jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) memprediksi panen hasil pertanian sangat melimpah pada 2025.
Karena itu, dia mengaku kebingungannya mencari tempat penampungan hasil panen pertanian.
BACA JUGA: Dukung Swasembada Pangan, Penyuluh Pertanian Tingkatkan Produktivitas
"Justru sekarang kita lagi bingung ini. Karena kapasitas industri pabrik kita itu enggak akan cukup menampung hasil produksi kita tahun ini. Oleh karena itu kita larang impornya," kata dia dikutip, Kamis (22/1).
Pria yang disapa Zulhas menjelaskan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi padi diperkirakan akan naik hingga 50 persen pada Januari, Februari, dan Maret.
BACA JUGA: Kementan Dorong Smart Farming untuk Memajukan Pertanian Modern dan Berkelanjutan
Begitu juga dengan produksi jagung yang mengalami lonjakan luar biasa.
Zulhas mengatakan produksi jagung diperkirakan mencapai 20 juta ton, sementara kebutuhan domestik hanya sekitar 11 juta ton.
Hal ini menurut Zulhas menyebabkan pemerintah mengambil langkah tegas untuk melarang impor jagung, beras, dan produk pertanian lainnya, demi menjaga keseimbangan pasar dalam negeri.
Zulhas menambahkan bahwa pemerintah kini sedang bekerja keras bersama Kementerian Pertanian dan Bulog, untuk membeli hasil panen petani, agar tidak terjadi penurunan harga yang merugikan mereka.
"Kalau enggak dibeli, harganya hancur, mereka nggak mau nampung lagi. Maka itu ke depan akan problem lagi kita," ujarnya.
Untuk itu, pemerintah telah menetapkan harga pembelian gabah di tingkat petani sebesar Rp 6.500 per kilogram dan jagung Rp 5.500 per kilogram.
"Kami sedang mengoordinasikan seluruh stakeholder untuk mendukung Bulog dalam menampung hasil panen ini,"bebernya.
Zulhas juga menuturkan selain untuk kebutuhan pangan, hasil jagung ini juga akan digunakan untuk berbagai industri lain, seperti pakan ternak dan produk olahan lainnya.
Meski demikian, dia menegaskan bahwa industri pengolahan dalam negeri masih terbatas dalam menampung produksi yang lebih besar dari kebutuhan.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul