Yogyakarta Terasa Dingin, Ini Penjelasan BMKG

Sabtu, 01 Agustus 2020 – 09:39 WIB
Tugu Yogyakarta merupakan salah satu ikon Yogyakarta. Foto: Antara

jpnn.com, YOGYAKARTA - Suhu udara di Daerah Istimewa Yogyakarta selama beberapa hari terakhir mencapai titik terendah 17 derajat Celsius.

"Dalam dua sampai tiga hari ini, suhu minimum di malam hingga pagi hari mencapai 17-19 derajat Celsius atau cukup dingin," kata Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Etik Setyaningrum, Sabtu (1/8).

BACA JUGA: Gempa Hari Ini di Yogyakarta, Getaran Hingga Pacitan

Etik menjelaskan suhu dingin dan kering yang dirasakan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat ini merupakan dampak dari intrusi atau bertiupnya angin yang berasal dari Australia atau monsoon dingin Australia.

"Intrusi angin dingin yang berasal dari Australia ini berdampak pada temperatur yang terasa dingin terutama di wilayah bagian selatan Indonesia termasuk Yogyakarta," kata dia.

BACA JUGA: ASN Korban Pencurian Pecah Kaca: 30 Menit Makan Sate, Uang Ribuan Dolar Raib

Intrusi angin dingin Australia ini, kata dia, di samping sifatnya dingin juga bersifat kering dengan kandungan uap air yang sangat rendah sehingga pertumbuhan awan saat ini juga sangat kecil terjadi.

Dengan kurangnya tutupan atau pembentukan awan, lanjut Etik, kemudian berdampak pula pada radiasi balik bumi ke atmosfer dengan cepat keluar dari bumi akibatnya temperatur di bumi menjadi cepat dingin.

Menurut Etik, tempetur dingin ini mengindikasikan pula bahwa wilayah DIY akan memasuki puncak musim kemarau.

"Temperatur dingin dan kering ini masih berpotensi muncul hingga puncak musim kemarau berlangsung," kata dia.

Puncak musim kemarau di DIY, kata dia, diperkirakan akan terjadi pada Agustus 2020.

Ia mengimbau masyarakat tetap menjaga kesehatan, menghindari keluar malam bila tidak perlu, menggunakan jaket saat sedang bepergian, menggunakan masker, banyak minum air, serta makan makanan bergizi untuk meningkatkan imunitas tubuh.

"Masyarakat juga kami harapkan mulai berhemat air, jangan membakar sampah sembarangan untuk menghindari kebakaran. Petani agar menjaga pola dan jenis tanaman yang sesuai dengan iklim kemarau untuk menghindari gagal panen," kata Etik. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler