jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah diminta mendorong tumbuhnya wirausahawan perempuan (womenpreneur) agar bisa semakin kompetitif menghadapi era persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sejauh ini, kaum perempuan di daerah masih banyak menemui kendala dalam merintis usaha secara mandiri.
''Saat ini masih banyak perempuan di berbagai pelosok tanah air yang hidup dalam impitan ekonomi. Mereka perlu dibangkitkan dari keterpurukan ekonomi,'' kata William Henley, pemerhati ekonomi dari Indosterling Capital di Jakarta, Kamis (21/4).
BACA JUGA: 2020, Indonesia Diprediksi Masuk Sepuluh Pasar Penerbangan Dunia
William menyampaikan saran tersebut berkaitan dengan Hari Kartini pada 21 April. Sebagaimana Kartini, kata dia, sudah sepatutnya semua pihak berani memperjuangkan kesetaraan laki dan perempuan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bisnis.
''Ini bisa dimulai dari perempuan itu sendiri. Mereka harus memiliki rasa percaya yang tinggi, bahwa mereka mampu mandiri secara ekonomi dan menjadi pebisnis tangguh,'' ujarnya.
BACA JUGA: Indonesia Diprediksi Masuk Lima Besar Pasar Penerbangan Dunia
William mengungkap berdasarkan data yang pernah dirilis Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, kaum perempuan adalah pihak yang paling banyak menggeluti sektor bisnis. Dari 52 juta pelaku UKM di Indonesia yang terdata, sebanyak 60 persen dikelola oleh perempuan.
Jika selama ini UKM dikatakan sektor paling kebal dari krisis dan menjadi penyelamat ekonomi nasional, pengusaha perempuan tentunya memiliki peran sangat siginifikan dalam perekonomian nasional.
BACA JUGA: Ngeri! Perusahaan Besar Ini Tawarkan 750 Karyawan Pensiun Dini
''Bercermin dari kondisi tersebut, perlu kiranya ada upaya yang lebih terencana untuk mendorong kemandirian perempuan secara ekonomi. Di sinilah peran pemerintah harusnya mampu memberikan berbagai kemudahan buat kaum perempuan.''
Sejauh ini, William melihat kaum perempuan yang ingin merintis usaha kerap kali mengalami kendala permodalan. Sektor perbankan, kata dia, masih enggan mengucurkan kredit karena menganggap belum bankable dan usahanya tidak prospektif.
Kendala lain sulitnya adalah menembus pasar. Mereka sudah mampu menciptakan produk bernilai ekonomi, namun bingung kemana produk akan dipasarkan. ''Minimnya informasi tentang target pasar dan buruknya infrastruktur mempersulit penjualan produk dari satu daerah ke daerah lain,'' katanya.
Padahal, untuk membangun jiwa kewirausahaan di pedesaan sebenarnya bisa melalui komunitas. Pertimbangannya ikatan kekerabatan (keguyuban) masyarakat di pedasaan masih kuat. Perlu dibangun cluster-cluster pengembangan ekonomi sesuai karakteristik daerah masing-masing.
Misalnya, di Palembang perlu dibangun cluster ekonomi kain songket dengan perempuan sebagai tulang punggungnya. Hal yang sama bisa dilakukan di Pakelongan untuk cluster ekonomi produk-produk berbasis batik.
Lalu agar hasilnya maksimal, kata William, program tersebut harus bersifat lintas sektoral.
''Kita memiliki beberapa kementerian dan lembaga yang harusnya bisa mengemas program pemberdayaan perempuan yang mumpuni. Kementerian Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Badan Ekonomi Kreatif harus satu irama untuk memberdayakan perempuan,'' pintanya. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tol Laut Membuat Ketersediaan Barang Konsisten, Disparitas Harga punââ¬Â¦
Redaktur : Tim Redaksi