Wayan di New York

Oleh Dahlan Iskan

Minggu, 27 Januari 2019 – 09:09 WIB
Dahlan Iskan.

jpnn.com - Sayang. Sudah terlanjur janji: DisWay hari ini akan menulis tentang anak Indonesia itu. Yang tasnya mencapai nilai Rp 10 miliar itu. Yang akan buka resto Indonesia di New York itu.

Padahal ada perkembangan lebih baru: Trump menyerah. Sementara.

BACA JUGA: Bata untuk Nancy

Instansi-instansi pemerintah yang tutup akan dibuka lagi. Sementara. Sampai 15 Februari. Sambil meneruskan nego anggaran tembok perbatasan. Siapa tahu DPR berubah sikap: akan menyetujui biaya sekitar Rp 70 triliun itu.

Tapi baiklah. Soal anak modis itu tetap harus ditulis di DisWay hari ini. Tapi saya harus menjawab penasaran saya dulu: mengapa Trump menyerah. Meski sementara.

BACA JUGA: Sinyal untuk Sabrina

Rasanya karena hal-hal berikut ini. Maafkan kalau salah:

1. Sebagian anggota DPR dari partainya sendiri mendesaknya. Untuk membuka instansi yang ditutup itu. Kasihan. Sebanyak 800.000 pegawai pusat tidak bisa gajian.

BACA JUGA: Year of Mobil Listrik

2. Bulan Februari nanti ada final American Football. Bandara Atlanta bisa kacau. Sekarang saja antrean sudah sangat panjang. Di pemeriksaan. Akibat sebagian pegawai bandara tidak gajian. Di banyak bandara pesawat juga sudah mulai delay.

3. Penerimaan pajak mulai tersendat. Sampai banyak pegawai pajak dirayu agar tetap masuk kerja. Tanpa gaji. Itu berarti drama tembok perbatasan masih panjang.

Karena itu biarlah kisah yang sudah dijanjikan ini terbit. Yang saya awali dari ucapan selamat saya kepada teman baik. Yang diberitakan sebagai ayahnya anak itu.

Teman saya itu pengusaha besar. Tidak ada hubungannya dengan proyek pemerintah. Ia banyak bergerak di ritel. Terbesar di Indonesia. Untuk bidangnya.

Orangnya rendah hati. Santun. Pakaian seadanya. Banyak senyum. Sangat menghargai orang lain.

Saya kaget. Kok tiba-tiba saya baca ini: anaknya begitu glamor. Banyak menghadiri fashion show kelas dunia.

Isi akunnya di Instagram begitu mengesankan: mewahnya. Pakaiannya selalu berkelas. Dengan ciri khasnya: jas wol yang sengaja ukurannya dikedodorkan. Dipandu dengan celana ketat. Dan sepatu bertabur gemerlap.

Saya pun kirim WA ini:

“Selamat ya… Mau buka restoran baru di New York. Kibarkan bendera kita di sana. Saya akan mampir kapan-kapan. Masakannya apa saja ya? Anak Anda hebat sekali,” tulis saya di WA-nya.

Saya pun ingin tahu wajah anak itu: Ezra William. Ganteng atau tidak. Mirip bapaknya atau ibunya.

Agak lama memelototi Instagram-nya. Saya sampai lama melihat wajah Ezra William itu. Di Instagram-nya itu.

Lalu membuka album wajah ayahnya. Kata hati saya: kok agak beda dengan bapaknya ya. Mungkin mirip ibunya. Saya belum pernah bertemu istri teman saya itu.

Tapi saya juga merasa tidak aneh. Teman saya itu kan juga pengusaha kuliner. Punya lima restoran di Jakarta. Mengambil francis Bebek Tepi Sawah. Wajarlah kalau akan ekspansi kuliner ke New York.

Hanya saja agak aneh: kok penampilan anaknya begitu jauh dari gaya hidup bapaknya. Tapi juga tidak aneh. Saya punya teman yang lain. Yang kayanya bukan main. Sampai punya bank. Tapi masih naik mobil Kijang.

Suatu saat saya tegur ia: Anda ini keterlaluan. Masa masih naik Kijang.

Jawabnya mengejutkan saya: ini sebagai protes pak.

“Protes kenapa?” tanya saya.

“Protes pada anak saya,” jawabnya.

Ia pun menceritakan bagaimana anaknya itu. Selalu ganti-ganti Ferrari. Kalau tidak dibelikan mengambek.

Ups….

Jadi, ada juga. Yang anak dan bapaknya rujak sentul.

Tapi teman yang saya kirimi ucapan selamat tadi ternyata tidak gembira. Saya menyesal memberinya ucapan selamat.

Ia justru menelepon saya. Mengajak ketemu. Janjian makan malam. Di Papillon. Ada salad kale di situ.

Ia pengin menjelaskan panjang lebar. Singkatnya: itu bukan anaknya.

Ups…

“Tapi kenal Ezra William itu?” tanya saya.

“Tidak.”

“Tahu?”

“Tidak.”

Ups…

“Gak apa-apalah,” kata saya, “tiwas beken”.

“Istri saya kan baru berumur 45 tahun. Mana mungkin disebutkan punya anak itu. Yang umurnya 29 tahun,” katanya sambil tertawa.

Seorang ponakannya, katanya, tahu Ezra itu siapa. Pernah menjadi adik kelasnya. Di SMP. Salah satu SMP internasional di Jakarta. Tetapi sejak lulus dari situ tidak pernah ketemu lagi.

Dalam penulisan di media internasional itu kelihatannya memang ada salah paham. Bukan Ezra sendiri yang mengatakan bahwa dirinya anak teman saya itu.

Ia hanya mengaku anaknya konglomerat Indonesia. Dan bapaknya itu men-support penuh. Untuk rencananya membuka resto di New York.

Nama restonya ‘Wayan’. Masakan Indonesia gaya Amerika. Mulai buka awal Februari depan.

Ezra ingin membuktikan. Bahwa ia seorang pekerja keras. Bukan hanya tahu pesta. Seperti yang terkesan dari instagramnya. Yang follower-nya mendekati 80 ribu itu. Dari seluruh dunia itu.

Ezra kelihatan masygul kalau ada anggapan ini: hanya menghabiskan uang bapaknya.

Resto Wayan itu, tulis South China Morning Post, sudah dipersiapkan sejak dua tahun lalu. Berpartner dengan anak master chef asal Prancis. Yang kini tinggal di New York.

Memiliki banyak restoran di seluruh dunia. Namanya: Jean-Georges Vongerichten.

Lalu siapa bapak Ezra William yang sebenarnya? Saya masih mencari info.

Ada yang bilang anak teman saya yang lain. Yang saya belum bisa sebut namanya. Saya belum berhasil ketemu teman konglomerat properti itu.

Media internasional itu sendiri sudah memperbaiki tulisan terdahulu. Di edisi online-nya sudah berubah. Tidak menyebut-nyebut lagi nama Kuncoro Wibowo. Pemilik grup PT Kawan Lama. Yang antara lain memiliki jaringan ritel Ace Hardware.

Ia juga menjadi ketua harian Federasi Barongsai Indonesia (Fobi). Yang saya ketua umumnya.

Saya tetap berdoa untuk kesuksesan resto Indonesianya.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mr Seven Eleven


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler