JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyarankan pemerintah kembali pada kebijakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Rp 6.000 dibanding opsi BBM harga ganda. Menurut Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dengan harga itu pemerintah bisa mengukur daya beli masyarakat. Dibanding dengan opsi harga ganda yang justru akan menyulitkan masyarakat dalam pembeliannya.
"Itu orang ekonomi yang punya hitungan konkrit. Tapi paling tidak kita pernah mencapai harga Rp. 6.000, nah kalau itu dikembalikan saja ke harga 6. 000, saya kira daya beli kita sudah bisa diukur, apalagi katanya pertumbuhan ekonomi kita membaik, artinya kan daya beli masyarakat membaik," ujar Tulus di Jakarta Pusat, Sabtu (27/4).
Menurutnya, pemerintah sebaiknya menghentikan wacana dua harga. Mempersempit disparitas harga dengan harga tunggal yang rasional, kata dia, akan lebih mudah implementasinya di lapangan.
Tulus menyatakan jika pemerintah punya nyali politik, sebaiknya diambil langkah harga tunggal BBM bersubsidi.
Selama ini, kata dia, kan kebijakan BBM selalu kental dengan politis. Formulasi-formulasi dampak sosial ekonomi terhadap kenaikan BBM sudah jelas pada ekonomi makro, tetapi kemudian tidak jelas karena menggunakan pendekatan politik. Oleh karena itu, kini ia mengingatkan pemerintah serius memperhatikan dampak jika ada perbedaan harga BBM.
"Justru yang harus dilakukan pemerintah adalah memperkecil disparitas harga. Selama ini terjadi penyalahgunaan di berbagai daerah perbatasan karena ada disparitas harga. Itu akan menjadi bom waktu yang sangat mengerikan kalau pemerintah jadi menerapkan dua harga," tegas Tulus.
Ia juga mempertanyakan bagaimana pemerintah memperbaiki transportasi publik setelah menaikkan harga BBM dari Rp. 4500 menjadi harga tertentu.
Hal tersebut, tuturnya, juga harus dipertanggungjawabkan.
Kekhawatiran lain YLKI, kata dia, adanya perbedaan kuota antara BBM Rp 4.500 dan Rp.6.500. Jika kuota BBM Rp. 6.500 lebih banyak jumlahnya dari Rp. 4.500 itu akan menimbulkan masalah.
"Penerapan harga ganda menjadikan kuota BBM harus diatur ulang. Pemerintah dan pertamina tidak secara jujur dan transparan menjelaskan kepada masyarakat berapa sebenarnya kuota BBM di masing-masing daerah. Kalau begini bisa ada penyalahgunaan," tandas Tulus. (flo/jpnn)
"Itu orang ekonomi yang punya hitungan konkrit. Tapi paling tidak kita pernah mencapai harga Rp. 6.000, nah kalau itu dikembalikan saja ke harga 6. 000, saya kira daya beli kita sudah bisa diukur, apalagi katanya pertumbuhan ekonomi kita membaik, artinya kan daya beli masyarakat membaik," ujar Tulus di Jakarta Pusat, Sabtu (27/4).
Menurutnya, pemerintah sebaiknya menghentikan wacana dua harga. Mempersempit disparitas harga dengan harga tunggal yang rasional, kata dia, akan lebih mudah implementasinya di lapangan.
Tulus menyatakan jika pemerintah punya nyali politik, sebaiknya diambil langkah harga tunggal BBM bersubsidi.
Selama ini, kata dia, kan kebijakan BBM selalu kental dengan politis. Formulasi-formulasi dampak sosial ekonomi terhadap kenaikan BBM sudah jelas pada ekonomi makro, tetapi kemudian tidak jelas karena menggunakan pendekatan politik. Oleh karena itu, kini ia mengingatkan pemerintah serius memperhatikan dampak jika ada perbedaan harga BBM.
"Justru yang harus dilakukan pemerintah adalah memperkecil disparitas harga. Selama ini terjadi penyalahgunaan di berbagai daerah perbatasan karena ada disparitas harga. Itu akan menjadi bom waktu yang sangat mengerikan kalau pemerintah jadi menerapkan dua harga," tegas Tulus.
Ia juga mempertanyakan bagaimana pemerintah memperbaiki transportasi publik setelah menaikkan harga BBM dari Rp. 4500 menjadi harga tertentu.
Hal tersebut, tuturnya, juga harus dipertanggungjawabkan.
Kekhawatiran lain YLKI, kata dia, adanya perbedaan kuota antara BBM Rp 4.500 dan Rp.6.500. Jika kuota BBM Rp. 6.500 lebih banyak jumlahnya dari Rp. 4.500 itu akan menimbulkan masalah.
"Penerapan harga ganda menjadikan kuota BBM harus diatur ulang. Pemerintah dan pertamina tidak secara jujur dan transparan menjelaskan kepada masyarakat berapa sebenarnya kuota BBM di masing-masing daerah. Kalau begini bisa ada penyalahgunaan," tandas Tulus. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sukamdani Sahid: Wacana Munaslub Kadin Ibarat Demo Jalanan
Redaktur : Tim Redaksi