jpnn.com, BALI - Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau, dan mitra menggelar sesi panel bertema Restorasi dan Perlindungan Ekologis Mangrove berbasis Masyarakat pada Selasa (21/5) di Paviliun Nature Hub, untuk menyemarakkan World Water Forum (WWF) ke-10.
Diskusi ini menekankan restorasi mangrove bermanfaat tidak hanya untuk pelestarian lingkungan termasuk sumber air tetapi juga penghidupan masyarakat.
BACA JUGA: Siap-siap! TASPEN Bakal Salurkan Gaji Ke-13, Catat Tanggalnya
Manfaat restorasi mangrove sudah dirasakan oleh masyarakat di wilayah Berau, yang memiliki ekosistem mangrove terbesar di Kalimantan Timur dengan luasan lebih dari 55 ribu hektar.
Semula ekosistem mangrove di Berau terus mengalami tekanan akibat alih fungsi menjadi budidaya perikanan dan pemukiman.
BACA JUGA: Hadir di World Water Forum ke-10, Presiden Jokowi Ajak Dunia Wujudkan Tata Kelola Air Berkelanjutan
Padahal mangrove merupakan ekosistem vital untuk menjaga abrasi dan erosi, tempat hidup berbagai biodiversitas, dan juga sebagai filter air alami.
Mangrove menyaring polutan sehingga meningkatkan kualitas air yang mengalir dari sungai ke muara dan lingkungan laut.
BACA JUGA: Altcoin Buka Peluang Investasi yang Lebih Beragam Bagi Para Investor
Pemkab Berau telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi wilayah mangrove, antara lain melalui Peraturan Daerah No. 5 tahun 2020 tentang Pengelolaan ekosistem mangrove di APL yang kemudian, dengan dukungan berbagai pihak termasuk YKAN.
Hal tersebut ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Bupati Berau No. 484 tahun 2022 tentang Penunjukan Tim Pengelola Mangrove Kampung Teluk Semanting Sebagai Pengelola Ekowisata Mangrove Berkelanjutan Berbasis Masyarakat.
"Pengelolaan Ekowisata ini memacu semangat warga untuk terus melestarikan mangrove. Masyarakat juga banyak terlibat dan mendatangkan tambahan penghasilkan bagi masyarakat, termasuk kelompok ibu-ibu” ujar Tenteram Rahayu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Kabupaten Berau.
YKAN merancang dan mendorong Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA), sebuah platform multipihak untuk mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove di Indonesia secara berkelanjutan.
“Pelestarian mangrove ini memang sejalan dengan fokus kami selaku pihak swasta untuk dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan terutama bagi masyarakat,” kata Jemmy Chayadi, Direktur Strategi dan Pembangunan Berkelanjutan Djarum Foundation.
Sejak 2018, MERA telah dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, Riau, dan Sumatera Selatan. Hasnur Rasid, anggota Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Teluk Pambang, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, turut berbagi.
Sejak 2020, YKAN bersama mitra menginisiasi program Shrimp-Carbon Aquaculture atau SECURE untuk menggabungkan budidaya tambak udang tradisional dengan restorasi mangrove yang berkelanjutan di kedua kabupaten tersebut.
Dengan SECURE, tambak yang ada dibagi menjadi 2 bagian di mana 80% area dijadikan sebagai area restorasi mangrove dan 20% sisanya sebagai area budidaya.
“Pendekatan SECURE ini salah satu contoh win-win solution agar mangrove tetap lestari, tanpa mengganggu mata pencaharian petambak. Bahkan dengan adanya mangrove, dapat mendukung praktek budidaya sebagai pakan alami ikan, menyaring air, hingga mengurangi emisi karbon,” jelas Mariski Nirwan, Manajer Senior Ketahanan Pesisir YKAN.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada