Walaah, Karate DKI Ancam Angkat Kaki dari PON

Selasa, 20 September 2016 – 06:29 WIB

jpnn.com - BANDUNG  - Ketua Pengurus Provinsi Federasi Olahraga Karate Indonesia (Forki) Dody Rahmadi Amar melakukan protes keras terkait penyediaan wasit juri yang bertugas dalam memimpin pertandingan dengan penggunaan sistem teknologi komputer.

Bahkan, DKI mengancam akan walkout dari Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX-2016 jika panitia penyelenggara dan Panitia Besar (PB PON) mengabaikan surat protes itu. 

BACA JUGA: Casilla: Kadang Rekor di Madrid Itu Cuma Anekdot

Kebijakan Pengurus Besar Federasi Olahraga Karate-do Indonesia (PB Forki) atas aturan sepihak pada gelaran PON yang meliputi penetapan drawing berbasis komputerisasi serta pemberian wild card dianggap merugikan beberapa Pengprov lain. 

Dody mengatakan, kebijakan yang diambil PB Forki menganulir hasil Rapat Kerja Nasional (Rakornas) PB Forki 2015 yang menyebutkan adanya pembatasan umur dan pengundian manual untuk PON 2016 Jabar itulah yang dipertanyakan. Kebijakan itu menunjukkan PB Forki mengabaikan suara mayoritas anggotanya.

BACA JUGA: Pelatih Ini Nilai Timnya Layak Dapatkan Keberuntungan

Dengan adanya kebijakan baru itu, maka atlet yang berusia di atas 30 tahun bisa tampil. Ini jelas merusak proses regenerasi atlet. Sedangkan drawing elektronik mengesampingkan asas keadilan karena saat diujicoba pada KSAD Cup beberapa waktu lalu pun hasilnya berantakan. Dengan demikian, drawing manual dinilai menjadi pilihan terbaik.

Dalam surat resmi yang ditembuskan kepada Ketua Umum PB FORKI, Ketua Umum PB PON, Gubernur DKI Jakarta, Ketua Umum KONI Pusat,  dan Ketua Umum FORKI DKI Jakarta disebutkan  ada tiga poin tuntutan. Pertama, meminta mengganti sistem penyediaan pengundian wasit dan juri yang akan memimpin pertandingan dengan sistem manual.

BACA JUGA: Agen Menyesal Ikuti Keingingan Balotelli Tinggalkan City

Kedua, memohon agar anggota dewan wasit dari Jawa Barat tidak ditempatkan pada Tatami Manajer (TM). Serta meminta agar pada saat atlet DKI bertanding tidak menggunakan wasit/juri dari tuan rumah supaya tidak menimbulkan ketidakobyektifan dan merugikan tim lain, khususnya DKI Jakarta.

Selain DKI Jakarta, Dody mengatakan, sejumlah Pengprov Forki lain juga mengajukan keberatan serupa, seperti Maluku, Sulawesi Selatan, Papua, dan Banten. Jika kebijakan PB Forki itu tetap dijalankan,  

Dody mengaku khawatir saat pertandingan PON 2016 Jabar berlangsung dengan memperebutkan 16 medali emas, akan banyak protes yang terjadi karena hasil pertandingan yang tidak adil. Sayang, Dody enggan menyebut Pengprov lain yang juga memprotes hasil tersebut.

Yang jelas, kecurangan di dalam gelaran karate PON ini membuat Ketua Umum PB Forki, Gatot Nurmantyo kesal. Bahkan, Gatot tidak mau memngalungi medali kepada pemenang dan memberikan jempol terbalik kepada wasit seraya meninggalkan lokasi pertandingan.

Tak hanya itu. Di kelas kumite beregu putra dan putri, DKI disebut belum mendaftarkan para atletnya yang akan tampil. Padahal, hal itu sudah dilakukan. Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya panpel pun memasukkan nama atlet DKI di kelas kumite.

"Kami kesal. Kami merasa dicurangi sejak awal. Bahkan sejak Pra-PON. Hal seperti ini sudah disetting semua oleh tuan rumah. Karena itu, jika sampai malam ini (tadi malam,.Red) belum ada tanggapan dari panpel maupun PB PON, kami akan walkout dari PON," tegas Dody. (bam/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Roma Tak Layak Kalah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler