Wapres Ma'ruf Akui Pembukaan Sekolah adalah Kebijakan Dilematis

Kamis, 25 Juni 2020 – 13:47 WIB
Wapres Ma'ruf Amin. Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin mengatakan kebijakan membuka aktivitas belajar mengajar di sekolah saat pandemi Covid-19 menjadi sebuah dilema bagi pemerintah.

Sebab, anak-anak juga harus diberi perlindungan kesehatan.

BACA JUGA: Anak Belajar dari Rumah, Alat Keperluan Sekolah Tetap Perlu Penyegaran

“Pembukaan kegiatan sekolah, madrasah dan perlindungan kesehatan menjadi dilema yang sangat sulit bagi Pemerintah. Hasil studi di beberapa negara menunjukkan bahwa gangguan pada pendidikan dapat menyebabkan dampak jangka panjang terutama bagi kelompok rentan," ucap Kiai Ma'ruf.

Hal itu diungkapkan Wapres Ma'ruf Amin dalam webinar bertajuk “Madrasah Diniyah Takmiliyah: Hambatan dan Harapan Menghadapi New Normal” yang diselenggarakan oleh DPP Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKTD), Rabu (24/6).

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: GNPF Cari yang Mengaku Aku Pancasila, Ancaman Ganjar, Bendera PDIP Dibakar

"Bagi kelompok ini, pendidikan tidak hanya memberikan keamanan dan perlindungan tetapi yang lebih penting adalah juga harapan untuk masa depan,” lanjut Wapres.

Ketua umum nonaktif Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu mendorong lembaga yang bertanggung jawab di bidang pendidikan berinovasi dalam mencari solusi metode pembelajaran bagi siswa dan santri yang efektif terlebih dalam memasuki masa Tatanan Normal Baru (New Normal).

BACA JUGA: Ganjar Menemukan Banyak Modus Menyimpang di PPDB 2020, Siap Laporkan ke Mas Nadiem

"Misalnya dengan inovasi bentuk pembelajaran kelompok-kelompok kecil dan penyesuaian kurikulum dengan format pembelajaran jarak jauh. Ini perlu dilakukan karena adanya perbedaan karakter antara belajar tatap muka dengan belajar jarak jauh,” jelas Wapres.

Dia menekankan pentingnya melindungi dan menjamin hak para peserta didik di masa normal baru.

Sebab, jumlah siswa Madrasah Diniyah Takmiliyah sangat besar yakni 6.369.382 orang santri dari 86.390 lembaga di seluruh Indonesia.

Jumlah tenaga pendidiknya 451.823 orang sehingga diperlukan perhatian yang serius dari seluruh pihak terkait.

Untuk diketahui, penerapan tantanan normal baru memiliki tantangan tersendiri bagi pesantren dan sekolah keagamaan berbasis asrama.

Mengingat masih banyak pesantren yang memiliki sarana dan prasarana yang sangat minim, serta belum ada standar baku perbandingan jumlah santri dan luas kamar tidur sehingga sangat sulit untuk menerapkan physical distancing.

Di sisi lain, lanjut Wapres, selama ini belajar di rumah masih menimbulkan persoalan ketidaksetaraan di mana banyak rumah tangga yang tidak dapat memiliki akses terhadap internet.

Menurut SUSENAS-BPS tahun 2018, ada sekitar 61% anak tidak memiliki akses daring di rumahnya.

Untuk itu, perlu disiapkan bagaimana belajar di rumah dapat tetap efektif dan anak dapat terlayani pendidikannya dengan menyesuaikan kondisi anak, ketersediaan koneksi internet, infrastruktur, dan fasilitas untuk belajar berbasis daring, terutama di wilayah yang akses internet sangat terbatas.

"Terkait hal ini, pemerintah sedang menyiapkan kebijakan dan langkah untuk memberikan fasilitas yang diperlukan guna mendukung pelaksanaan pembelajaran jarak jauh,” tandasnya.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler