Wartawan asal Timor Leste Raimundos Oki saat ini sedang berada di Australia, dan selama sepekan terakhir mengikuti berbagai kegiatan di ABC sebagai bagian dari program magang Departemen Luar Negeri Australia.
Raimundos Oki sekarang bekerja sebagai wartawan harian Timor Post di Dili. Selama dua tahun terakhir menjadi pemberitaan baik di Timor Leste dan juga di kalangan internasional, karena masalah hukum yang dihadapinya.
BACA JUGA: Tahanan Imigrasi di Pulau Manus Akan Terima Kompensasi Rp 700 Miliar
Lahir di Oekusi, Oki nama panggilan akrabnya, menjalani pendidikan sekolah dasar dalam bahasa Indonesia ketika Timor Timur masih bagian dari Indonesia.
Setelah Timor Leste mendapatkan kemerdekaan dari hasil referendum di tahun 1999, bahasa Indonesia tidak lagi menjadi bahasa resmi di negara tersebut.
BACA JUGA: Puluhan Instruktur Mengemudi di Australia Selatan Bermasalah
Warga menggunakan bahasa asli Tetun, bahasa Portugis (negeri yang pernah menjajah Timor Leste sebelumnya) dan bahasa Inggris.
Raimundos Oki sendiri masih fasih berbahasa dan menulis dalam bahasa Indonesia seperti dalam perbincangannya dengan wartawan ABC Australia Plus Sastra Wijaya mengenai kehidupannya sebagai wartawan di Timor Leste sekarang ini.
BACA JUGA: 30 Butir Peluru Mainan Pellet Bersarang di Kepala Anjing Ini
Sejak kapan menjadi wartawan dan mengapa tertarik menjadi wartawan?
Saya memulai profesi sebagai wartawan sejak tahun 2009 yang lalu.
Alasan menjadi wartawan karena ini mewartakan informasi dari berbagai kalangan masyarakat ke publik.
Apa latar belakang pendidikan dan keluarga di Timor Leste?
Saya tamat dari bangku SMU pada tahun 2007. Setelah itu tidak sempat masuk universitas karena kedua orang tua saya tidak mampu secara finansial.
Kemudian saya masuk seminari ordo Franciscan selama 2 tahun antara 2007 â 2009 namun saya keluar karena kami harus melanjutkan pendidikan di Portugal, dan keluarga saya tidak memiliki biaya untuk perjalanan ke sana.
Saya kemudian ikut kursus jurnalisme dasar selama satu bulan, dan akhirnya menjadi wartawan sampai sekarang.
Saya berasal dari keluarga petani. Kedua orang tua saya adalah petani murni.
Mereka tidak sekolah, tidak tahu menulis dan membaca. Kami terdiri dari 6 bersaudara, lima lakiâlaki, satu perempuan. Saya adalah anak urutan kedua.
Sekarang berkunjung ke Australia, apa yang ingin dipelajari selama berada di sini?
Pertama saya ingin melihat dari dekat bagaimana rekan-rekan wartawan ABC bekerja di kantor pusatnya di Southbank Melbourne dan bagaimana cara kerja (peliputan) wartawan ABC baik di lapangan maupun di dalam kantor.
Saya ikut dalam berbagai pertemuan editorial dari beberapa program yang ada di ABC.
Selain itu juga saya mengikuti beberapa pertemuan yang diselenggarakan oleh masyarakat Timor Leste yang ada di Melbourne. Saya juga berbicara di beberapa forum yang dihadiri oleh wartawan dan serikat pekerja wartawan di Australia berbagi pengalaman atas apa yang terjadi Timor Leste.
Bagaimana kehidupan umum di Timor Leste sejak merdeka tahun 1999?
Kehidupan umum di Timor Leste sekarang dalam situasi yang aman setelah terjadinya krisis politik militer tahun 2006 â 2007.
Masyarakat pada umumnya sudah lebih dewasa dalam hal politik.
Salah satu bukti adalah pemilu presidensial pada tanggal 30 Maret lalu berjalan dengan aman dan tentram dan juga pemilu legislatif tanggal 22 Juli 2017 juga sangat aman sampai hari ini.
Bagaimana kehidupan pers sehariâhari di sana?
Posisi Timor Leste membaik dalam Indeks Kebebasan Pers 2016.
Timor Leste untuk pertamakalinya tembus peringkat 100 besar. Dan indeks kebebasan Pers Dunia (World Press Freedom Index) 2017 memberikan peringkat Timor Leste di urutan 98 negara yang mempunyai kebebasan pers.
Di kawasan Asia Tenggara, Timor Leste yang paling baik.
Walaupun index internasional tentang kebebasan pers di Timor Leste cukup baik tetapi proses paraktek dan impelementasinya masih buruk.
Petugas keamanan atau politisi kadang masih menggunakan kekerasan terhadap wartawan.
Beberapa bulan yang lalu polisi lalulintas memukul seorang reporter di tempat umum ketika meliput di lapangan dan kasus ini dibawa ke pengadilan.
Pengadilan di Dili telah menghukum anggota polantas ini 3 bulan penjara.
Di Timor Leste ada lima koran harian yaitu Timor Post, Suara Timor â Lorosaâe (STL), Diario Nacional, Timoroman dan Independente.
Juga ada tiga stasiun televisi Tevisão de Timor â Leste atau TVTL (milik pemerintah), Grupo Media Nacional TV atau GMN TV (milik swasta), TVE dan ETO TV termasuk juga ada beberapa radio komunitas. Raimundos Oki ketika berbicara Timor Leste dalam sebuah pertemuan di Melbourne
Foto: Sastra Wijaya
Anda pernah diajukan ke pengadilan oleh Perdana Menteri Timor Leste, apa yang terjadi?
Di tahun 2015 PM Timor Leste Rui Maria de Araújo menuntut saya ke pengadilan karena menurutnya saya telah mencemarkan namanya dalam berita saya.
Kasus ini bermula dari proyek data center di Gedung Kementerian Keuangan yang baru di Timor Leste.
Sebelumnya ada beberapa perusahaan IT dari Indonesia yang ikut tender dan proses tender cukup memakan waktu lama.
PM Rui Maria de Araújo telah menandatangani sebuah dokumen tentang proyek ini dimana ada sebuah perusahaan bernama PT. Sistem Indonesian Teknotama Mandiri.
Pada awal tahun 2015 de Araujo ditunjuk oleh Xanana Gusmão untuk mengantikannya sebagai PM dan pada pertengahan tahun Dewan Menteri bertemu dan memutuskan PT. Packet System Indonesian yang menjadi pemenang proyek
Saya mengakui bahwa ada kesalahan dalam berita yang saya muat karena salah kutip nama perusahaan.
PM Rui de Araujo menandatangi dokumen tentang PT. Sistem Indo Teknotama Mandiri, tetapi dalam berita saya bilang menandatangani PT. Packet Sistem Indonesia.
Berita ini dimuat 10 November 2015 di halaman 14 di harian Timor Post tempat saya bekerja.
Setelah adanya kesalahan, Timor Post memuat hak jawab PM Rui di halaman utama Timor Post dan membuat koreksi, tetapi PM Rui masih tidak puas.
Dia menggugat saya ke pengadilan karena dia menganggap dirinya bukan seorang Perdana Menteri tetapi sebagai seorang warga negara biasa yang mempunyai hak mutlak untuk menuntut saya.
Selama dua tahun lebih ada kampanye internasional untuk meminta dia untuk mencabut tuntutannya. Tetapi dia selalu menjawab bahwa dia tidak ada kekuasaan untuk mengintervensi pekerjaan pihak kejaksaan.
Namun di detikâdetik terakhir dia menulis surat ke pihak kejaksaan tinggi dan pengadilan dengan meminta kepada pengadilan untuk tidak boleh memenjarakan saya karena faktanya sudah diperbaiki.
Pengadilan sendiri menganggap surat PM Rui itu tidak etis karena sebenarnya tidak boleh menulis surat seperti itu dan akhirnya Pengadilan Dili membatalkan kasus ini tanggal 1 Juni 2017.
Apakah kasus ini tidak menyurutkan semangat anda untuk tetap menjadi wartawan?Â
Saya menganggap dengan kasus ini semakin meningkatkan gairah saya untuk tetap menjadi wartawan.
Negara kecil seperti Timor Leste sangat membutuhkan wartawan investigatif yang kuat dan tidak takut terhadap para politisi kotor.
Timor Leste mempunyai kekayaan alam yang sangat cukup untuk membangun negara kecil ini menjadi negara berkembang seperti negara lain di dunia. Tetapi kalau tidak ada kontrol sosial yang kuat maka susah bagi negara kecil ini untuk menjadi negara yang cepat berkembang.
Saya mengakui bahwa kondisi wartawan di Timor Leste masih sangat susah dan kesejahteraan wartawan juga belum bagus.
Namun kami sudah menunjukkan kemampuan dimana media berhasil membawa beberapa koruptor ke penjara.
Saya tidak boleh sebutkan nama mereka di sini. Tetapi ada bukti bahwa beberapa mantan anggota pemerintah ada yang sudah keluar dari penjara, ada yang sudah masuk penjara dan ada juga yang masih dalam proses persidangan.
Semuanya ini terjadi karena usaha wartawan Timor Leste yang telah membongkar kasusâkasus ini kemudian ditindaklanjuti oleh pihak kejaksaan dan disidang oleh pihak pengadilan.
Walaupun kondisinya sedikit rawan tetapi saya bangga menjadi wartawan di Timor Leste dan saya mencintai profesi ini.
Dengan perkembangan digital/internet sekarang ini, dan anda bekerja sebagai wartawan koran, apakah menurut anda keadaan ini akan bisa berlanjut seperti sekarang?
Dengan kehadiran internet sangat membawa pengaruh besar terhadap wartawan media cetak.
Di banyak negara wartawan sudah ada yang kehilangan pekerjaan kecuali di Timor Leste dimana para konsumen masih tergantung pada berita yang datang dari media cetak.
Tetapi juga sudah ada indikasi bahwa pada suatu saat, print media yang ada di Timor Leste akan menjadi mundur dan mengurangi wartawan karena orang akan lebih senang dan suka mengakses berita di digital media yang lebih cepat dan mudah di banding informasi di koran yang agak lama.
Dan saya yakin bahwa keadaan ini akan masih terjadi dan perubahan yang lebih besar lagi di digital media.
Untuk mengatasi situasi seperti ini, tergantung dari pada management di setiap media cetak untuk bisa berkompetisi dengan kehadiran internet.
Bagaimana perkembangan social media, dan media online di Timor Leste saat ini?
Mayoritas para pemuda dan orang dewasa di Timor Leste lebih menggunakan Facebook dibandingkan Twitter.
Pada tahun 2015, 13,4 persen penduduk Timor Leste sudah memiliki akses ke internet dengan sebagian besar pengguna menggunakan internet seluler.
Menurut Timor Telecom sekitar 94% penduduknya dapat mengakses layanan telepon seluler dan internet.
Saya bisa menyatakan bahwa perkembangan media online di Timor Leste masih minim dibanding dengan media online di Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sydney Selidiki Wabah Hepatitis A yang Menjangkit Warganya