Warteg Dipajaki Bakal Suburkan Pungli

Rabu, 01 Februari 2012 – 00:49 WIB

PEMBERLAKUAN pajak 10 persen bagi rumah makan/warung tegal (warteg) memerlukan pengawasan ketat. Pasalnya, oknum petugas di lapangan berpotensi menjadikan objek pajak itu sebagai lahan pungutan liar (pungli).

Selain itu, mekanisme pungutan pajak itu masih menggunakan pencatatan secara manual. Bahkan kebijakan itu menetapkan warteg beromzet Rp 200 per tahun atau Rp 540 per hari sebagai objek pajak. Padahal, keuntungan bersih yang didapat pedagang dari omzet tersebut berkisar antara Rp 70 ribu-100 ribu per hari.

"Jangan sampai ini hanya memperluas lahan pungli," ujar Anggota Komisi C (bidang perpajakan) DPRD DKI Ahmad Husin Alaydrus, Selasa (31/1).

Karena itu penetapan objek pajak dengan batasan omzet itu, sambung dia, harus diiringi dengan konsep pelaksanaan yang baik dan benar. "Kalau tidak ada mekanisme pemungutan pajak secara tepat, percuma saja. Tujuan menambah pendapatan daerah dari sektor pajak bisa tidak berjalan," tandas politisi Partai Demokrat itu.

Namun saat ditanyakan perihal penetapan objek pajak rumah makan dengan omzet Rp 200 per tahun relatif merugikan pedagang, Ahmad enggan mengomentari hal itu. Sebab aturan tersebut telah menjadi keputusan.

"Ini sudah dimasukan dalam aturan, mau gimana lagi. Yang penting sekarang adalah pengawasannya," katanya.

Seperti diketahui, revisi pajak warteg menuai kontroversi. Kalangan pedagang menolak keras. Sebab penetapan revisi jumlah omzet per tahun tidak dikomunikasikan dengan para pelaku usaha tersebut. Apalagi jumlah pedagang warteg di Jakarta mencapai sekitar 5.000-an. (rul/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ratusan Warga Tanah Tinggi Tabur Bunga di Tugu Tani


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler