Menjelang Peringatan May Day

Wakil Ketua DPD RI Sebut Dua Agenda Utama Perjuangan Buruh di Indonesia

Rabu, 28 April 2021 – 20:33 WIB
Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Peringatan hari buruh internasional (May Day) pada 1 Mei 2021 dapat dijadikan pemerintah sebagai momentum dalam merefleksikan seluruh kebijakan terhadap kepentingan seluruh buruh di Indonesia.

“Ada dua isu utama yang menjadi agenda perjuangan kaum buruh di Indonesia,” ujar Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin dalam siaran pers pada Rabu (27/4/2021).

BACA JUGA: Benny Rhamdani: Ini Kado Bagi PMI Jelang Hari Buruh Internasional

Isu pertama, menurut Sultan, masih tentang penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Isu kedua, mengenai Upah Minimum Sektoral (UMSK).

Sultan berharap pemerintah bisa menampung semua aspirasi dan mencari jalan tengah demi mengakomodasi seluruh kepentingan yang ada baik dalam kepentingan hak-hak buruh maupun kepentingan investasi.

BACA JUGA: Menag Minta Jangan Terburu-buru Tolak Sekolah Lima Hari

Saat ini Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sedang melakukan uji formil dan uji materiil terhadap omnibus law UU Cipta Kerja.

Berkenaan dengan hal itu, Sultan yakin bahwa Mahkamah Konstitusi akan mengedepankan untuk memberikan rasa keadilan bagi seluruh pihak, khususnya para buruh.

BACA JUGA: Panglima Kembali Mutasi 151 Perwira Tinggi TNI, TNI AD Terbanyak, Nih Daftar Namanya

"Ada beberapa inti keberatan yang selama ini disuarakan oleh buruh yang diwakili oleh KSPI terhadap UU Cipta Kerja seperti penghilangan kepastian kerja (job security), kepastian pendapatan (income security), dan jaminan sosial (social security). Maka, saya berharap ketiga poin tersebut dapat menjadi bahan kajian serta pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam memutuskan hasilnya nanti,” harap Sultan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangan resminya pada (28/4) menyoroti tidak adanya kepastian kerja. Hal ini tercermin dari dibebaskannya penggunaan outsourcing untuk semua jenis pekerjaan.

Oleh karena itu, seluruh buruh yang dipekerjakan oleh pengusaha adalah buruh outsourcing. Begitu pun dengan buruh kontrak, yang saat ini tidak ada lagi batasan periode kontrak sehingga buruh bisa dikontrak berulang-ulang hingga puluhan kali.

Berkenaan dengan tidak adanya kepastian pendapatan, hal ini terlihat dari dihilangkannya upah minimum sektoral. Di samping adanya klausa bahwa upah minimum kabupaten/kota “dapat” ditetapkan. Kata dapat di sini artinya, UMK bisa ditetapkan dan bisa juga tidak. Jika tidak ditetapkan, maka akan terjadi penurunan daya beli buruh yang signifikan.

Begitu pun dengan tidak adanya jaminan sosial. Keberadaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), dinilai belum mampu memberikan proteksi kepada buruh yang kehilangan pekerjaan.

Selain buruh kontrak dan outsourcing akan sulit mengakses JKP, dana JKP pun diambil dari dana JKK dan JKM. Sehingga ke depan dikhawatirkan akan terjadi gagal bayar.

Menanggapi hal itu, Sultan menyatakan akan selalu mendukung apapun upaya masyarakat dalam menyampaikan aspirasi, khususnya dalam bentuk perjuangan dalam ruang-ruang formil yang memang telah diatur dalam Undang-Undang.

“Dan, saya berharap semua pihak yang berkepentingan dapat menjadikan setiap pesan yang disampaikan oleh masyarakat dapat menjadi rujukan salah satu landasan dalam pengambilan keputusan,” kata Sultan.

Eks Wakil Gubernur Bengkulu ini juga yakin Mahkamah Konstitusi akan bersikap independen dengan memperhatikan seluruh aspek-aspek dalam pengesahan UU Cipta Kerja, baik terhadap hal yang mendahului prosesnya singgungan terhadap perundangan yang ada maupun terhadap dampak ekonomi, sosial dan politik yang terjadi dalam kaitan menyangkut hajat hidup para buruh.

“Sebagai penjaga konstitusi RI, kita yakin MK akan membuktikan kebenaran berbagai macam dugaan tentang terjadinya UU tersebut yang disinyalir menurut beberapa pendapat bahwa omnibus law UU Cipta Kerja dalam prosesnya melampaui atau menyalahi tata cara pembuatan undang-undang sebagaimana mestinya.

“Lalu juga UU Cipta Kerja tersebut dianggap telah melanggar konstitusi dengan menerobos UU lainnya yang berlaku. Dan menggali secara esensi bahwa UU Cipta Kerja hadir tidak dalam semangat untuk membangun legalitas formil atas nama negara dalam merampas hak-hak publik dan rakyat,” kata Sultan.

Karena baginya, suatu kebijakan, aturan/regulasi maupun tata aturan yang berlaku harus memiliki landasan filosofis serta pijakan yuridis bagi keberpihakan kepada seluruh rakyat Indonesia dengan tetap selalu memperhatikan tata cara mekanisme serta prosedur yang berlaku dalam pembuatannya.

Selain itu, pemerintah resmi menghapus upah minimum sektoral (UMSK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan turunan dari Omnibus Law.

Padahal, di aturan sebelumnya pada PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, upah sektoral menjadi salah satu yang tercantum.

Menurut informasi bahwa peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) yang jatuh pada tanggal 1 Mei 2021 akan diikuti oleh berbagai element buruh. Khusus dari keterangan presiden KSPI, Said Iqbal, bahwa peringatan May Day kali ini aspirasi yang akan disampaikan adalah tetap menolak UU Cipta kerja.

Dalam peringatannya tersebut akan diikuti sekurang-kurannya 50 ribu buruh, di 3.000 perusahaan/pabrik, 200 kabupaten/kota, dan 24 provinsi. Sedangkan di Jakarta, aksi akan dipusatkan di Istana dan Mahkamah Konstitusi.

"Ya, jika tuntutan buruh ini sudah menjadi kategori kegentingan yang memaksa, maka kita berharap pula ada jalan keluar secara konstitusional lainnya (selain langkah judicial review) terhadap persoalan UU Cipta Kerja. Dari Pemerintah, misalnya melalui diterbitkannya Perppu dalam mengakomodasi kepentingan buruh," ujar Sultan.

Sultan juga berharap pemerintah dapat membuka ruang untuk mempertimbangkan semua masukan-masukan dari perjuangan teman-teman buruh. Pada akhirnya akan mendapatkan sebuah kebijakan yang mencerminkan sikap keadilan bagi semuanya.

“Dan, ini bisa terwujud apabila bapak Presiden RI dapat mengumpulkan semua pihak untuk duduk satu meja dan berbicara dari hati ke hati mengenai UU Cipta Kerja,” ujar Sultan.

Menurut Sultan, pemerintah dan buruh harus menyatukan persepsi dari perbedaan sudut pandang atas masalah ini, sehingga nantinya akan melahirkan sebuah kesepakatan berdasarkan konsensus yang telah dibangun secara bersama-sama.

“Ini penting agar setiap pihak tidak merasa ada yang ditinggalkan oleh pemerintah didalam suasana kehidupan bernegara,” ujar Sultan.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler