Wakil Ketua MPR: Perjuangan Mengembalikan Hak Bangsa Palestina Harus Konsisten Dilakukan

Kamis, 13 Juni 2024 – 21:44 WIB
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat turut hadir pada diskusi daring bertema Keberpihakan Perempuan Pancasila: Bentuk Solidaritas untuk Perempuan dan Anak-Anak di Konflik Palestina-Israel yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (12/6).Foto: Dokumentasi Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengingatkan upaya memperjuangkan hak-hak bangsa Palestina harus konsisten dilakukan.

Sebab, menurut dia, upaya tersebut sebagai bagian dari pelaksanaan nilai-nilai Pancasila yang menjujung tinggi kemanusiaan.

BACA JUGA: Serang Kapal Kargo yang Melintasi Teluk Aden, Houthi Mengeklaim Sedang Bela Palestina

Pernyataan tersebut disampaikan Lestari Moerdijat pada diskusi daring bertema Keberpihakan Perempuan Pancasila: Bentuk Solidaritas untuk Perempuan dan Anak-Anak di Konflik Palestina-Israel yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (12/6).

"Solidaritas pada yang tertindas, menderita, termarjinalkan dan mengalami subordinasi merupakan panggilan kemanusiaan yang menembus semua sekat perbedaan dan setiap struktur kuasa," kata Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Kamis (13/6).

BACA JUGA: Eross Candra Lelang Gitar Demi Bantu Palestina, Laku Rp 125 Juta

Diskusi yang dimoderatori Staf Khusus Wakil Ketua MPR Arimbi Heroepoetri itu menghadirkan sejumlah narasumber.

Mulai dari Willy Aditya (Anggota DPR), Athiqah Nur Alami (Kepala Pusat Riset Politik BRIN sekaligus penulis artikel 'Why we need feminism to call for a cease-fire in Gaza').

BACA JUGA: Menaker Ida: Pentingnya Peran Internasional Atasi Tantangan Para Pekerja di Palestina

Narasumber lainnya, yaitu Andy Yentriyani (Ketua Komnas Perempuan), dan Dina Y Sulaeman (Pakar Geopolitik Timur Tengah yang juga Dosen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran)

Hadir pula Eva Kusuma Sundari (Direktur Sarinah Institute) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, dalam kapasitas kemanusiaan, setiap bentuk normalisasi pada kekerasan tidak dapat diterima dengan alasan apa pun.

"Perempuan Pancasila dapat kita simpulkan sebagai perempuan yang mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap pergerakan dan perjuangannya," kata Rerie yang akrab disapa.

Legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu menambahkan nilai-nilai Pancasila memiliki intisari nilai gotong-royong yang mengandung makna solidaritas dan keramahan.

"Berbekal semangat membangun solidaritas antarumat manusia, perempuan Indonesia dapat berperan aktif dengan berbagai cara dalam upaya penegakan hak-hak masyarakat dan kemerdekaan bangsa Palestina," harap Rerie.

Sementara itu, Anggota DPR Willy Aditya mengungkapkan krisis kemanusiaan justru pemicunya adalah krisis kemanusiaan yang terjadi pada para pemimpin Israel yang tanpa pandang bulu membombardir Palestina.

Menurut Willy, sejatinya bukan bangsa Palestina yang paling bertanggung jawab atas derita bangsa Yahudi.

Namun, dia menegaskan, bangsa Eropa yang seharusnya bertanggungjawab.

"Kenyataannya, dunia internasional tidak mampu menghentikan konflik yang terjadi di Palestina," jelas Willy.

Dalam kesempatan itu, Willy menyampaikan dalam rangka penyelenggaraan Kongres ke-3 Partai NasDem akan menggelar aksi Five dollar for Humanity untuk Palestina.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani berpendapat berkepanjangannya konflik Palestina-Israel memperlihatkan mekanisme yang ditegakkan pasca-Perang Dunia ke-2 tidak mampu merespons dengan baik konflik-konflik yang terjadi.

Menurut Andy, perang dan konflik bukan barang baru dan secara umum memiliki konstruksi yang sangat maskulin, karena satu pihak harus menaklukan yang lainnya sehingga perlu ada konstruksi powersharing.

"Karena konstruksinya maskulin, pihak selain maskulin, seperti perempuan dan anak, banyak menjadi korban dalam beragam konflik," jelasnya.

Di sisi lain, kata Andy, di tengah situasi perempuan menjadi korban, sejumlah perempuan pun ada yang menjadi kombatan untuk ikut bertempur, serta menjadi bagian dari pasukan perdamaian dalam proses menghentikan konflik.

Andy berharap sejumlah upaya seperti cegah kontak senjata, bantuan terhadap pengungsi dan mencegah kekerasan berbasis gender, harus konsisten dilakukan.

"Selain itu, pemerintah Indonesia harus terus mendorong agar pihak yang berkonflik mereformasi konstitusinya, untuk mewujudkan hidup damai berdampingan yang bermartabat," imbuhnya.

Kepala Pusat Riset Politik BRIN Athiqah Nur Alami berpendapat perang Palestina-Israel sangat kental dengan isu gender terkait kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak.

Diakui Athiqah, saat ini Israel masuk dalam black list negara yang menciptakan jumlah korban anak-anak dan perempuan dalam perang.

UN report on Children in Armed Conflict mencatat jumlah korban sejak 7 Okt 2023 sekitar 13 ribu anak dan 9 ribu perempuan meninggal dan luka-luka.

"Jadi, dalih self defense yang dilontarkan Israel saat menyerang Palestina sudah tidak valid lagi, karena serangan Israel mengarah ke genosida," kata Athiqah.

Pakar Geopolitik Timur Tengah Dina Y. Sulaeman berpendapat untuk mengetahui cara mengadvokasi korban konflik Israel-Palestina harus tahu posisi perempuan dan anak.

"Pemerintah Indonesia selalu berpendapat bahwa Palestina itu belum merdeka. Jadi perempuan dan anak Palestina adalah manusia yang belum merdeka dan wilayahnya sedang diduduki," terangnya.

Diakui Dina, sejak awal kedatangan bangsa Yahudi ke tanah Palestina memang merupakan aksi kolonialisme dengan melakukan perpindahan penduduk lalu mereka menetap di negara jajahan dan mereka berupaya mengontrol kekuasaan.

Dengan posisi seperti itu, menurut Dina, tentu tidak ada yang salah dengan perjuangan orang-orang Palestina untuk merdeka dengan cara apa pun.

"Selain itu, untuk mengadvokasi perempuan Palestina harus berlandaskan kemanusiaan yang adil dan beradab," kata Dina.

Menurut Dina, sejumlah aksi kekerasan sudah dilakukan oleh Israel sebagai penjajah.

Seharusnya, tegas dia, bukan peace keeping yang diupayakan, tetapi menghentikan kekerasan terhadap kemanusiaan yang dilakukan negara terhadap negara lain.

Direktur Sarinah Institute Eva Kusuma Sundari berpendapat lima sila dalam Pancasila dilanggar dalam kasus pendudukan Palestina.

Hak-hak perempuan dan anak pun, tambah dia, dinafikan dalam konflik tersebut.

Diakui Eva, memang banyak perempuan melakukan aksi terkait konflik Israel-Palestina, tetapi isu yang disuarakan dalam aksi itu mengikuti yang disuarakan laki-laki. Eva sangat berharap para perempuan dapat menyuarakan hak-hak perempuan Palestina yang dilanggar.

"Salah satu yang harus dicermati dalam konflik Israel-Palestina adalah mengapa Israel berani melakukan berbagai pelanggaran kemanusiaan di Palestina. Karena dukungan kuat Amerika Serikat lah, aksi genosida di Palestina berlanjut," kata Eva.

Menurut Eva, saat ini terjadi krisis kemanusiaan dan krisis penegakan hukum internasional terkait konflik Israel-Palestina.

"Berkepanjangannya konflik Israel-Palestina merupakan tanda bahwa skema internasional yang melanggengkan berlangsungnya kolonialisme baru masih eksis," ungkap Eva.

Eva berpendapat terkait krisis Israel-Palestina bantuan kemanusiaan harus dilanjutkan, karena kondisi masyarakat Palestina saat ini antara hidup dan mati. (mrk/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler