Waspadai Permainan Pengambilalihan Inalum!

Selasa, 19 Februari 2013 – 07:27 WIB
JAKARTA - Proses pengambilalihan pengelolaan PT Indonesia Aluminium (Inalum) dari konsorsium perusahaan Jepang, Nippon Asahan Aluminium (NAA), oleh pemerintah RI, memiliki sejumlah potensi permainan.

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengingatkan, kerugian bisa diderita pemerintah pusat dan daerah, jika proses pengambilalihan PT Inalum tidak diawasi secara ketat.

Potensi kerawanan yang utama terletak pada proses penentuan nilai buku PT Inalum, yang akan dijadikan dasar bagi jumlah uang yang harus dibayarkan pemerintah RI ke NAA.  Jika proses penentuan nilai buku tak transparan, maka bisa saja dibengkakkan, yang selisihnya kemudian masuk kantong oknum-oknum penguasa.

Marwan memberi perumpamaan. Misal nilai buku yang sesungguhnya USD 300 juta, bisa saja di-mark up, dinyatakan USD 500 juta. "Lantas yang diterima pihak perusahaan Jepang USD 400 juta. Yang USD 100 juta masuk tim nego. Itu bisa saja terjadi. Karena itu, IRESS mendesak agar soal nilai buku disebutkan ke publik secara transparan," ujar Marwan Batubara kepada JPNN di Jakarta, kemarin (18/2).

Kerawanan kedua, yang bisa merugikan Pemprov Sumut dan 10 Pemkab/Pemko di sekitar Danau Toba, adalah soal model pengelolaan. Potensi permainan bisa terjadi, yakni kongkalikong antara aknum petinggi di pusat, dengan pihak swasta.

Kongkalikong ini tujuannya memberi kesempatan kepada pihak swasta agar bisa digandeng BUMD, sebagai konsorsium perusahaan yang dibentuk Pemprov dan 10 pemda. Pasalnya, kata Marwan, ketika konsorsium yang dibentuk pemda ini menggandeng swasta, maka nantinya swasta itu lah yang akan lebih banyak mengeruk keuntungan.

Menurut mantan anggota Dewan Perwakilan daerah (DPD) dari DKI Jakarta itu, mestinya pemerintah pusat ikut membantu mencarikan dana bagi konsorsium perusahaan daerah, agar bisa ikut mendapatkan jatah saham PT Inalum. Caranya, bisa saja pinjam dana ke bank.  Jadi, menurut Marwan, konsorsium pemda tak perlu menggandeng swasta.

Alasan Marwan, pihak swasta yang digandeng pun mendapatkan dana dari pinjaman ke bank. Dan pihak bank, kata dia, akan dengan gampang memberikan pinjaman karena PT Inalum merupakan perusahaan yang sudah jalan dan sudah mapan.

"Bank malah bisa jadi antre untuk memberikan pinjaman karena Inalum itu listriknya bisa untuk meleburkan aluminium, pendapatannya sudah pasti, tak ada resiko. Makanya itu, pihak swasta yang ingin masuk yakni perusahaan Luhut Panjaitan itu, dengan mudah mendapatkan pinjaman. Nah, buat apa bertingkat-tingkat? Lebih baik konsorsium perusahaan daerah itu saja yang langsung pinjam ke bank," ujar Marwan.

Jika bank masih ragu, lanjut dia, pemerintah pusat mestinya berani menjadi jaminan agar bank mau mengucurkan pinjaman ke pemda. "Di sinilah bisa muncul akal-akalan, oknum pusat malah memberikan kesempatan swasta masuk digandeng pemda," ujar Marwan.

Kecurigaan Marwan juga disandingkan fakta bahwa pemerintah pusat hingga kini belum mau membahas soal pembagian jatah kepada pemda. Ada kesan pusat akan mengeluarkan keputusan mendadak, sehingga pemda tergagap-gagap dan terpaksa menggandeng swasta nantinya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Agus Tjahyono, mengatakan perhatian pemerintah pusat saat ini lebih memfokuskan pada proses serah terima dari Jepang. Karena masih terdapat beberapa kendala yang perlu pembicaraan lebih lanjut.

"Untuk pembagian saham antara pusat dan daerah, sepertinya itu belum dibicarakan. Sekarang ini kan yang terpenting bagaimana memastikan Inalum sepenuhnya menjadi milik Indonesia. Jadi perhatian kita bagaimana ayamnya dapat dulu," katanya di Jakarta, Rabu (30/1).

Menurut Marwan, mestinya pembicaraan soal pembagian saham dengan pemda sudah bisa dibicarakan sembari melakukan nego dengan pihak Jepang. "Karena toh ayam itu sudah pasti menjadi milik kita. Mestinya pembicaraan pembagian saham bisa dilakukan secara paralel," kata Marwan.

Mengenai pembentukan BUMD sebagai konsorsium perusahaan pemda, jauh hari Marwan sudah mendorong hal itu. Jadi, nantinya Inalum dimiliki oleh suatu konsorsium yang terdiri dari pemerintah pusat, BUMN dan BUMD (Pemprov plus 10 Pemda di Sumut).

IRESS, kata dia, merekomendasikan agar komposisi saham Inalum kedepan adalah pemerintah pusat sebanyak 80 persen, BUMN sebesar 10 persen, dan BUMD sebesar 10 persen.

Pembentukan BUMD konsorsium Pemprov dan 10 pemda ini sendiri, juga atas saran Menteri Perindustrian MS Hidayat, selaku ketua tim negosiasi yang dibentuk pemerintah RI.

Saran MS Hidayat itu disampaikan kepada 10 bupati/walikota yang daerahnya berada di sekitar Danau Toba, dalam pertemuan 11 Mei 2011. (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Medio Maret, Harga Elpiji 12 Kilogram Naik

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler