jpnn.com, JAKARTA - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid mengatakan Indonesia memiliki Hari Santri yang diperingati setiap 22 Oktober. Tanggal ini merujuk pada terbitnya Resolusi Jihad, 22 Oktober 1945.
Resolusi tersebut menyulut semangat juang para santri dan masyarakat untuk mempertahankan NKRI dari ancaman pendudukan kembali tentara sekutu Belanda dan Inggris (NICA).
BACA JUGA: Memperingati Hari Santri, Ahmad Muzani Bersilaturahmi ke Pesantren Tebuireng
Menurut Zainut, jihad para santri masa kini makin berat. Selain kemampuan ilmu keislaman (tafaqquh fi al-din), santri juga diharapkan memiliki keluasan cakrawala dalam beragam perspektif keilmuan umum.
Kalau dahulu berhadapan dengan penjajahan Belanda, tantangan santri saat ini jauh lebih kompleks.
BACA JUGA: Tak Terima Anaknya Divaksin, Ibu Ini Mengancam Bugil di Sekolah, Alamak!
Mereka akan bergelut dengan isu-isu sosial kemasyarakatan, lingkungan, politik, ekonomi, dan kebangsaan yang lebih rumit dibanding masa lalu, termasuk tantangan revolusi industri 4.0.
“Santri abad ke-21 harus memiliki keterampilan literasi digital (digital literacy), di samping literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewargaan,” terang Wamenag Zainut dalam bicara kekinian mencari solusi (Bikin Risol) JPNN.com bertajuk Tetap Menyantri di Masa Pandemi, Kamis (21/10).
BACA JUGA: Konon Presiden Jokowi Bakal Jajal Sirkuit Mandalika Pakai Motor Bobber, Kapan?
Lanjut dikatakannya, dunia saat ini tengah memasuki periode perubahan transformatif (transformative change) dan pergeseran besar (megashift) dalam pelbagai aspek kehidupan.
Segala sesuatu telah mengalami proses mediatisasi, digitalisasi, virtualisasi, otomatisasi, robotisasi, mobilisasi, dan deteritorialisasi.
Berbagai bentuk teknologi digital telah berkembang, antara lain kecerdasan buatan (artificial intelligence), data besar (big data), buku besar digital (blockchain), komputasi awan (cloud computing), Internet untuk Segala (Internet of Things atau IoT), pembelajaran mesin (machine learning), aplikasi seluler (mobile applications), nanoteknologi (nanotechnology), dan sebagainya.
Revolusi digital diperkirakan akan menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia, yang diestimasi terjadi sampai 2030 karena digantikan oleh mesin.
"Hal ini bisa menjadi ancaman dunia termasuk bagi Indonesia sebagai negara yang memiliki angkatan kerja dan angka pengangguran yang cukup tinggi,” ucapnya.
Kondisi saat ini memaksa semua pihak untuk melakukan akselerasi pemahaman dan penguasaan terhadap teknologi, tidak terkecuali para santri.
Mengutip pesan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, Wamenag Zainut mengatakan santri milenial tidak cukup hanya pintar mengaji.
Lebih dari itu, santri harus mempunyai daya hidup dan kreativitas agar siap memasuki dunia industri dan dunia usaha.
Agar lebih kontributif dalam memecahkan masalah yang kompleks pada abad ke-21, santri milenial juga harus dapat berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan mampu berkolaborasi.
Oleh sebab itu, proses pembelajaran di pesantren, selain tetap berorientasi tafaqquh fi al-din, semestinya juga terus disesuaikan agar selalu relevan dengan perkembangan zaman, tuntutan dunia industri dan usaha, serta potensi kaum milenial dalam penghidupan di masa depan.
“Para ustaz di pesantren makin penting untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter kepada santri, yaitu karakter religius dan jiwa fastabiqul khairat atau berlomba-lomba untuk kebaikan,” pungkasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Cegat Mobil Kijang Innova, Setelah Dicek, Negara Rugi Rp 13 Miliar
Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Mesya Mohamad