jpnn.com - ASMARA tidak mengenal masa kampanye capres-cawapres. Itu yang terjadi di Bogor. Alung membunuh Wulan -sapaan Putri Wulandari. Karena asmara.
Mereka sudah 11 bulan pacaran. Alung umur 20 tahun. Wulan 21 tahun. Bulan lalu Alung ditahan polisi. 28 hari. Dia menghajar Muar.
BACA JUGA: Reagen Andani
Itu karena Muar menggandeng Wulan. Cemburu. Muar akhirnya mencabut pengaduannya. Alung dibebaskan.
BACA JUGA: Doni Monardo
Tiga hari setelah bebas Alung mendapati Wulan di sebuah kafe di Bogor.
Dari kafe mereka naik sepeda motor menuju Hotel Nirmala. Anda pernah bermalam di sana: dekat ring road utara Bogor.
BACA JUGA: Pollux Flower
Di hotel itu nikmat hanya sesaat. Setelah itu mereka bertengkar.
Pengakuan hanya dari satu pihak: Alung. Sulit dipastikan kebenarannya.
Setelah nikmat lewat, kata Alung, Wulan mengatakan isi hatinyi: ingin pisah.
Alung, katanya kepada polisi Bogor, tidak bisa menerima perpisahan. Mereka bertengkar. Cakar-cakaran. Alung sampai menggigit hidung Wulan. Luka. Berdarah. Tepercik ke sprei di ranjang.
Mungkin Alung tidak ingin hidung itu milik orang lain.
Alung lebih kuat. Dia tindih Wulan. Dia tutup muka Wulan dengan bantal. Dia tindih. Meronta. Tidak bisa bernapas. Lemas.
Alung tahu Wulan sudah tidak bisa bergerak. Meninggal.
Masih jam 01.00 dini hari. Di luar sedang hujan. Dia pun terbaring di sisi jenazah Wulan. Dia harus berpikir apa yang mesti dilakukan.
Menjelang pukul 03.00 dia keluar kamar. Naik sepeda motor. Alung mendatangi temannya: minta tolong untuk membawa Wulan ke rumah sakit. Atau ke rumah orang tua Wulan.
"Wulan kecelakaan motor," kata Alung kepada temannya.
Tiba di hotel keduanya menuju kamar: sebuah cottage yang terpisah dari kamar hotel.
Ada beberapa cottage di Nirmala. Ada juga ruang karaoke. Kamar itu gelap. Lampu dimatikan saat Alung menjemput temannya.
Menurut kesaksian si teman, setelah membuka pintu kamar Alung pun menghidupkan lampu. Byar. Terlihat Wulan tergeletak berdarah.
Alung minta Wulan diangkat ke sepeda motor. Si teman mencopot jaketnya untuk dikerukupkan ke Wulan.
Motor pun siap di depan pintu cottage. Alung-lah yang memegang kemudi. Wulan didudukkan di tengah. Si teman di belakang, sambil merangkul Wulan.
Di pos penjagaan mereka diadang. "Lagi mabuk," jawab Alung.
Mereka pun lolos. Mula-mula Alung mengarahkan motor ke rumah orang tua Wulan. Sampai di mulut gang, motor berhenti. Alung ragu. Lalu mengalihkan arah ke tempat lain: 6 km dari Nirmala.
Di situ ada satu barisan ruko. Kalau siang ruko itu sebagian buka untuk usaha. Salah satunya bakso. Sebagian ruko lagi masih kosong.
Alung rupanya mengenal baik ruko itu. Alung adalah bagian keamanan di ruko tersebut. Sekalian, kalau siang, jadi tukang parkir.
Dia dapat gaji sebagai satpam juga dapat penghasilan sebagai tukang parkir. Dia punya uang untuk bayar kamar hotel sekitar Rp 400.000/malam.
Sebagai penjaga, Alung membawa kunci salah satu ruko di situ. Pintu ruko pun dibuka. Wulan digotong naik ke lantai dua: dibaringkan di atas meja. Ditinggalkan begitu saja.
Siangnya Alung memberi tahu orang tuanya sendiri bahwa Wulan meninggal dunia. Kecelakaan. Mayatnya dia taruh di ruko.
Sang ayah lantas minta agar Alung memberitahukannya ke orang tua Wulan. Diantarlah Alung ke rumah Wulan. Alung tahu rumah itu. Sudah 11 bulan sering ke situ. Bahkan, hubungannya dengan Wulan sudah direstui.
Alung sudah dianggap anak sendiri. Waktu Alung ditahan, ayah Wulan sering menjenguk ke tahanan. Sambil membawakan makanan dan rokok.
Bahkan, sebagai penguasa ruko, Alung sering minta agar ayah Wulan menggantikan dirinya: menjadi tukang parkir di halaman ruko itu.
Setiba di rumah Wulan, Alun menangis. Dia mengatakan Wulan sudah meninggal: karena kecelakaan lalu-lintas. Mayatnya di ruko. Mereka pun ke ruko yang sudah mereka kenal.
Melihat kondisi Wulan sang ayah berkesimpulan: bukan karena kecelakaan. Dia pun lapor polisi. Alung ditahan. Selesai.
Di antara begitu banyak media yang menulis soal ini, saya memilih tulisan Fathurrahman yang paling baik. Dia wartawan Radar Bogor. Malam tadi saya minta tolong Fathur untuk ke rumah orang tua Wulan.
Saya ingin wartawan masih mau meliput sampai ke rumah korban. Belum ada wartawan yang meliput sampai ke ruko atau cottage Nirmala.
Ketika Fathur tiba di rumah Wulan hujan lagi turun. Bogor selalu hujan di musim seperti ini. Fathur belum bisa langsung wawancara. Masih ada tahlilan.
Fathur masih bujang. Baru 1,5 tahun jadi wartawan. Dia alumni komunikasi dan penyiaran Islam di Universitas Ibnu Khaldun Bogor.
Selesai tahlilan Fathur ngobrol dengan ayah-ibu Wulan. Mereka bercerita Wulan itu anak manja. Sehari sebelum tewas makan saja minta disuapi ibunya. Dia juga tidak mau makan kalau tidak disediakan di meja.
Rumah itu dalam gang yang sangat sempit, kelok-kelok dan naik turun. Rumah orang tua Wulan hanya selebar 3,5 meter. Sang ayah memang kerja serabutan, termasuk sering jadi tukang parkir.
Wulan, tamatan SMA di swasta di Bogor, awalnya kerja di toko baju. Lalu di resto mi udon. Pindah lagi ke Transmart. Tidak lama. Transmart tutup. Dia menganggur. Alunglah yang mencarikan kerja berikutnya: di karaoke dekat ruko yang dia jaga.
Sekalian Alung bisa mengawasi Wulan dari dekat. Wulan tidak boleh punya teman laki-laki. Di HP pun tidak boleh punya nomor laki-laki kecuali ayahnyi dan Alung. Dia sering periksa HP Wulan.
Wulan jenis wanita yang tidak suka laki-laki seperti itu. Namun, dia juga takut pada Alung. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kelong Bay
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi