Dari Desa Kalipucung, Sanankulon, Blitar, Jatim, Yanuar Dwi Priasmoro menjadi pemain paling gemilang di ajang liga basket tertinggi di tanah air, Flexi NBL Indonesia 2011-2012. Penggawa klub Bimasakti Malang itu terpilih sebagai pemain terbaik alias most valuable player (MVP).
AINUR ROHMAN-DIDIK HARIANTO
YANUAR tampak gugup dan tegang saat konferensi pers pengumuman MVP Flexi NBL Indonesia 2011-2012 di diler resmi Sumber Baru GM Chevrolet Jogjakarta pada Jumat (20/4). Tangannya dingin. Tidak banyak jawaban keluar dari mulutnya meski dicecar pertanyaan wartawan. Menjadi sorotan seperti itu memang tidak pernah terlintas di benak Yanuar.
"Sebelumnya nggak pernah gini-ginian. Tidak pernah membayangkan juga. Apalagi menjadi MVP, saya tidak pernah menyangka," ungkap pemain 23 tahun itu.
Ya, terpilihnya Yanuar memang mengejutkan. Dia berhasil menyingkirkan nama-nama besar dalam belantika basket nasional. Belum lagi keberadaan klubnya, Bimasakti, yang bukan tim papan atas di pentas NBL Indonesia.
Meski begitu, statistik penampilan Yanuar luar biasa. Dia mendominasi tiga kategori: top scorer (17,83 poin per game), free throw (72,96 persen), dan field goal (43,33 persen).
Saat kali pertama datang di Bimasakti, Yanuar adalah pemain biasa-biasa saja. Meski bakat besarnya sudah tampak, dia terlihat masih takut bermain. Dia juga sering melakukan kesalahan fundamental. Dengan kerja keras, Yanuar langsung melesat, menjadi pemain paling menonjol di Bimasakti.
Pelatih Bimasakti Eddy Santoso adalah orang yang paling berjasa menjadikan Yanuar sebagai pemain hebat seperti sekarang. Dalam setiap latihan, Eddy tidak segan menekan Yanuar, memberikan pressure mental dengan memarahi dia habis-habisan kalau melakukan kesalahan.
"Sebagai orang yang ikut membentuk Yanuar, saya bangga dia menjadi MVP. Memang, improve-nya luar biasa. Ini bisa menjadi inspirasi bahwa pemain dari tim kecil sekalipun, kalau dia mau, bisa mendapatkan prestasi tertinggi," terang Eddy.
Selain Eddy, sukses Yanuar tak terlepas dari sentuhan Sin Kim Lai, pemain basket nasional era 1970-an. Kim Lai adalah pemilik klub basket Pelangi Blitar. Di sanalah Yanuar mulai mengenal basket. "Saya mana tahu basket kalau tidak masuk klub Pelangi. Saya ini orang kampung," ucapnya.
Pemain bertinggi 190 sentimeter itu masuk klub Pelangi pada 2004. Saat itu dia kelas VIII SMPN 9 Blitar. Awalnya, Yanuar aktif bermain sepak bola. Posisinya adalah penyerang alias striker. Namun, guru olahraganya waktu itu, Nur Hidayat, menyarankan Yanuar berpindah ke basket karena tubuhnya yang menjulang. Yanuar setuju dan berlatih di klub Pelangi.
Kim Lai kepincut dengan bakat besar Yanuar. Dia lantas mendatangi Asmoro, ayah Yanuar, untuk meminta anaknya bermain serius di Pelangi. "Ayah senang-senang saja karena memang saya ini dulu nakal. Basket menjadi sarana penyaluran yang pas," jelasnya.
Pada 2008, Bimasakti mengadakan uji coba dengan Pelangi. Pelatih Bimasakti waktu itu, Lie Shui Zhou, kesengsem dengan bakat Yanuar. Manajemen Bimasakti langsung mengontrak Yanuar bersama tiga temannya yang lain. Yakni, Bima Rizky Ardiansyah, Legal Mahadhika, dan Andhika Pria Saputra.
Yanuar duduk di kelas XI SMAK Diponegoro Blitar saat itu. Bersama Yanuar, Bima saat ini menjadi pemain penting di Bimasakti. Sedangkan Legal dan Andhika memutuskan berhenti bermain basket.
Yanuar menegaskan, suksesnya itu tidak terlepas dari dukungan rekan setimnya. Terutama kapten tim Denny Satrika. Tanpa assist Denny, Yanuar tidak mungkin menjadi top scorer sekaligus MVP.
Dengan gelar MVP, Yanuar sangat mungkin menjadi buruan tim-tim besar. Padahal, kontraknya di Bimasakti berlangsung hingga 2014. Apa rencana Yanuar" "Biarkan manajemen yang mengatur. Soal masa depan, siapa yang tahu," katanya.
Sukses Yanuar membuat keluarganya bangga. "Kami sangat senang. Kaget. Tidak menyangka Yanu (panggilan Yanuar) bisa seperti itu," kata Asmoro, ayah Yanuar, kepada Radar Malang (Jawa Pos Group) yang menemui di Desa Kalipucung, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar (21/4).
Asmoro mengatakan, berita terpilihnya Yanuar sebagai MVP membuat ponselnya hampir tidak pernah berhenti berdering. Sejumlah saudaranya dari Wonogiri maupun Jakarta memberi dia ucapan selamat.
"Alhamdulillah, berkat doa saudara juga tentunya. Katanya, mereka habis baca Jawa Pos dan ada berita Yanu," kata pria 52 tahun yang menjadi staf di perdata dan tata usaha negara (datun) Kejaksaan Negeri Blitar itu.
Asmoro mengungkapkan, bakat Yanu sudah terlihat saat kelas VIII. Dia menjadi langganan tim inti basket di sekolahnya. Menjelang kejurnas di Jakarta pada 2006, Yanu belum memiliki sepatu yang layak dikenakan untuk bertanding. Dia pun meminta sepatu baru. Repotnya, di Blitar toko olahraga belum begitu lengkap. Asmoro mengajak Yanu ke Surabaya untuk membeli sepatu. Harganya Rp 700 ribu.
"Tanpa Yanu tahu, seluruh gaji saya langsung saya gunakan untuk membeli sepatu tersebut. Bukan hanya itu, saya juga meminjam uang di koperasi kantor. Saya harus rela mengalami potong gaji selama beberapa bulan," kenang Asmoro.
Pengorbanan sang ayah tidak sia-sia. Yanu membayar lunas dengan mempersembahkan gelar juara bagi sekolahnya. Lulus SMA, Yanu mendapat beasiswa kuliah penuh di Jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Merdeka Malang. Dia juga mendapat uang saku dari Bimasakti.
"Yanu pernah curhat kepada saya. Intinya, dia jenuh karena selalu dimarahi pelatih Bimasakti (Eddy Santoso). Yanu juga sempat memiliki rencana keluar dari Bimasakti. Namun, saya terus memotivasinya," ucap Asmoro.
Sejak menjadi penggawa Bimasakti, nama Yanuar makin terkenal di kampung halamannya. Sebagai pemain basket profesional dan mahasiswa, dia jarang pulang. Biasanya sebulan sekali. Beruntung, Flexi NBL Indonesia tayang di TV sehingga aksi Yanuar sering muncul.
"Tetangga sudah mulai mengerti. Ya sudah seperti artis desa sini. Bapaknya juga sering disapa tetangga, menanyakan Yanu," kata Sundiyah, 48, ibu Yanuar.
Sebagai orang tua, Asmoro dan Sundiyah menyerahkan sepenuhnya keinginan Yanuar untuk berkarir di basket. Mereka akan mendukung.
"Yanu pernah bilang dia ingin menjadi bagian pemain timnas basket Indonesia. Setelah tidak lagi bermain basket, dia ingin menjadi pelatih basket," tuturnya. "Yanu juga pernah bilang ingin menjadi wartawan olahraga," tambah Asmoro.
Yanuar adalah anak kedua di antara tiga bersaudara. Kakaknya, Dian Novianti, 25, mengajar di SDN Pakunden, Sanankulon. Adiknya, Muhammad Firdaus Ega Triasmoro, 7, duduk di bangku TK.
"Untuk hadiah mobil, biar nanti dipakai sendiri oleh Yanu. Toh itu juga hasil kerja kerasnya. Biar Yanu merasakan hasil keringatnya selama ini," ujar Asmoro. (*/c4/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SMAN 2 Soposurung, Sekolah Unggulan di Balik Gunung Balige
Redaktur : Tim Redaksi