jpnn.com - BRIPTU Chandra Surya Putra menyaksikan kenyataan pahit. Anggota Polda Kalsel yang sudah setahun bertugas sebagai pasukan perdamaian di Sudan itu menyaksikan seorang. ibu merebus batu untuk menenangkan anaknya yang kelaparan.
Endang Syafrudin, Banjarmasin
BACA JUGA: Drama Papa Minta Saham dan Jebakan Batman, Setya Novanto Akhirnya...
Sedih, itulah yang dirasakan Briptu Chandra Surya Putra saat melihat derita masyarakat di daerah Sudan Utara, tepatnya di El Fasher, Darfur. Sejak hari pertama bertugas sebagai Formed Police Unit (FPU) Indonesia angkatan ketujuh, di misi gabungan antara PBB dan Uni Afrika (United Nations African Union Mission in Darfur/UNAMID), banyak derita korban perang saudara yang disaksikannya.
Chandra berkisah, ketika menjalankan tugas patroli, ia sering mendengar tangisan anak-anak. Saat didekati ternyata mereka kelaparan. Sementara, orang tua si anak sedang menyalakan tungku bersiap untuk memasak. Tapi itu hanya pura-pura, agar si anak berhenti menangis. Karena yang dimasak ternyata batu.
BACA JUGA: Wenri Wanhar, Sempat jadi Mata-mata, Memburu Denyut Peristiwa Sejarah
“Pemandangan yang saya kira hanya ada di cerita. Tapi di sini benar-benar ada dan nyata,” ujar polisi kelahiran Kandangan Hulu Sungai Selatan (HSS), 18 April 1989 itu.
Sering juga, anak-anak sengaja mengadang petugas, hanya untuk meminta sedikit makanan atau uang. “Give me some one pound, give me rice,” ujar Chandra menirukan kata-kata anak-anak itu.
BACA JUGA: Kisah Dua Pegawai Teladan: Datang Paling Awal, Pulang Belakangan
Tak tega, bekal yang dibawa saat berpatroli, seperti nasi dan minuman pun dibagi. “Kasihan mereka, bekal apa yang ada, itulah yang kami bagikan kepada anak-anak itu,” tuturnya.
Makanya, polisi maupun tentara dari Indonesia yang bertugas di Sudan, sangat dekat dengan masyarakat di sana. Bahkan saking dekatnya dengan anak-anak disana, kalau mereka melihat atau bertemu dengan petugas dari Indonesia, mereka sengaja mampir sebentar, untuk memberi salam.
“Orang sana bilang ‘Indonesia tamam’ artinya Indonesia baik,” ujar putra pasangan Suriadi (alm) dan Risna Helda Mulyani (almarhumah) ini.
Selain melihat penderitaan korban perang, tugas sebagai pasukan perdamaian juga diliputi ketegangan. Seperti saat melakukan pengamanan di Zone C, Sudan, Chandra harus melakukan pengejaran terhadap pelaku pembajak mobil (car jacking) staf UN.
Kejar-kejaran antara mobil patroli dengan pembajak mobil bersenjata itu pun tidak terelakan. “Mobil kami ditembaki, tak ada pilihan kami harus membalas,” kisahnya.
Beruntung tidak jatuh korban. Tapi mobil yang dibajak tak bisa direbut. Karena dibawa ke luar teritori wilayah yang diamankan pasukan Indonesia. “Terpaksa pengejaran dihentikan,” sesal Chandra.
Disinggung soal banua, Chandra mengaku sangat rindu. Apalagi, ia baru saja menikah dengan seorang bidan sekampungnya di Kandangan, Sri Hervina Wati, Juni 2015. Saat menikah, ia hanya dapat izin pulang beberapa minggu. Setelah itu kembali bertugas.
Chandra sendiri sudah bertugas di Darfur sejak Desember 2014. Sebelumnya ia mengikuti seleksi pendaftaran misi perdamaian internasional ke Sudan Utara, karena ingin mencari hal baru.
Dari enam orang anggota Polda Kalsel yang mengikuti seleksi, hanya berdua yang lolos. Chandra dan anggota Brimob Bripka Very Manurung. Sebelum diberangkatkan seluruh anggota mengikuti pendidikan di Pusdiklat Multifungsi Cikeas selama 3 bulan, untuk mendapat pembekalan.
“Namanya juga mau cari hal baru dan yakin mampu, jadi harus bisa, kalau masalah umur urusan Allah,” ucapnya.
Rencananya, akhir Desember 2015 ini masa tugas Formed Police Unit (FPU) VII Indonesia akan habis dan akan disambung dengan anggota baru yang akan menggantikan mereka.? Chandra pun sudah terbayang akan segera pulang. “Semoga bisa segera berkumpul keluarga dan bisa menjadi pribadi yang lebih baik,” tandasnya. (yn/bin)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Selamat Jalan Marah Halim...11 Tahun Kepemimpinanmu Sumut Disegani
Redaktur : Tim Redaksi