Wapres Patung

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jumat, 12 November 2021 – 17:14 WIB
Wapres Maruf Amin Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Mahasiswa tidak pernah kehabisan ide untuk menyalurkan kritiknya kepada kekuasaan.

Beberapa waktu yang lalu Presiden Jokowi dijuluki sebagai ‘’King of Lips Service’’, lalu Wapres Ma’ruf Amin dijuluki ‘’The King of Silence’’, dan Ketua DPR RI Puan Maharani sebagai ‘’The Queen of Ghosting’’.

BACA JUGA: Peparnas XVI: Respons Menpora Amali Setelah Disanjung Wapres Maruf Amin

Kali ini mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda menyebut Wapres Ma’ruf Amin sebagai ‘’Patung Istana Merdeka’’ dalam sebuah poster digital yang viral di media sosial beberapa hari ini.

Kasus ini menjadi makin viral karena Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Unmul, Abdul Muhammad Rachiem di-bully oleh banyak netizen dan menjadi korban doxing dan menerima berbagai ancaman. Polres Samarinda juga memanggil Rachiem untuk diperiksa dan diklarifikasi.

BACA JUGA: Wapres Sebut Indonesia Masih Menghadapi Ketidakpastian, Kenapa ya?

Kasusnya mirip dengan yang terjadi dengan BEM Universitas Indonesia (UI) yang beberapa waktu yang lalu menjuluki Jokowi sebagai The King of Lips Service. Kali ini otoritas Unmul juga memaksa mahasiswa mencabut unggahan itu dan meminta maaf kepada wapres.

Tindakan polisi Samarinda itu memantik reaksi keras dari berbagai kalangan. Isu ini kemudian berkembang luas menjadi isu politik.

BACA JUGA: Lihat Penampilan Wapres Maruf Amin Untuk Hadiri Sidang Tahunan

Partai Demokrat membela mahasiswa BEM dengan mengatakan bahwa penyebutan wapres patung sama saja dengan penyebutan wapres ban serep yang selama ini sudah menjadi kosa kata politik umum.

Sebutan ban serep itu sudah dianggap lazim sehingga publik menganggapnya bukan sesuatu yang merendahkan.

Wapres Boediono yang menjadi wakil SBY pada periode 2009-2014 dengan terang mengatakan bahwa jabatan wapres yang disandangnya selama lima tahun tidak lebih dari jabatan ban serep.

Sebutan ban serep mempunyai makna konotatif yang kurang mengenakkan. Ban serep hanya disimpan di bagasi dan hanya dikeluarkan sesekali jika ban utama kempes atau bocor. Itu pun hanya dipakai sementara saja. Kalau ban utama sudah diperbaiki maka ban serep akan kembali masuk ke bagasi.

Ban serep juga punya kualitas yang lebih rendah dari ban utama. Kalau ban utama tidak pernah bocor atau kempes maka ban serep akan tetap berada di bagasi, tidak disentuh dan akhirnya semua orang akan melupakannya.

Boediono bukan orang sembarangan. Dia seorang profesor ekonomi jempolan lulusan University of California, Berkeley, Amerika Serikat. Boediono sering disebut sebagai ‘’godfather’’ mafia Berkeley menggantikan posisi Widjojo Nitisastro yang menjadi godfather Mafia Berkeley di masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Sebutan Mafia Berkeley melekat kepada para arsitek ekonomi Orde Baru seperi Ali Wardhana, B.J Sumarlin, Emil Salim, dan ekonom seangkatan mereka yang berpusat di UI di bawah pimpinan Widjojo Nitisastro sebagai ‘’the godfather’’.

Mereka adalah para ekonom yang mengikuti mazhab neo-liberal yang sangat pro-pasar dan sangat dekat dengan Amerika. Di bawah kebijakan tim Mafia Berkeley ini ekonomi Orde Baru tumbuh dengan konsisten rata-rata tujuh persen setiap tahun dan menempatkan Indonesia sebagai salah satu Macan Asia.

Namun, kemudian keberhasilan ekonomi Indonesia seperti tersapu angin karena krisis moneter pada 1998. Rezim Soeharto kehilangan dukungan dari Amerika dan akhirnya jatuh setelah berkuasa selama 32 tahun.

Sepeninggalan Widjojo, tongkat estafet Mafia Berkeley beralih kepada Boediono yang dianggap sebagai ‘’the new godfather’’. Anak-anak didik Boediono seperti Sri Mulyani Indrawati, Chatib Basri, Raden Pardede, dan beberapa lainnya mendapatkan posisi strategis pada kabinet SBY.

Pada periode kedua kepemimpinan SBY, Boediono kemudian diangkat sebagai wakil presiden. SBY sangat pede dalam pilpres 2014 sehingga berani menyingkirkan Jusuf Kalla (JK) yang sebelumnya menjadi wapres.

JK kemudian maju sebagai capres menggandeng Wiranto, tetapi kalah oleh pasangan SBY-Boediono.

Sebagai wapres sekaligus godfather baru Mafia Berkeley seharusnya posisi Boediono kuat. Toh, di akhir masa jabatan Boediono mengakui bahwa posisinya sebagai wapres tidak lebih sebagai ban serep.

Sebutan mafia dan ban serep adalah sebutan yang terkesan merendahkan. Namun, karena kosa kata itu sudah menjadi kosa kata politik umum maka tidak tidak ada nada merendahkan dengan penyebutan itu.

Sekarang pun Menteri Keuangan Sri Mulyani sering disebut sebagai bagian dari Mafia Berkeley, dan Sri Mulyani pun biasa-biasa saja menanggapi sebutan itu.

Jusuf Kalla justru yang tidak sepakat dengan julukan ban serep. Menurut JK jabatan wapres sangat strategis sebagai mitra presiden dalam merumuskan kebijakan nasional. Wapres adalah penguasa kedua dalam hirarki politik nasional. Begitu kata JK.

Semasa menjabat wapres pada periode pertama SBY, JK memang dikenal sangat aktif. Bahkan banyak kalangan menyebut JK sebagai presiden bayangan. Selama berkuasa SBY dikenal sebagai presiden yang sangat hati-hati dalam mengambil keputusan. Karena itu SBY sering disebut lamban dalam mengambil keputusan.

JK sering mengambil inisiatif untuk mengisi kekosongan akibat kelambanan SBY. Sikap JK yang aktif dan penuh inisiatif ini seringkali dianggap melampaui kewenangannya sebagai wapres.

SBY pun sering dibuat gerah oleh ulah JK dan memutuskan untuk membuangnya pada periode kedua.

Kapasitas dan kapabilitas JK memang berlebih sebagai wapres. Namun, kapabilitas JK ternyata tidak cukup untuk menjadi presiden. Karena itu JK punya spesialisasi sebagai capres dan memecahkan rekor sebagai satu-satunya tokoh yang menjadi wapres pada dua presiden yang berbeda.

Selama mendampingi Jokowi pada periode pertama performa JK dianggap cukup memuaskan. JK yang kuat dalam memegang portofolio ekonomi bisa memainkan peran yang tepat sebagai pendamping Jokowi.

Ketika Jokowi maju kembali untuk periode kedua dalam pilpres 2019, nama JK masih diperhitungkan. Namun, realitas persaingan politik yang keras memaksa Jokowi mengambil Ma’ruf Amin sebagai upaya untuk mencari dukungan dari pemilih Islam.

Ma’ruf Amin tentu beda dengan JK yang sudah sangat sarat pengalaman. Ma’ruf Amin sering dianggap sebagai pelengkap di pemerintahan Jokowi dengan peran politik yang relatif marginal.

Ma’ruf Amin tidak banyak terlibat dalam memberikan komentar terhadap masalah-masalah aktual. Karena itu para mahasiswa menjulukinya sebagai ‘’The King of Silence’’ karena lebih sering diam.

Kali ini para mahasiswa menyebutnya sebagai Patung Istana karena dianggap tidak pernah bicara dan tidak pernah mengambil inisiatif. Sebutan ini mirip dengan julukan ‘’the king of silence’’ karena sama-sama menganggap wapres lebih sering hening tanpa suara.

Para mahasiswa Unmul bersikukuh dengan sebutan itu dan menolak mencabut posting mereka di medsos. Pemanggilan polisi terhadap mahasiswa justru memantik reaksi keras dari banyak kalangan. Polisi dianggap lebay dengan pemanggilan itu dan dianggap memberangus kebebasan mahasiswa untuk berendapat.

Partai Demokrat dengan tangkas membela para mahasiswa. Benny Kabur Harman, wakil ketua umum Partai Demokrat mengatakan, sebutan patung wapres bukan kritik personal kepada wapres Ma’ruf Amin, tetapi merupakan kritik terhadap sistem tata negara yang menempatan posisi wapres sebagai ban serep.

Di mata Partai Demokrat, sebutan patung dan ban serep sama saja. Tidak ada unsur penghinaan dalam penyebutan itu, karena selama ini posisi wapres memang hanya menjadi ban serep yang lebih sering diam seperti patung.

Selain mengkritik kekuasaan, Partai Demokrat kelihatannya juga sekaligus membuat pengakuan dosa, karena secara tidak langsung mengakui pernyataan Boediono sebagai wapres ban serep di masa SBY.

Nasib Ma’ruf Amin di bawah Jokowi, mungkin, sama saja dengan nasib Boediono di bawah SBY. Dua orang itu harus menerima takdir politik. Boediono dianggap sebagai wapres ban serep, dan Ma’ruf Amin sebagai wapres patung. (*)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler