Warga di Kawasan Penjarahan Minyak di Sumsel yang Hidup di Antara Pencemaran dan Kecemasan

Mengungsi Seminggu setelah Pipa Depan Rumah Bocor

Jumat, 12 Oktober 2012 – 01:08 WIB
Sungai simpang tungkal yang tercemar minyak akibat Illegal Taping di desa Simpang Tungkal, Kabupaten Musi Banyuasin , Minggu (7/12/12). Sungai ini tercemar sejak maraknya illegal taping di desa tersebut. Foto : Fedrik Tarigan/Jawa Pos

Pencemaran akibat penjarahan minyak menyebabkan sumber air bersih sekaligus kesehatan warga terganggu. Mereka rata-rata tahu siapa pencurinya, tapi memilih bungkam karena diancam.

TITIK ANDRIYANI, Musi Banyuasin
   
SEJAK sebelum bulan Puasa lalu warga Desa Simpang Tungkal, Kecamatan Tungkal Jaya, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, tak bisa lagi memanfaatkan air sungai yang mengaliri desa mereka. Maklum, air sungai tersebut tercemar akibat pencurian minyak (illegal taping) yang marak terjadi di sepanjang jalur pipa minyak Tempino-Plaju, Sumatera Selatan.

"Pipanya jebol dibolong orang. Jadi, sudah dua bulan kami tidak bisa mandi dan cuci pakaian di sungai ini," keluh Solikhah, salah seorang warga, yang diamini ibu-ibu lain ketika ditemui Jawa Pos seusai pengajian di musala desa setempat, Minggu lalu (7/10). Tempat mereka mencuci dan mandi biasanya di bagian sungai yang mengalir tak jauh dari musala tersebut.

Parahnya lagi, sumur warga juga terkena dampak penjarahan itu. Alhasil, untuk mandi dan kebutuhan sehari-hari, warga harus membeli air. Satu tangki air seharga Rp 170 ribu. "Itu bisa dipakai mandi dan mencuci pakaian seminggu," tutur Jamiatun, warga lain.

Kesulitan yang dialami penduduk Simpang Tungkal itu hanyalah salah satu dampak buruk yang terjadi di sepanjang jalur pipa Pertamina di dekat perbatasan antara Sumatera Selatan dan Jambi. Mereka tak ikut menjarah minyak, tapi terkena getahnya.

Selain kesulitan mendapatkan air bersih, mereka harus hidup dalam kecemasan terhadap kemungkinan kebakaran atau ledakan. Belum lagi suasana ketakutan karena intimidasi para pencuri.

Peristiwa di Kampung Srimaju, Kelurahan/Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, pada 3 Oktober lalu adalah contohnya. Delapan orang tewas akibat ledakan di kolam tempat menampung minyak jarahan.

Sebelum peristiwa yang menyedot perhatian nasional itu, pasangan suami-istri Yakub-Siti Rodiyah yang tinggal di Kampung Letang, Kecamatan Babat Supat, Kabupaten Musi Banyuasin, bahkan sudah pontang-panting. Juni lalu minyak menyembur dari pipa yang melintas di depan rumah mereka.

Mereka lari ketakutan karena khawatir tumpahan minyak itu menyulut kebakaran atau memicu ledakan. Kekhawatiran itu memang akhirnya tak terjadi. Tapi, mereka harus mengungsi seminggu ke masjid desa.

Selain itu, minyak yang mencemari lingkungan tersebut juga memengaruhi kesehatan. Yakub jadi sering terbatuk-batuk hingga badan menggigil. Dia pun sempat dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sekayu di Kabupaten Sekayu.

"Saya ngamar (opname, Red) di Sekayu tiga hari. Batuk-batuk terus, dada sesak, dan tidak bisa buang air," ungkapnya.

Kejadian semburan minyak pada Juni lalu itu memang yang pertama. Namun, Yakub dan Siti sudah lama khawatir bahwa hal itu bakal terjadi. Sebab, setahun terakhir ini beberapa orang yang tidak dikenal kerap membocori pipa di sepanjang kampungnya. Termasuk pipa di depan rumah mereka.

Aksi tersebut, kata Yakub, selalu dilakukan pada malam hari, antara pukul 01.00 hingga 02.00. Yakub tidak tahu persis aksi mereka. Sebab, setiap kali mendengar deru mobil masuk di jalan pinggir rumah mereka menuju hutan, keduanya langsung mematikan lampu dan pura-pura tidur. "Kami tak mau berurusan. Daripada ada apa-apa, lebih baik pura-pura tidur," ungkapnya

Yakub dan istrinya mengaku serbasalah. Mereka tahu betul bahwa orang-orang itu telah mengebor pipa minyak di depan rumah dan menyalurkannya melalui slang menuju sebuah kendaraan yang diparkir di dalam hutan. "Tapi, kami nggak berani. Kalau sudah dengar suara dong-dong (bunyi orang memukul pipa, Red), kami langsung masuk kamar," timpal Siti.

Sudah berusaha tak ikut campur saja, mereka masih sempat berurusan dengan polisi. Pascasemburan minyak pada Juni lalu itu, Yakub juga dimintai keterangan oleh pihak kepolisian.

Namun, tak banyak keterangan yang bisa mereka berikan. "Polisi bilang mustahil jika kami tidak tahu. Kami mau diajak ke polda, tapi nggak jadi," ujar Yakub yang kebetulan ketua RT setempat.

Yakub mengatakan, bukannya dia tak bersedia membeberkan kesaksian kepada kepolisian. Tapi, dia memang tidak tahu detail prosesnya. Apalagi, kata dia, warga kadang diancam para pencuri. "Kadang warga diancam. Kami tidak tahu mereka dari mana," ujarnya.

Yakub dan istrinya juga tidak berani bertindak macam-macam. Apalagi, mereka hanya perantau yang baru pindah di daerah itu pada 2005. Mereka asli Jawa Timur dan memutuskan transmigrasi ke Sumatera pada 1985.

Saat itu mereka memutuskan pindah ke Karang Agung, Musi Banyuasin, dan berkebun. "Tapi, tidak berhasil," ungkap Siti.

Lalu, mereka pindah ke Babat Supat, Banyuasin dan membuat batu bata. Usaha itu ternyata sukses. Saat ini mereka memiliki rumah cukup luas dan bisa menyekolahkan anak-anaknya.

Menurut catatan PT Elnusa Jambi, operator pipa Pertamina di jalur Tempino-Plaju, pencurian minyak itu berlangsung sejak 2009. Namun, saat itu baru muncul 12 kejadian. Desa-desa yang menjadi lokasi pencurian adalah Letang, Langkan, Babat (masing-masing dua kali kejadian), serta Sei Lilin, Sindang Marga, Lubuk Karet, Gajah Mati, Simpang Tungkal, dan Lubuk Lancang dengan sekali kejadian.

Seperti Yakub-Siti Rodiyah, warga di empat dusun yang masuk Desa Simpang Tungkal itu kebanyakan pendatang, terutama dari Jawa Tengah. Mereka memilih tak berurusan dengan para pencuri karena kerap diintimidasi.

"Mereka (para pencuri) bilang, kami tidak mengganggu warga. Tapi, kalau warga macam-macam, matek (mati)," ucap Solikhah yang berasal dari Salatiga, menirukan ucapan para pencuri.

Padahal, ulah para maling itu sudah sedemikian meresahkan. Mereka menyebabkan terjadinya dua titik kebocoran di pipa. Yang satu menyembur ke kebun karet dan satu lagi mengalir ke gorong-gorong menuju sungai. Buntutnya terjadi pencemaran warga tak bisa memanfaatkan air sungai dan sumur tadi.

Pipa pertamina itu bocor karena dilubangi menggunakan gergaji. PT Elnusa Jambi yang bertanggung jawab baru saja mengelasnya. Namun, bekas lubang masih terlihat.

"Waktu itu pencurinya sempat ketahuan. Tapi, mereka kabur dan mobilnya ditinggal," cerita Solikhah.

Sejak peristiwa itu, Solikhah dan suami mendapat pekerjaan untuk mengawasi pipa di sepanjang kampung itu oleh Elnusa. "Jaga semalam diberi Rp 65 ribu selama beberapa bulan," bebernya.

Sejatinya, Solikhah kerapkali mendengar suara orang ngebor pipa pada malam hari. Kejadian itu sering terjadi. Tapi, dia tidak berani keluar untuk mencari tahu. "Rawan di sini. Daerah Sungai Lilin dan Banyuasin tempat pencurian terbesar," ungkapnya.

Siapakah para pencuri itu? Ditanya demikian, Solikhah dan Jamiatun hanya berpandangan dan tersenyum. "Adalah. Bukan warga sini karena di sini mayoritas pendatang. Mereka justru benar-benar penduduk asli yang datang dari berbagai wilayah antara Palembang-Jambi," tuturnya.
   
Para warga pendatang di Desa Simpang Tungkal rata-rata membuka kebun karet. Boleh dibilang mereka cukup sukses. Sholikah, contohnya, punya kebun karet 40 hektare. Sedangkan milik Jamiatun 15 hektare. "Kami orang Jawa nggak mau mencuri. Cari rezeki sedikit demi sedikit yang penting halal," ucap perempuan asli Salatiga itu.

Tak cuma dari Jawa, ada pula yang datang dari Padang, Sumatera Barat, seperti Irdawati. Sudah dua tahun dia pindah dan membuka toko di pinggir jalan. Tokonya cukup ramai.

Di Banyu Lencir, kata Irda, juga mayoritas dihuni pendatang. "Pokoknya campuran. Ada dari Jawa, Padang, Palembang, dan Medan," ujar perempuan berusia 40 tahun itu.

Mengenai pencurian minyak, Irda sebenarnya tahu siapa saja yang terlibat. "Tapi, saya nggak mau ikut campur. Yang penting saya nggak ikut-ikutan dan ingin mencari rezeki dengan halal," ucapnya. (*/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perjuangan Sastrawan Putu Wijaya Melawan Pendarahan Otak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler