Wakil Indonesia, Maria Anita Beraudiensi dengan Paus Fransiskus, Angkat Pernikahan Beda Agama

Senin, 24 Juni 2024 – 17:14 WIB
Maria Anita mewakili Indonesia, beraudiensi dengan Paus Fransiskus. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Maria Anita, mahasiswa Magister Psikologi USD mewakili Indonesia melakukan audiensi dengan Paus Fransiskus dalam program "Building Bridges Across Asia Pacific".

Program yang diinisiasi Loyola University Chicago ini mempertemukan Paus Fransikus dengan para mahasiswa di Asia Pasifik secara daring untuk membicarakan tentang tantangan yang dihadapi orang muda dan gereja di dunia modern.

BACA JUGA: Paus Fransiskus Sebut Israel dan Palestina Sama-Sama Bersalah

Dialog ini pertama kali diinisiasi oleh Loyola University Chicago pada tahun 2022, sebagai respons terhadap panggilan sinodal Paus untuk sinodalitas yang mempromosikan dialog lintas budaya dan lintas iman. 

Mahasiswa dari berbagai universitas di Filipina, Australia, Selandia Baru, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan Indonesia berkesempatan melakukan dialog dengan Bapa Suci. 

BACA JUGA: Megawati Berikan Kain Batik untuk Paus Fransiskus, Ini Maknanya

Paus juga menyambut partisipasi dari mahasiswa-mahasiswa dari Singapura, Timor Leste, dan Papua Nugini, negara-negara yang akan dikunjunginya September mendatang. 

Persiapan audiensi dengan Paus Fransiskus dilakukan selama satu bulan. Indonesia masuk dalam satu regio bersama dengan Timor Leste dan Singapura. Dua mahasiswa di regio ini diwakili oleh Maria Anita (Magister Psikologi USD) dan Helen Vyanessa Ribca Oroh (Mekatronika ATMI Surakarta). 

BACA JUGA: PPP Kecam Pengadilan yang Legalkan Pernikahan Beda Agama

Dalam persiapan audiensi ini, keduanya dibimbing para fasilitator Indonesia, yaitu Romo Heri Setyawan, SJ, (dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma) dan Romo Lucianus Suharjanto, SJ (dosen Pendidikan Bahasa Inggris USD).

Saat beraudiensi bersama Paus Fransiskus pada Kamis (20/6), Maria Anita menyampaikan masalah interfaith relationship dan mental health yang saat ini makin marak terjadi di Indonesia.

Generasi muda di Indonesia menghadapi dilema interfaith relationship, antara meninggalkan gereja atau membangun keluarga dengan latar belakang agama berbeda.

"Dibutuhkan bimbingan gereja untuk pembentukan iman yang sesuai dengan perkembangan kehidupan dan konteks interfaith dan interreligious,” ungkapnya dalam keterangannya, Senin (24/6). 

Selain itu, Maria juga menyampaikan masalah kesehatan mental generasi muda. Ia menanyakan bagaimana Gereja dapat merespons dan memberikan dukungan untuk menjaga kesehatan mental dan fisik generasi muda.

Masalah kesehatan mental sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku orang muda. Hal ini terkait dengan masalah komunikasi dan masalah ekonomi dalam keluarga. 

"Keduanya yang berdampak besar pada kehidupan kaum muda, terutama dalam akses pendidikan dan fasilitas kesehatan yang memadai,” tuturnya.

Paus Fransiskus memberikan tanggapan hangatnya dan menyadari betapa sulitnya kaum muda Katolik untuk berpartisipasi dan memiliki sense of belonging di masyarakat.

Bapa Suci mendorong kaum muda untuk berpegang teguh pada iman dan menjaga hati mereka tetap terhubung dengan doa.

Dengan melakukan hal ini, kata Paus, akan membantu dalam hal interfaith dialog dan memungkinkan kam muda Katolik untuk selalu berinteraksi dengan orang lain secara lebih efektif.

Dalam pidato yang mendalam kepada mahasiswa Asia Pasifik, Paus Fransiskus menekankan pentingnya mempertahankan keyakinan yang teguh meskipun menghadapi tekanan lingkungan, serta menjaga rasa memiliki untuk melindungi dari kerentanan. 

Paus menyoroti isu identitas, martabat manusia, kesehatan mental, diskriminasi, dan stigma sosial yang menghambat inklusivitas, sambil menegaskan bahwa perempuan memiliki peran unik dan tidak boleh dianggap sebagai warga kelas dua.

Paus Fransiskus juga membahas pentingnya pendidikan yang holistik dan mendorong kaum muda Katolik untuk tetap teguh pada iman mereka melalui doa. Mengajak semua pihak untuk menolak ideologi konflik dan perang, serta membangun harmoni dan dialog antar budaya demi perdamaian di dunia yang penuh ketidakpastian. (esy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler