Yusril Ihza Mahendra: Seperti Apa Koordinasi Itu, Tidak Begitu Jelas

Senin, 06 April 2020 – 07:54 WIB
Yusril Ihza Mahendra mengulas Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB. Ilustrasi Foto: Ricardo/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 masih menyisakan celah.

"PSBB tidak bersifat birokrasi semata, tetapi juga berisi pedoman untuk melaksanakan PSBB," ucap Yusril melalui keterangannya di Jakarta, Minggu (5/4).

BACA JUGA: AS Memasuki Pekan Mengerikan, Mayat-mayat Korban Corona Ditumpuk dalam Kantong Oranye

Ketua Umum Partai Bulan Bintang menjelaskan hal yang terkait birokrasi, yakni mengenai tata cara permohonan penetapan dan pengakhiran PSBB.

Hal lainnya mengatur lebih rinci pelaksanaan PSBB yang sangat singkat diatur dalam UU maupun dalam PP.

BACA JUGA: Mendikbud Nadiem Makarim: Wabah COVID-19 Memaksa Guru Harus Kreatif

Menurut dia, yang sulit diatur dalam Permenkes tersebut adalah aturan-aturan untuk menegakkan disiplin masyarakat dalam melaksanakan PSBB, terutama pengenaan sanksinya.

Ia mengatakan bahwa sanksi hanya dapat diatur dalam UU, sementara UU Karantina Kesehatan sama sekali tidak mengatur sanksi bagi mereka yang melanggar PSBB.

BACA JUGA: Politikus PSI Membagikan Nasi Kotak ke Warga, Lain Kali Pakai Masker ya, Pak

Dalam Permenkes diatur tentang keharusan daerah bekerja sama dengan aparat keamanan dalam hal ini polisi.

"Akan tetapi, apa yang menjadi kewenangan polisi juga tidak ada diatur dalam UU, kecuali diberlakukan karantina wilayah. Sekarang ini Kapolri sudah keluarkan maklumat tetapi maklumat itu sejatinya adalah sebuah “pengumuman" tentang sesuatu, bukan berisi norma hukum yang mengatur kewenangan, hak, kewajiban, dan seterusnya," ujar dia.

Yusril juga menyoroti istilah dalam Permenkes terkait dengan daerah "berkoordinasi" dengan aparat keamanan.

"Seperti apa koordinasi itu, tidak begitu jelas. Permenkes memang tidak bisa mengatur detail tentang koordinasi seperti ini. Seharusnya, lebih detil diatur dalam PP yang bisa mengatur lintas sektoral," ungkapnya.

Soal sanksi, lanjut dia, Permenkes memang tidak bisa disalahkan.

Ia menyatakan bahwa sanksi pidana pelanggarnya dipenjara 1 tahun atau dikurung 3 bulan atau didenda Rp1 miliar hanya bisa diatur dalam UU.

"PP saja tidak bisa mengatur, apalagi permen. Celakanya, UU Karantina Kesehatan tidak mengatur masalah ini. Itu sebabnya sejak lebih sebulan yang lalu saya katakan sebaiknya Presiden terbitkan perppu yang komprehensif untuk menghadapi COVID-19," kata Yusri.

Alasannya, ucap dia, UU Kesehatan, UU Wabah Penyakit, dan UU Karantina Kesehatan sangat tidak memadai untuk menghadapi wabah COVID-19 tersebut.

"Akan tetapi, Pemerintah tidak mau terbitkan perppu. Nah, akhirnya peraturan apa pun yang dibuat dengan mengacu pada tiga UU di atas, semuanya serbatanggung. Dengan demikian, Permenkes masih menyisakan celah bagi mereka untuk melanggar PSBB karena tidak ada sanksi yang mengatur," ujar Yusril. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler