jpnn.com, CANBERRA - Presiden China Xi Jinping tampaknya berencana untuk mendominasi Indo-Pasifik dan menggunakan kawasan itu sebagai pijakan untuk mengambil alih posisi pemimpin dunia dari tangan Amerika Serikat, kata pejabat intelijen Australia, Rabu.
Direktur jenderal Kantor Intelijen Nasional Australia Andrew Shearer mengatakan konvergensi strategis baru antara Beijing dan Moskow "yang mengganggu" telah berkembang dan risiko "konflik kekuatan besar" telah meningkat sejak Rusia menginvasi Ukraina.
BACA JUGA: Warga China Sudah Ngebet Berlibur ke Bali, Xi Jinping Sampai Didesak Ubah Kebijakan
Komentar itu menegaskan peringatan bahwa invasi Rusia di Ukraina dapat meluas menjadi konflik regional atau global. Perdana Menteri Australia pekan ini meminta negara-negara demokrasi liberal untuk menghentikan "busur otokrasi" yang mengubah dunia.
"Kita harus bekerja lebih keras untuk menjaga kualitas liberal dari tatanan berbasis aturan di Eropa dan di sini, di kawasan Indo-Pasifik," kata Shearer pada sebuah jumpa pers.
BACA JUGA: Xi Jinping Jamu 30 Kepala Negara di Beijing, Ada Pangeran Arab dan Vladimir Putin
"Kita melihat seorang pemimpin yang benar-benar sedang berjuang dan memperkuat negaranya demi perjuangan untuk menggeser Amerika Serikat sebagai kekuatan yang memimpin dunia," kata dia, merujuk pada Xi.
Shearer mengatakan ancaman geopolitik akan berpusat pada teknologi, termasuk menggunakan serangan siber, sehingga Australia harus memperkuat pertahanan sibernya tanpa menutup diri dari perdagangan dan berbagi informasi.
BACA JUGA: Video Call Biden, Xi Jinping Sebut China dan AS Pemimpin Ekonomi Dunia
"Kita memerlukan ekonomi terbuka yang berkembang sehingga kita dapat mendanai peningkatan belanja pertahanan yang menjadi komitmen pemerintah, tapi ini bukan menang-kalah antara ekonomi dan keamanan," kata dia.
Menurut Shearer, sejak invasi Rusia di Ukraina, intelijen Australia menilai bahwa kemungkinan terjadinya konflik di antara kekuatan-kekuatan besar semakin tinggi.
Dia mengaku terkejut dengan ketahanan Ukraina menghadapi pasukan Rusia. Namun, dia memprediksi akan adanya "pekan-pekan brutal dan penuh darah" karena pemimpin Rusia Vladimir Putin memiliki "semua yang kini dipertaruhkan".
Kremlin, yang menyebut aksi militernya sebagai "operasi khusus", bermaksud untuk melucuti Ukraina dan menggulingkan pemimpin "neo-Nazi" di negara itu.
Ukraina dan Barat menganggap hal itu sebagai dalih untuk melancarkan "perang yang dipilih"–bukan perang untuk membela diri–yang telah memicu kekhawatiran pada konflik yang lebih luas di Eropa. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil