Waket DPD RI Terima Audiensi Aktivis Perempuan Papua dan Papua Barat

Sabtu, 16 Oktober 2021 – 01:28 WIB
Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin bersama anggota DPD RI dari Papua Yorrys Raweyai menerima audiensi dari mace-mace aktivis perempuan Papua dan Papua Barat, Jumat (15/10). Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin bersama anggota DPD RI dari Papua Yorrys Raweyai menerima audiensi dari mace-mace aktivis perempuan Papua dan Papua Barat, Jumat (15/10).

Audiensi tersebut bertujuan untuk menyampaikan aspirasi dan berbagai permasalahan yang terjadi di Tanah Papua.

BACA JUGA: Sultan: DPD RI Berkomitmen Dukung Agenda Pembangunan Daerah

Salah satu aktivis dari Papua Barat Sofia Mipauw merasa prihatin atas apa yang terjadi di Tanah Papua. Banyak Orang Asli Papua (OAP) yang tidak memperoleh hak dan kesejahteraan yang selama ini dijanjikan pemerintah, terutama kelompok perempuan dan anak.

Dia berharap terdapat mekanisme agar keterwakilan perempuan dapat ditingkatkan di Tanah Papua, sehingga dapat menyelesaikan persoalan-persoalan perempuan dan anak di Bumi Cenderawasih tersebut.

BACA JUGA: Margarito Kamis: DPD RI Harus Mainkan Kartunya

Lebih lanjut dia mengatakan banyak perempuan yang menerima pelanggaran HAM berat di Papua dan sampai sekarang tidak terselesaikan kasusnya.

Selain itu, banyak 'anak rumput' di Papua yang tidak mendapatkan hak ulayat, termasuk pendidikan. Akibatnya tingkat pendidikan di Tanah Papua sangat rendah.

BACA JUGA: Sultan DPD RI Dorong TNI-Pemda Berkolaborasi Menjaga Ekosistem Hutan

“Beasiswa hanya diperuntukkan untuk anak pejabat dan yang punya orang tua. Banyak anak-anak yang lahir tanpa orang tua tidak memperoleh pendidikan. Seharusnya anak-anak asli Papua yang orang tuanya tidak mampu diprioritaskan memperoleh pendidikan,” ucap Sofia Mipauw  dalam audiensi yang diterima di Ruang Kerja Wakil Ketua Sultan B Najamudin tersebut.

Senada, aktivitas perempuan lainnya, Anike Sabumi memaparkan bahwa sampai saat ini tidak ada perhatian yang cukup bagi OAP, bahkan ketika otonomi khusus (otsus) dijalankan.

Menurut Ani, otsus selama ini tidak memperhatikan pemberdayaan, perlindungan, dan keberpihakan kepada OAP. Bahkan porsi keterwakilan untuk OAP sangat sedikit dan hampir tidak ada.

“Untuk keterwakilan perempuan, kasih ke orang asli Papua, jangan non-Papua. Bagaimana bisa merawat Papua dalam ke-Indonesian. Negara wajib membina dan menghormati hak-hak orang asli Papua,” ucapnya.

Dia berharap negara harus memberikan solusi atas permasalahan di Tanah Papua melalui konsep win-win solution secara sah.

Menurut dia, pemerintah juga dituntut untuk menyelesaikan masalah pelanggarah HAM yang sampai saat ini masih terjadi di Tanah Papua.

“Dan belajar dari kegagalan negara kemarin, hari ini, dan esok, maka mesti dilakukan dialog konstruktif Papua-Jakarta untuk mencari win-win solution atas segala permasalahan yang terjadi,” imbuhnya.

Terkait hal itu, Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin mengatakan dirinya mendukung adanya peningkatan keterwakilan perempuan di Tanah Papua.

Sultan menjelaskan mekanisme peraturan perundang-undangan dapat dilakukan perubahan untuk mengakomodir aspirasi daerah, dalam hal ini aspirasi perempuan di Tanah Papua.

“Sampai hari ini yang tidak bisa diubah hanya kitab suci, yang lain apa yang bisa tidak dirubah. Sepanjang menyangkut aspirasi masyarakat, sepanjang menyangkut kepentingan masyarakat, ada konsensusnya melalui perubahan undang-undang,” ucapnya.

Sementara itu, Anggota DPD RI dari Papua Yorrys Raweyai mengatakan DPD RI telah menyampaikan aspirasi masyarakat Papua dalam perubahan UU Otonomi Khusus Papua. Beberapa aspirasi tersebut telah diakomodir melalui perubahan dalam ketentuan UU tersebut.

“Adanya perubahan tersebut memunculkan optimisme dalam pembangunan di Tanah Papua. Kalau konsisten kita laksanakan, akan ada perubahan mendasar yang terjadi di Papua,” ucapnya.

Yorrys yang juga Ketua Komite II DPD RI ini menjelaskan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Otsus Papua akan segera ditandatangani Presiden pada tanggal 18 Oktober mendatang. Tahapan selanjutnya adalah penyusunan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi).

Dia pun menilai, penyusunan kedua peraturan daerah tersebut menjadi acuan pelaksanaan UU Otsus di Papua.

Oleh karena itu, keduanya harus disusun dengan berdasarkan pada kepentingan masyarakat Papua untuk memaksimalkan hasil dari pelaksanaan Otsus Papua.

Dia juga berharap agar semua pihak dapat berkomitmen melaksanakan Otsus Papua agar dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan di Tanah Papua.

“Permasalahan yang selama ini terjadi harus menjadi referensi dan menjadi tantangan hari ini. Kita harus bersatu untuk bersama-sama melaksanakan (Otsus Papua). Karena nanti akan menentukan 20 tahun kedepan,” pesan Sultan.(fri/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler