jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengimbau warga negara Indonesia (WNI) di Sri Lanka menghindari unjuk rasa yang terjadi di negara tersebut.
Aksi unjuk rasa itu diketahui dipicu kemarahan rakyat akibat krisis politik dan ekonomi terburuk yang melanda negara Asia Selatan itu.
BACA JUGA: Presiden Sri Lanka Kabur ke Luar Negeri, Massa Belum Puas, Pejabat Ini Target Selanjutnya
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu Judha Nugraha mengatakan pihaknya meminta WNI di Sri Lanka agar membatasi perjalanan di luar rumah selama aksi unjuk rasa berlangsung.
“Menghindari kerumunan massa di tempat-tempat konsentrasi aksi unjuk rasa berlangsung, serta tidak terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam aksi unjuk rasa tersebut,” kata dia dalam pengarahan media secara daring, Kamis (14/7).
BACA JUGA: Presiden Sri Lanka Melarikan Diri Bersama Istrinya ke Maladewa
Judha memastikan tidak ada WNI yang menjadi korban ataupun ikut terlibat dalam unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan rakyat Sri Lanka dengan menduduki kediaman presiden dan kantor perdana menteri.
Berdasarkan data KBRI Kolombo, terdapat 340 WNI di Sri Lanka yang sebagian besar adalah pekerja migran di sektor pariwisata dan konstruksi. Dia menegaskan semua WNI dalam kondisi baik dan termonitor oleh KBRI.
BACA JUGA: Sri Lanka Terpuruk, Bang Kamrussamad Mewanti-Wanti Bu Sri Mulyani
“Secara umum, WNI kita di sana kondisinya baik karena dijamin oleh perusahaan tempat mereka bekerja, baik dari sisi pangan, akomodasi, transportasi,” ungkapnya.
Selain rutin menjalin komunikasi dengan para WNI, KBRI Kolombo sejak Juni lalu juga memberikan bantuan logistik kepada WNI yang paling rentan dan terdampak krisis di Sri Lanka. “Sudah ada 13 orang di Kolombo dan tiga orang di luar Kota Kolombo yang mendapat bantuan dari KBRI,” kata Judha.
Meskipun kondisi WNI di Sri Lanka relatif aman, kata dia, pemerintah tetap menyiapkan rencana kontingensi untuk mengantisipasi eskalasi kegawatdaruratan bagi WNI di sana.
WNI yang menghadapi masalah juga diimbau segera menghubungi KBRI Kolombo melalui sambungan langsung di nomor +94772773123.
Gelombang protes besar-besaran yang terjadi karena krisis ekonomi yang telah berlangsung selama berbulan-bulan berujung pada kaburnya Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dari negara itu.
Setelah Rajapaksa melarikan diri ke Maladewa pada Rabu untuk meneruskan pelariannya ke negara lain di Asia, Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe juga dituntut mundur oleh rakyat.
Ketua parlemen mengatakan Rajapaksa telah menyetujui penunjukan Wickremesinghe sebagai presiden, berdasarkan pasal konstitusi yang mengatur kapan presiden dianggap tak mampu menjalankan tugasnya.
Pelarian sang presiden menandai akhir dari kekuasaan klan Rajapaksa yang telah mendominasi politik di negara Asia Selatan itu selama dua dasawarsa terakhir.
Protes-protes terhadap krisis ekonomi telah muncul berbulan-bulan dan mencapai puncaknya pekan lalu ketika ratusan ribu orang menduduki gedung-gedung penting pemerintah di Kolombo. Mereka menyalahkan klan Rajapaksa dan sekutu mereka atas lonjakan inflasi, korupsi, serta kelangkaan bahan bakar dan obat-obatan. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi