Yasonna Disebut Sosok Biasa, Siti Nurbaya Diragukan Kompetensinya

Senin, 27 Oktober 2014 – 07:12 WIB
Menkumham Yasonna H Laoly. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Sejumlah apresiasi dan kritikan bermunculan pascapengumuman nama-nama anggota Kabinet Kerja, Minggu (26/10).

Salah satunya dari Yunus Husein, mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Dia mengapresiasi sejumlah kabinet diisi professional yang sesuai bidangnya.
    
Namun mantan Staf Ahli Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) itu juga mengkritisi masih masuknya sebagian politisi yang kompetensinya diragukan dalam kabinet kerja Jokowi-JK.

BACA JUGA: KPK Telisik Peran Zulkifli Hasan di Kasus Gubernur Riau

Dia mencontohkan sosok Yasonna Hamonangan Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) yang berasal dari PDIP.
      
"Saya kenal beliau waktu masih duduk di komisi III DPR. Beliau datar saja dan kemungkinan semangat revolusi mental kurang kuat," ujar Yunus pada Jawa Pos. Dia khawatir sosok Yasonna dari partai politik juga kurang bisa independen.
      
Kalau melihat secara akademisnya, Yunus menyebut sosok Yasonna baik. Namun, dia memiliki kekhawatiran adanya pengaruh partai yang membuat Yasonna berubah.
    
Munculnya nama Yasonna sebagai Menkumham memang termasuk kejutan. Sebelumnya sosok yang digadang-gadang sebagai Menkumham ialah Saldi Isra yang selama ini memang dikenal sebagai akademisi sekaligus penggiat anti korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) pun sempat mengapresiasi munculnya nama Saldi Isra.
    
Ketua Pusat Kajian Anti Pencucian Uang (PUKAU) itu juga mengkritisi dipilihnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

"Agak meragukan kompetensinya dan sukses story dibidang LH dan Kehutanan," ujar Yunus. Dia juga mengkritisi tetap masuknya nama Puan Maharani dalam jajaran kabinet.

BACA JUGA: Kocok Ulang Kabinet di saat Terakhir

"Lihat saja saat diwawancara televisi jawabannya meragukan dan tidak jelas konsepnya dalam hal pembangunan manusia dan budaya," jelasnya.
    
Terpisah, Jubir KPK Johan Budi S.P berharap sosok Yasonna mampu menerjemahkan permintaan Presiden Jokowi terkait penguatan pemberantasan korupsi. Deputi Pencegahan KPK itu kembali mengingatkan janji presiden saat kampanye yang menyebut bakal memperkuat lembaga antirasuah. "Jangan sampai berlawanan dengan apa yang presiden canangkan," jelasnya.
    
MenkumHAM saat ini memiliki latar belakang yang sama dengan sebelumnya, Amir Syamsuddin. Sama-sama berasal dari partai politik. Johan tidak mau menjawab apakah faktor latar belakang membuat dukungan kepada KPK menjadi minim.

Dia yakin, menteri sebagai aparatnya presiden tidak akan membuat kebijakan-kebijakan yang justru memperlemah upaya pemberantasan korupsi.
    
Lebih lanjut dia menjelaskan, ada tiga agenda yang perlu diperhatikan oleh MenkumHAM. Pertama, soal RUU KUHP dan KUHAP yang dinilai melemahkan KPK serta pemberantasan korupsi. Lantas, rencana DPR untuk merevisi undang-undang KPK. "Terakhir, terkait kebijakan pemberian remisi dan pembebasan bersayarat," jelasnya.
    
Soal remisi kembali menghangat dalam detik-detik terakhir masa jabatan Amir Syamsuddin. Sebab, ada berbagai koruptor yang mendapat remisi, atau pembebasan bersyarat secara kontroversial.
      
Sementara itu Ombudsman RI memberikan lima pesan untuk Kabinet Kerja Jokowi-JK. "Yang pertama dan paling penting kabinet ini harus berusaha keras mengubah birokrasi dilayani menjadi birokrasi melayani," ujar Wakil Ketua Ombudsman Budi Santoso. Menurut dia, perubahan paradigma itu harus sampai kebawah seperti yang selama ini dicontohkan Jokowi saat masih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
    
Selain itu seluruh menteri Jokowi juga harus patuh dan terikat melaksanakan perintah UU 25 / 2009 tentang Pelayanan Publik. Jika hal itu tidak dilakukan maka praktek-pratek mal administrasi yang kerap terjadi di instansi di bawah kementerian seperti selama ini.
    
Ombudsman melihat Menteri Koordinator Kementerian juga harus bisa menjalankan fungsi dengan baik. "Koordinasi antara kementerian harus menjadi prioritas. Dengan begitu implikasinya hal-hal yang bersifat ego sektoral harus ditiadakan," ungkap Budi.
    
Melalui menteri-menterinya, Jokowi juga diharapkan bisa memprioritaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pelayanan publik dasar seperti pendidikan, kesehatan dan administrasi kependudukan. Selama ini pos-pos itulah yang kerap terjadi mal administrasi dan berujung pada laporan di Ombudsman baik di daerah maupun pusat. (gun/dim/bay)

BACA JUGA: Jadi Menhub, Jonan: Siap Tidak Siap, Harus Siap

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Berpesan Jangan Sampai Aset BUMN Dikuasai Asing


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler