jpnn.com - JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggarini mengakui kekuatan data memiliki relasi yang kuat dengan ongkos politik.
Misalnya dalam pelaksanaan pilkada, selama ini keterbatasan data membuat banyak kandidat mengeluarkan uang mulai saat memperoleh tiket pencalonan, atau mahar politik bagi partai.
BACA JUGA: KPU Minta Perlindungan ke Polisi
"Banyak kandidat mengeluarkan uang untuk pemenangan. Mulai dari untuk mendapatkan tiket pencalonan, harus bayar. Rekrutmen partai enggak optimal. Biarpun enggak ada relasi dengan partai, enggak populer (tetap bisa direkomendasikan sebagai calon kepala daerah)," ujar Titi, Jumat (20/11).
Selain untuk membayar mahar, tak jarang kandidat juga harus mengeluarkan uang yang luar biasa besar, untuk mengamankan suara. Bahkan sejumlah oknum berusaha menyuap penyelenggara hingga hakim pada saat proses sengketa pilkada berlangsung.
BACA JUGA: Saatnya KPU Sulut Ambil Alih Pelaksanaan Tahapan Pilkada Manado
Karena itu menurut Titi, kandidat perlu memiliki basis data. Paling tidak diyakini hal ini mampu mengurangi modal yang harus dikeluarkan.
"Kalau tidak punya data, uang jadi alat kuasa yang bisa mengarah pada tindakan ilegal. Jadi penting melakukan pemetaan sehingga memiliki data di daerah mana partai kuat, di mana lemah. Agar kandidat tidak perlu mengeluarkan uang besar untuk pemenangan," ujarnya.
BACA JUGA: Bawaslu Ingatkan KPU Harus Segera Bersikap
Titi menyatakan pandangannya bukan didasari opini semata. Namun murni berdasarkan kajian dan pengalaman selama ini.
"Tahun 2014 saya terlibat dalam pemilihan calon legislatif perempuan di sebuah daerah. Caleg tersebut bilang bersedia membeli data pemilih Rp 50 juta. Padahal sebenarnya data tersebut dapat dipublikasi bebas oleh KPU," ujar Titi.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Politikus Ini Sebut Cagub Parpol Lebih Baik dari Independen, Masa Sih?
Redaktur : Tim Redaksi