Mantan juru bicara Presiden Abdurahman Wahid, Wimar Witoelar, mengajak masyarakat Indonesia untuk melawan politik kebencian yang ada sekarang ini dengan merawat keragaman, nilai yang sudah dimiliki negara itu sejak lama.
Wimar saat ini berada di Melbourne dan akan tampil berbicara di hadapan masyarakat Indonesia hari Sabtu (18/11/2017) di KJRI Melbourne, dengan tema yang sama yaitu Merawat Keragaman yang diselenggarakan oleh Forum Masyarakat Indonesia di Australia (FMIA).
BACA JUGA: Apa yang Terjadi Saat Ponsel Didaur Ulang?
Dalam perbincangan dengan wartawan ABC Sastra Wijaya hari Jumat (17/11/2017), Wimar Wittoelar yang juga dikenal sebagai pembicara publik mengatakan bahwa tema itu muncul dari dirinya setelah adanya pemilihan Gubernur DKI Jakarta awal tahun ini.
"Pilkada DKI meninggalkan kekecewan bagi banyak orang. Mereka yang kecewa tapi tidak tahu harus berbuat apa. Namun ada juga yang berusaha mengambil tindakan melawan politik kebencian tersebut," katanya ketika dihubungi lewat telepon.
BACA JUGA: Tiga Sekolah Alternatif di NSW Terancam Ditutup
Dan tidak lama setelah pilkada berakhir Wimar mengatakan bahwa dia mengumpulkan sekitar 200 orang untuk bertemu di sebuah cafe di Jakarta.
"Mereka yang berkumpul adalah mereka yang merasa bahwa di Indonesia intoleransi mulai tumbuh, melihat adanya politik identitas yang kembali muncul."
BACA JUGA: Keberadaan Ketua DPR Setya Novanto Dicari
"Dan mereka yang merasa kecewa ini adalah kelompok minoritas, baik minoritas dari sisi agama, minoritas dari sisi rasial, dan minoritas lainnya," lanjut Wimar.
Dalam pertemuan itu mereka yang hadir menyampaikan kekecewaannya, jadi semakin forum menyampaikan unek-unek. Namun setelah itu apa yang bisa dilakukan?
Setelah pertemuan itu, Wimar kemudian mengadakan beberapa pertemuan serupa di Jakarta dan Bandung, dan kemudian informasi beredar sehingga ada permintaan agar dia berbicara di luar negeri.
"Di Melbourne, saya akan berbicara di luar negeri pertama kalinya. Bulan Januari saya juga akan berbicara di Kuala Lumpur dan juga kemudian di Tokyo dan mungkin ditempat lain. Yang saya harapkan adalah bahwa ini akan menjadi seperti bola salju, semakin membesar," kata Wimar lagi.
Lalu apa yang menurutnya harus dilakukan untuk merawat keragaman tersebut?
"Saya ingin kita semua untuk menghindari politik kebencian, walaupun hal tersebut dipakai oleh pihak lain."
"Saya ingin mengeluarkan suara positif bahwa kita masih kuat di Indonesia bahwa kita sebagai warga biasa sudah mampu bekerja melahirkan seorang presiden seperti Jokowi, melahirkran wakil gubernur seperti Ahok."
"Mereka sudah menghasilkan banyak karya selama pemerintahan mereka."
"Jadi jangan kita dimakan kebencian dan menjadi melawan. Karena kalau kita adu kebencian, kita akan kalah karena kita bukan orang yang biasa membenci," tambahnya. Hasil Pilkada DKI dimana Gubernur Ahok telah menimbulkan perpecahan di sebagian masyarakat Indonesia.
ABC News: Ari Wu
Namun apakah misalnya pertemuan yang akan dihadiri oleh sebagian mereka yang kecewa akan keadaan di Indonesia tidak malah membuat mereka menjadi semakin membenci pihak yang sekarang dianggap menang dengan cara yang tidak jujur?
"Itulah yang justru ingin saya hindari. Saya memang mengkhawatirkan adanya sikap balas dendam. Namun dalam waktu bersamaan, banyak juga orang yang bingung dan tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan saat ini, apakah Indonesia sedang dalam proses kehancuran," kata Wimar.Politik positif perlu dikedepankan
Oleh karena itu Wimar Witoelar ingin menggerakkan masyarakat di Indonesia untuk mengkonsentrasikan diri kepada hal-hal positif yang dimiliki bangsa itu.
"Adanya politik identitas yang muncul lagi sekarang harus diimbangi dengan politik positif dari orang-orang biasa."
Menurut dia, apa yang terjadi di Indonesia saat ini mirip apa yang terjadi selama kampanye presiden Amerika Serikat yang akhirnya dimenangkan oleh Donald Trump.
"Kemenangan Trump di Amerika Serikat berdasarkan populisme dan politik identitas. Hanya, belum nampak arus balik di sana."
"Namun di Indonesia tidak terlalu susah, karena pada dasarnya Indoensia itu pluralis," katanya lagi.
"Semua orang yang berjasa dalam pembangunan Indonesia itu pluralis ternmasuk dari golongan Islam tentunya."
"Tinggal membangkitkan dan saling memberitahu bahwa kita sama-sama sedang menghadapi tantangan ini," katanya.
Wimar Witoelar mengatakan bahwa apa yang terjadi di Indonesia saat ini tidak bisa dilihat sebagai sekadar perkembangan atau riak yang terjadi sebuah negara demokrasi, namun dalam waktu bersamaan tidaklah juga bahwa keadaan sudah terlalu buruk.
"Sekarang kita belum terlambat namun memang ada perpecahan mendalam dan kita tidak bisa melihat ini sebagai satu proses wajar dalam demokrasi."
Dan dalam situasi seperti ini, menurut Wimar Witoelar di jaman digital dan media sosial seperti sekarang, warga biasa bisa memainkan peran masing-masing untuk mengubah sesuatu.
"Kita jangan menisbikan seluruh media sosial. Sudah banyak hal yang terungkap dalam politik di Indonesia disebabkan karena media sosial."
Namun dalam waktu bersamaan, Wimar Witoelar melihat bahwa peran warga untuk melakukan gerakan cukup besar.
"Misalnya membantu menyebarkan pendidikan mengenai fake news, kita harus berbicara dengan pemilik stasiun televisi untuk melihat perlunya stasiun televisi yang bagus, dan tidak digunakan sebagai alat politik."
"Banyak bidang yang bisa kita lakukan untuk membantu membantu meluruskan jalan pikiran kita," katanya lagi.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapan Pernikahan Sesama Jenis di Australia Bisa Resmi Digelar?