Waspadai Cagub yang Ditunggangi Pelanggar HAM

Selasa, 14 Agustus 2012 – 20:45 WIB
JAKARTA -- Kalangan akademisi dan aktivis meminta publik mencermati aktor di balik calon gubernur DKI Jakarta, khususnya mereka yang ditengarai terlibat kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu. Akademis dan aktivis menyerukan agar pelanggaran HAM merupakan salah satu poin penting disorot publik dalam menentukan pilihannya.

Hal ini diungkapkan Dosen Fisip Universitas Al Azhar, Al Araf dan Wakil Ketua BEM UI 2012 Rosidi Rizkiandi saat  diskusi bertema "Sosok di Balik Layar Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta" di Gedung Paska Sarjana UI Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (14/8).

"Pemilukada DKI ini bisa jadi batu loncatan Pemilu 2014, bisa menjadi penyanggah mendukung satu calon. Karena itu, mari kita lihat siapa orang yang ada di belakang masing-masing pasangan, bukan hanya calonnya," kata Al Araf.

Menurutnya, itu yang harus benar-benar menjadi pertimbangan. "Kita harus kembali mengingat bahwa ada orang di belakang pasangan yang memiliki pelanggaran di masa lalu seperti pelanggaran HAM pada tahun 1998," kata Al Araf.

Menurutnya lagi, aktor-aktor di balik calon penting untuk diperhatikan, karena memberikan pengaruh besar terhadap pemenangan calon. "Tidak bisa dinafikan bahwa para calon yang dijagokan oleh orang-orang di belakang mereka akan menagih nantinya," ujar Direktur Program Imparsial, LSM pemerhati HAM, itu.

Al Araf menyatakan, permasalahan Jakarta yang kompleks seperti kemacetan, banjir dan lainnya diyakini tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat atau satu periode. "Siapapun terpilih. Masalah Jakarta memang gak bisa diselesaikan hanya dengan lima tahun tanpa campur tangan pemerintah seperti Kementerian PU untuk jalan hingga koordinasi dengan provinsi tetangga untuk persoalan banjir seperti Jawa Barat," katanya.

Menurut dia, siapapun gubernurnya kalau tidak dapat dukungan level nasional akan sulit menyelesaikan masalah ini. "Harus yang mempunyai jaringan ini," jelasnya.

Rosidi juga menegaskan, pentingnya perhatian pada pelanggar HAM yang menjadi aktor sukses atau pendukung cagub DKI. "Sangat penting sekali. Kalangan mahasiswa terutama aktivis pasti akan melihat itu," katanya seraya mengenang kasus 1998 saat mahasiswa turut menjadi korban pelanggaran HAM.

Diakui Rosidi, Pilkada DKI menarik disimak karena kedua cagub mempunyai poin plus tersendiri. Dia menilai, Foke dengan jaringan dan pemahaman yang lebih tentang Jakarta serta dukungan lima partai politik besar, seperti Demokrat, Golkar dan PKS. Sedangkan Jokowi yang didukung PDIP dan Gerindra memiliki sosok yang turun ke lapangan. "Seandainya Fauzi Bowo membuktikan peran mesin politik, namun jika Jokowi menang menggugurkan kekuatan partai politik," ucapnya.

Rosidi mengamini sulitnya menyelesaikan permasalahan Jakarta karena banyaknya kepentingan terlibat di dalamnya, termasuk pengusaha. Menurutnya, sosok Jokowi yang selama ini dilihat mampu dengan baik memimpin Solo pun diyakini akan mengalami kendala dan tak mampu menyelesaikan permasalahan Jakarta."Jokowi di Solo akan berbeda dengan Jokowi Jakarta," katanya.

Lebih jauh Al Araf mengatakan, mengenai tingginya angkat golput dalam Pilkada DKI terbagi menjadi dua jenis. Yaitu secara politis sebagai bentuk protes sosial yang tidak berpihak dan politis karena antipati. Disinggung mengenai calon gubernur terpilih pada Pilkada DKI kali ini, Al Araf menuturkan Foke akan mampu memenangkan jika lima mesin partai politik yang telah berkoalisi berjalan dengan baik. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Separoh Warga Sumut Belum Punya Pilihan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler