan karena imbas dari virus itu membuat terganggunya rantai pasokan.
Kemudian adanya kekurangan material secara tiba-tiba, dan perubahan permintaan yang tajam.
Kendala itu membuat produsen bergulat untuk beradaptasi dengan perubahan.
Manufaktur padat karya sangat terpukul oleh langkah-langkah penanganan COVID-19 oleh pemerintah daerah seperti melakukan pembatasan jarak dan sosial, yang kerap diperpanjang.
Namun, langkah-langkah tersebut memberikan peluang bagi para produsen yang berfokus pada tenaga kerja.
Serta memikirkan kembali operasi mereka, tentang bagaimana caranya menjaga produksi agar tetap berjalan.
Seraya mematuhi langkah-langkah dan peraturan yang ada tanpa mengorbankan efisiensi biaya.
Selama pandemi, perusahaan juga memikirkan model operasi yang bisa bertahan di masa depan dan memikirkan strategi agar lebih tahan banting.
Sejalan dengan itu, para tokoh teknologi robot menilai cobot menawarkan jalan keluar untuk industri di masa depan.
Mereka mengklaim cobot merupakan alat yang gesit dan bisa diaplikasikan secara inovatif di seluruh dunia, terutama di pasar ASEAN yang sedang berkembang.
Di ASEAN, menurut mereka, tingkat adopsi cobot dan robot industri terus melampaui pasar yang ada di negara-negara Barat yang sudah mapan.
Alasannya, pengoperasian cobot dari Universal Robots tidak memerlukan insinyur profesional atau pengembang perangkat lunak.
Cobot merupakan robot kolaboratif yang bisa dioperasikan menggunakan tablet grafis (seperti iPad dan sejenisnya).
Sebagai contoh, cobot bidang medis bisa diaplikasikan untuk tes swab, sterilisasi, dan desinfeksi secara mobile.
Termasuk desinfeksi sandaran tangan kursi pesawat guna mengurangi kemungkinan cedera dan infeksi pada penumpangnya.
" Di dunia yang selalu saja berubah dan tidak stabil ini, tidak mungkin kita bisa dengan mudah memperkirakan tren di masa depan," kata Jurgen von Hollen.
"Oleh karena itu, penting bagi perusahaan manapun untuk bersikap fleksibel dan gesit," jelas Jurgen.
" Bisnis dan para pemimpinnya harus memanfaatkan teknologi terbaik yang tersedia," ujar Jurgen.
" Seperti cobot yang inovatif agar bisa menyesuaikan diri dengan situasi dan krisis yang ada sekarang," tambah Jurgen.
" Serta menyesuaikan infrastruktur yang ada untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan pelanggan," kata Jurgen.
" Kami memperkirakan cobot akan tumbuh secara eksponensial dalam waktu dekat di kawasan ASEAN, terutama di segmen usaha kecil dan menengah (UKM)," pungkas Dr Yeong.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fany