jpnn.com, JAKARTA - Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mengeklirkan mengenai isu khilafah dalam sebuah wawancara melalui video konferensi dari kediaman resmi Wapres, di Jakarta Senin (9/11).
Dalam acara yang bertemakan “Toleransi Kunci Perdamaian” itu, Kiai Ma'ruf berpendapat ada mispersepsi yang terjadi dan perlu klarifikasi terkait isu khilafah.
BACA JUGA: Komunitas Sarjana Hukum Muslim Menanggapi Omongan Menag soal Khilafah, Waduh
Saat itu, Wapres Ma'ruf menyatakan ada dua hal yang perlu dijelaskan mengenai konsep tersebut.
"Pertama, memang ada mispersepsi tentang khilafah. Ada pemahaman bahwa sistem dalam Islam itu harus khilafah," ucap Wapres Ma'ruf Amin dikutip dari siaran pers Setwapres, Senin malam.
BACA JUGA: Habib Rizieq Sudah di Bandara Jeddah dan Lewati Imigrasi Arab Saudi
Padahal, lanjutnya, sistem khilafah memang ada dalam Islam, diterima di negara Islam, tetapi sistem kerajaan juga ada yang menerimanya seperti di Arab Saudi. Itu karena kesepakatan di sana adalah sistem kerajaan.
"Sistem republik juga ada, selain di Indonesia, di Pakistan, Iran, Turki, Mesir, jadi disepakati juga oleh ulama di sana. Jadi bukan berarti bentuk negara republik itu tidak Islami,” terang Kiai Ma'ruf.
BACA JUGA: Mahfud MD: Pengikut Habib Rizieq Pasti Baik-baik, Revolusi Akhlak
Kedua, kata ketua nonaktif Majelis Ulama Indonesia ini, adanya pemahaman seakan-akan Indonesia ini masih bisa digonta-ganti adalah salah. Sebab, tegasnya, kesepakatan hukumnya mengikat.
Selain itu, umat Islam juga diajarkan untuk berkomitmen menjaga kesepakatan atau memenuhi perjanjian.
“Orang Islam itu harus patuh pada perjanjian yang mereka buat,” tegas Wapres.
Dalam sesi wawancara itu, Wapres Ma'ruf Amin menekankan kembali bahwa pendapat yang menyatakan bentuk negara Indonesia saat ini membuat umat Islam tidak dapat menjalankan syariat Islam adalah padangan yang keliru.
Dalam pendapatnya, Wapres menyatakan bahwa sebagian besar syariat Islam telah tertuang dalam hukum perundang-undangan negara.
“Di dalam masalah muamalah, bahkan bukan hanya boleh, tetapi diberi undang-undangnya. Sudah ada undang-undang tentang jaminan produk halal, makanan halal," jelas Kiai Ma'ruf.
Kemudian, dalam pengamalan akidah juga sudah ada aturannya, bahkan mungkin masalah Jinayat.
"Memang belum seluruhnya, itu yang masih debatable (masih bisa diperdebatkan) itu (yang belum), beberapa tafsir. Tetapi sebagian besar sudah ada pada sistem kenegaraan,” tandas Kiai Ma'ruf.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam