PALEMBANG – Masyarakat di metropolis harus mewaspadai makanan-makanan yang beredar bebas di pasaran, khususnya makanan tradisional. Hal ini diungkapkan Kepala Balai Besar POM (BBPOM) Palembang Indriaty Tubagus ketika dibincangi di Griya Agug, Jumat (22/2).
“Berdasarkan temuan yang ada mulai dari kue-kue tradisional, pempek, dan makan anak sekolah masih terdapat yang menggunakan formalin serta boraks, namu persentasiny memang tak terlalu tinggi,” ungkap Indirarty kepada wartawan.
Dijelaskan Indriarty, makanan yang mengandung unsru kimia tersebut sangatlah berbahaya dan memiliki efek jangka panjang. “Seharusnya masyarakat menyadari hal itu, jika mereka waspada maka penyebarannya bisa ditekan juga tetapi kenyataannya sekarang masih kurang karena memang mereka tak merasakan efek berbahayanya secara langsung,” tuturnya.
Menurut Indriarty, masih adanya hal tersebut dikarenakan sifat produsen yang mengutamakan keuntungan semata dibandingkan harus memerhtikan hak konsumen. “Ya, produsennya mau untung saja dan penegakan hukumnya juga belum mampun memberikan efek jera bagi mereka,” ungkapnya.
Disarankan Indriarty, sebaiknya sebelum mengonsumsi suatu makanan, masyarakat harus memperhatikan terlebih dahulu, apakah makanan tersebut teregistrasi oleh POM ataupun Dinkes. Selain itu labelnya juga harus dilihat juga begitu pula dengan tanggal kadaluarsanya. “Dihimbau kepada setiap masyarakat yang menemukan kejanggalan untuk segera melaporkan kepada kami,” ucapnya.
Oleh karena itu,lanjutnya, masyarakat harus lebih teliti dalam memilih jajanan untuk dikonsumsi. Menurutnya, kita harus melihat telebih dahulu bentuk fisik dan rasa makan tersebut. “Nah, biasanya makan yag mengandung pewarna kuning methanol itu terdapat di kerupuk, mie, pangan jajanan berwarna kuning, selain itu pewarna juga terdapat banyak pada tahu.
Selain itu ,zat lain yang dilarang untuk digunakan makan yakni, Rhodamin B yang dijadikan pewarna sintesis untuk indusrti tekstil serta kertas.Zat tersebut berbentuk serbuk Kristal merah keunguan dan larutannya berwarnamerah terang. Biasanya zat tersebut terdapat pada kerupuk, terasi, dan jajanan yang memiliki warna merah.
“Zat ini akan berbahaya jika mata, kulit atau jika kita telan karena dapat mengakibatkan bisa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi mata, iritasi saluran pencernaan, dan kanker hati,” jelasnya.
Dibeberkannya, makanan yang mereka temukan mengandung formalin dan boraks sebagai pengawet itu terdapat pada pempek, mie basah, tahu, bakso, ayam, dan ikan serta beberapa hasil laut lainnya. Perlu diketahui, makanan yang berformalin itu biasanya tidak lengket, bertekstur kenyal, dan lebih mengkilap dibandingkan makanan normal lainnya dan yang jelas memiliki bau agak menyengat formalin.
Gubernur Sumsel, H Alex Noerdin mengatakan, sebaiknya perlu dilakukan pengawasan yang lebih intensif lagi terkait peredaran tersebut. “Jadi, jangan hanya lakukan razia tiga kali sebulan saja tapi harus dilakukan lebih intensif lagi agar produsen yang nakal bisa bernar-benar terjaring,” ucapnya.
Sementara itu, plt Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel, Dr Hj Fenti Aprina M Kes mengatakan, pengawasan makanan, minuman, dan obat-obatansecara langsung dilakukan oleh Pemerintah kabupaten/kota. “Namun kita juga memeliki seksi yang melakukan pengawasan secara rutin,” ujarnya.
Menurut Fenti, jika didapatkan produsen yang menggunakan zat berbahaya maka pihaknya akan langsung melaporkan kepada yang berwenang. “ Kita akan laporkan mereka ke penyidik untuk diproses secara hukum terlebih dahulu,” ungkapnya. (rip/cj6)
“Berdasarkan temuan yang ada mulai dari kue-kue tradisional, pempek, dan makan anak sekolah masih terdapat yang menggunakan formalin serta boraks, namu persentasiny memang tak terlalu tinggi,” ungkap Indirarty kepada wartawan.
Dijelaskan Indriarty, makanan yang mengandung unsru kimia tersebut sangatlah berbahaya dan memiliki efek jangka panjang. “Seharusnya masyarakat menyadari hal itu, jika mereka waspada maka penyebarannya bisa ditekan juga tetapi kenyataannya sekarang masih kurang karena memang mereka tak merasakan efek berbahayanya secara langsung,” tuturnya.
Menurut Indriarty, masih adanya hal tersebut dikarenakan sifat produsen yang mengutamakan keuntungan semata dibandingkan harus memerhtikan hak konsumen. “Ya, produsennya mau untung saja dan penegakan hukumnya juga belum mampun memberikan efek jera bagi mereka,” ungkapnya.
Disarankan Indriarty, sebaiknya sebelum mengonsumsi suatu makanan, masyarakat harus memperhatikan terlebih dahulu, apakah makanan tersebut teregistrasi oleh POM ataupun Dinkes. Selain itu labelnya juga harus dilihat juga begitu pula dengan tanggal kadaluarsanya. “Dihimbau kepada setiap masyarakat yang menemukan kejanggalan untuk segera melaporkan kepada kami,” ucapnya.
Oleh karena itu,lanjutnya, masyarakat harus lebih teliti dalam memilih jajanan untuk dikonsumsi. Menurutnya, kita harus melihat telebih dahulu bentuk fisik dan rasa makan tersebut. “Nah, biasanya makan yag mengandung pewarna kuning methanol itu terdapat di kerupuk, mie, pangan jajanan berwarna kuning, selain itu pewarna juga terdapat banyak pada tahu.
Selain itu ,zat lain yang dilarang untuk digunakan makan yakni, Rhodamin B yang dijadikan pewarna sintesis untuk indusrti tekstil serta kertas.Zat tersebut berbentuk serbuk Kristal merah keunguan dan larutannya berwarnamerah terang. Biasanya zat tersebut terdapat pada kerupuk, terasi, dan jajanan yang memiliki warna merah.
“Zat ini akan berbahaya jika mata, kulit atau jika kita telan karena dapat mengakibatkan bisa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi mata, iritasi saluran pencernaan, dan kanker hati,” jelasnya.
Dibeberkannya, makanan yang mereka temukan mengandung formalin dan boraks sebagai pengawet itu terdapat pada pempek, mie basah, tahu, bakso, ayam, dan ikan serta beberapa hasil laut lainnya. Perlu diketahui, makanan yang berformalin itu biasanya tidak lengket, bertekstur kenyal, dan lebih mengkilap dibandingkan makanan normal lainnya dan yang jelas memiliki bau agak menyengat formalin.
Gubernur Sumsel, H Alex Noerdin mengatakan, sebaiknya perlu dilakukan pengawasan yang lebih intensif lagi terkait peredaran tersebut. “Jadi, jangan hanya lakukan razia tiga kali sebulan saja tapi harus dilakukan lebih intensif lagi agar produsen yang nakal bisa bernar-benar terjaring,” ucapnya.
Sementara itu, plt Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel, Dr Hj Fenti Aprina M Kes mengatakan, pengawasan makanan, minuman, dan obat-obatansecara langsung dilakukan oleh Pemerintah kabupaten/kota. “Namun kita juga memeliki seksi yang melakukan pengawasan secara rutin,” ujarnya.
Menurut Fenti, jika didapatkan produsen yang menggunakan zat berbahaya maka pihaknya akan langsung melaporkan kepada yang berwenang. “ Kita akan laporkan mereka ke penyidik untuk diproses secara hukum terlebih dahulu,” ungkapnya. (rip/cj6)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Makin Banyak Perempuan Hang Out di Kedai Kopi Premium
Redaktur : Tim Redaksi