jpnn.com, JAKARTA - Warga Jakarta menjadi korban dari terjangan banjir dahsyat pada awal tahun 2020. Warga terdampak banjir sangat merasakan getir betapa mereka tidak berdaya oleh kesalahan yang pemerintah propinsi (pemprov) Jakarta dalam mengelola anggaran. Hal ini berdampak pada masyarakat miskin makin terpuruk.
“Kalau saja kita keliling sekadar menyusuri kampung-kampung yang terkena dampak banjir parah jakarta, misalnya ekat kampus Universitas Borobudur Kalimalang- Jakarta Timur, maka sangat jelas terlihat korbanya tidak sedikit, mulai dari bantal, bantal guling, kasur, sopa, kursi dan peralatan elektronik,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA) Samuel F. Silaen kepada awak media di Jakarta, kemarin.
BACA JUGA: Gegara Banjir, Pengelola Objek Wisata Ini Rugi Rp1 Miliar Lebih
Menurut Silaen, bagi warga yang penghasilannya pas-pasan, banjir yang 'menghantam' rumah dan seisinya, dirasakan betul sebagai penderitaan baru. Harta bendanya habis, karena sudah tidak bisa digunakan lagi.
“Inilah penderitaan warga Jakarta karena pengelolaan anggaran yang ‘ugal-ugalan’,” tegas Silaen.
BACA JUGA: 500 Prajurit TNI Bantu Bersihkan Sampah Sisa Banjir di Cibitung
Anggaran Jakarta yang mencapai puluhan triliun tak mampu digunakan secara maksimal oleh Pemprov DKI untuk menyejahterakan rakyatnya. Anggaran penganangan banjir yang diduga dipotong merupakan bukti nyata Jakarta dikelola tanpa arah, malah mementingkan balapan formula yang jauh dari kebutuhan warga Jakarta.
Menurutnya, Jakarta punya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang banyak jika dibandingkan dengan APBD propinsi lain, tetapi APBD yang banyak tak ada jaminan dapat mengatasi Banjir. “Harus disadari bahwa selama Gubernur Anies memimpin Jakarta di awal-awal diuntungkan oleh peninggalan gubernur sebelumnya,” ungkap Silaen.
BACA JUGA: Patut Ditiru, Anggota Polres Cianjur Galang Dana Bantu Korban Banjir
Menurutnya, mengapa belum merasakan langsung dari terjangan banjir karena ibarat penyakit itu belum langsung kronis, tetapi seiring berjalannya waktu penyakit itu pun menumpuk. Butuh waktu berproses hingga masuk kepada stadium berat.
“Itulah yang sedang terjadi di Jakarta Raya ini,” ujar Silaen.
Jadi beda ketika Jokowi-Ahok menjabat jadi Gubernur tidak lama dari waktu pelantikannya, Jakarta kena banjir parah, itulah "residu" peninggalan dari Gubernur sebelumnya, karena belum sempat ditangani/kerjain.
“Beda dengan banjir parah awal 2020, ada proses 'penyakit' banjir yang mulai menumpuk yang dibiarkan Anies tanpa ditangani, jika saja diurus dengan baik maka banjir itu tidak akan separah sekarang (1/1/2020),” papar Silaen.
Menurut Silaen, Anies layak dituntut oleh warga Jakarta untuk mengganti semua kerugian yang dialami warga Jakarta pasca-banjir.
“Ini kesalahan fatal pemerintah propinsi DKI Jakarta, ini akibat yang disengaja dan salah urus. Inilah alasan kuat mengapa harus di bawa ke pengadilan agar bisa dibuktikan,” tandas Silaen.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich