jpnn.com - Target agar Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalteng, bisa menjadi daerah penghasil bawang merah bukan sekadar mimpi.
Sukadi, warga Desa Purbasari, Pangkalan Lada, Kabupaten Kotawaringin Barat, sudah memulainya.
SYAMSUDIN, Pangkalan Bun
BACA JUGA: Petani Kabupaten Bekasi Kerap Jual Beras ke PT IBU, Ini Alasannyaâ¦
Sejak dikunjungi Bupati Kotawaringin Barat (Kobar) Hj Nurhidayah saat panen perdana, nama Sukadi makin dikenal. Dia dianggap sukses membudidayakan tanaman bawang merah.
Selama ini bawang dan beberapa komoditas lainya mayoritas didatangkan dari Jawa sehingga harganya acap kali mencekik pembeli.
BACA JUGA: Peta Nusa Jadi Simpul Kebersamaan untuk Kemandirian Petani
Namun kini ada secercah harapan bahwa kelak bawang merah akan bisa dihasilkan sendiri di Bumi Marunting Batu Aji.
Sukadi sudah membuktikan, tanaman bawang merah perdananya berhasil. Perantau asal Kediri, Jawa Timur, ini sudah 20 tahun berdomisili di Desa Purbasari Kecamatan Pangkalan Lada.
BACA JUGA: Hanya Jadi Objek, Peta Nusa Dorong Kemandirian Petani
Ia mengaku tertarik mengembangkan tanaman bawang merah karena sejak kecil semasa di Jawa sehari-harinya bergelut dengan tanaman penyedap masakan ini.
Awal mula ia menanam bawang adalah dari arahan penyuluh pertanian kemudian disediakan bibit bawang merah, namanya Bima Brebes.
”Saya langsung tertarik karena sejak kecil saya sendiri sudah bergelut dengan tanaman brambang (bawang merah) ini,” tutur Sukadi yang tinggal di RT 14 Desa Purbasari ini.
Sekitar dua bulan yang lalu, dia memulai menanam dengan luasan setengah hektare dengan bibit sebanyak empat kuintal.
Dengan penuh kesabaran dan kesungguhan dalam merawat tanaman bawang merah ini, akhirnya Sukadi mendapat berkah dan dirasa hasilnya cukup menjanjikan.
”Modal, kalau dihitung sekitar Rp 40 jutaan dari perawatan dan obat-obatan. Bibit sebanyak empat kuintal, luasnya setengah hectare. Sedangkan yang kita hasilkan sekitar 2 ton atau kalau diuangkan sekitar Rp 60 jutaan, karena dalam satu kilogramnya dihargai Rp 30 ribu,” beber Sukadi sambil membersihkan bawang yang bakal dijadikan bibit untuk ditanam kembali.
Menurut Sukadi menanam bawang merah susah-susah gampang. Karena tanaman jenis ini harus rutin disiram saat malam hari.
”Tiap malam itu bawang harus dimandikan (disiram sesuai kebutuhan), kadang orangnya saja belum mandi,” celetuk Sukadi sambil bercanda mengisahkan perjuangannya menghasilkan panen bawang layak jual ini.
Sebenarnya hasil yang pertama ini masih dikategorikan rugi, karena masih dipotong biaya atau upah pemanen dan upah yang turut membersihkan bawang miliknya. Tetapi ia mengaku bersyukur karena menunjukkan hasil yang bagus.
Idealnya, kata Sukadi, setengah hektare tanamannya itu menghasilkan 10 ton. Tetapi melalui tanam perdana yang telah menghasilkan bawang merah berkualitas ini, sedikit banyak ia sudah mempelajari karakter musim dan kondisi tanaman sehingga kelak tanaman selajutnya akan lebih diperhitungkan.
Yang menjadi keluhannya sejauh ini adalah kurangnya air, karena seperti yang ia sampaikan bahwa bawang merah setiap malam membutuhkan siraman yang mencukupi.
Selain air, embun malam juga kurang. Disinggung soal pemasaran, Sukadi hanya tersenyum dan seolah hasil panennya pasti terjual.
”Kalau menjualnya gampang, sudah banyak yang minta, kita bawa saja ke pasar langsung diambil orang. Apalagi bawang model ini bagus sekali, warnanya merah sekali dan besar-besar,” kata Sukadi.
Setelah panen perdana ini, Sukadi terpacu akan menanam kembali dengan luasan lebih dari sebelumnya.
Dengan harapan tanaman bawang merah akan mampu mengubah nasib dirinya menjadi lebih baik lagi dan bisa berkembang ke masyarakat lain bahkan harapan besarnya bisa menyuplai ke daerah lain sehingga tidak lagi ketergantungan dari pulau Jawa.
Pada kesempatan ini, dia mengaku sangat berterimakasih kepada pemerintah yang telah mendukung usahanya. (***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bulog Naikkan Harga, Nilai Tukar Petani Membaik
Redaktur & Reporter : Soetomo