Yuk Berkunjung ke Kampung Bangsawan Kesultanan Islam Pertama di Jawa

Senin, 06 Juni 2016 – 09:20 WIB
FOTO: JAWA POS GROUP

jpnn.com - Masa kejayaan Kesultanan Demak selalu identik dengan Masjid Agung Demak (MAD). Memang, di sekitar masjid masih mudah ditemui tetenger yang mengingatkan akan kebesaran kerajaan Islam pertama di Jawa itu. 

---

BACA JUGA: Tips Atur Keuangan selama Ramadan

KEHIDUPAN di jalan Kauman II, Bintoro, Demak, pagi itu begitu normal. Semua berlangsung tanpa cela. Bahkan dimeriahkan lantunan ayat suci Alquran yang dilantunkan seorang perempuan terdengar nyaring diantar pengeras suara dari kejauhan. 

Suara itu ternyata bersumber dari salah satu tempat yang masih berada di Jalan Kauman II. Bangunan sederhana yang berada di halaman Makam Sentong Ratu. Di dalam ruangan bercat putih berukuran 5 x 8 meter tersebut, tampak empat perempuan khidmat membaca Alquran. 

BACA JUGA: Intinya, Harga Bahan Pokok Sudah Naik

Makam Sentong Ratu salah satu tempat sakral di Jalan Kauman II, Bintoro. Di dalamnya terkubur jasad perempuan hebat yang memiliki andil besar terhadap laju sejarah Kabupaten Demak. 

Dia adalah Ratu Ayu Kasmoyo atau Mbah Ratu. Perempuan yang juga dikenal dengan sebutan Nyai Lembah tersebut merupakan adik satu ayah beda ibu dari Raden Patah, pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Demak. 

BACA JUGA: Ah, Sulit Rasanya Wujudkan Keinginan Pak Jokowi

Nyai Lembah-lah orang pertama yang ditemui dan dimintai petuah oleh Raden Patah sebelum merintis daerah yang di kemudian hari menjadi Kerajaan Demak. 

Awalnya Demak merupakan kadipaten di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Sebelum berstatus kadipaten, wilayah itu dikenal dengan sebutan Glagah Wangi. Nah, di Glagah Wangi itulah terdapat tokoh perempuan yang bernama Nyai Lembah atau Siti Aminah. Atas saran Nyai Lembah, Raden Patah bermukim di Desa Glagah Wangi yang selanjutnya berganti nama menjadi Bintoro Demak. 

"Tak heran jika Nyai Lembah ini dikenal sebagai peletak pertama cikal bakal lahirnya Kerajaan Demak," ujar Imaduddin, kepala Museum MAD, saat ditemui Jawa Pos di salah satu musala yang berjarak sekitar 10 meter dari Makam Sentong Ratu Kamis lalu (2/6).

Ada banyak cara spesial yang dilakukan masyarakat Kauman II, Bintoro, untuk menghormati jasa Nyai Lembah. Salah satunya yang dilakukan empat perempuan itu. Perempuan-perempuan tersebut merupakan orang terpilih. 

Mereka adalah hafizah -sebutan bagi penghafal Alquran perempuan- yang bacaannya tidak perlu diragukan lagi. Mereka dipilih untuk mengantar doa suci bagi Nyai Lembah dari bumi agar bisa menembus langit ketujuh. "Sekarang nyadran berjamaah sekali dalam setahun," ucap Imaduddin.

Nyadran atau ruwahan memang tradisi yang biasa dilakukan masyarakat Jawa menjelang Ramadan. Namun, yang membuat nyadran khusus Nyai Lembah teramat istimewa adalah dilakukan para hafizah.

Dari perkenalan dengan para hafizah, koran ini mengetahui nama-nama mereka. Yaitu Muthoharoh, Masruroh Rahman, Nailatul Muna Ulum, dan Sholihatus Sofiah Faizin.

Bagi Muthoharoh, nyadran untuk Nyai Lembah merupakan kesempatan mulia yang tidak bisa dilakukan sembarang orang. Banyak warga Kauman II yang ingin melakukan kegiatan serupa, tapi tidak percaya diri dengan bacaan Alquran mereka. Karena itu, empat tahun ikut nyadran adalah momen yang mesti disyukurinya. 

Harus terus berlanjut di tahun-tahu berikutnya. Dia pun bertekad terus mengasah kemampuan tentang ilmu Alquran agar bacaan yang dilantunkan semakin mengandung kekuatan ajaib. "Lagi pula, hati juga tentrem bisa kirim doa untuk Nyai (Lembah)," ungkap perempuan berkacamata itu sembari tersipu.

Peran Nyai Lembah memang telah tercatat rapi dalam sejarah Kerajaan dan Kabupaten Demak. Lebih khusus lagi di Jalan Kauman II. Sahih. Tidak ada argumen yang sanggup membantahnya. Meski begitu, tugas generasi setelahnya tidak boleh berhenti hanya dengan membaca dan mengagumi peristiwa yang menyejarah. (fai/c9/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Momentum Pererat Persaudaraan Indonesia-Palestina


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler