Sekelompok perempuan ekspatriat dan lokal di Jakarta mencoba memberdayakan ibu rumah tangga yang kurang beruntung di lingkungan mereka. Kemandirian ekonomi adalah tujuannya. Bagi warga asing sendiri, upaya ini adalah pembelajaran budaya bagi mereka.

Sore itu, Nurlaela sibuk meladeni warga yang antri membeli minuman selendang mayang yang dijualnya. Enam bulan lalu, ia bahkan tak pernah berpikir bahwa keahliannya untuk membuat minuman khas Betawi ini mampu mendatangkan penghasilan.

BACA JUGA: Meski Diserang Buaya dan Sirip Rusak, Penyu Ini Berhasil Kembali ke Habitat Asal

“Sudah lumayan, sudah ada pesenan banyak. Penghasilan hampir 1 juta per bulan,” aku perempuan berjilbab ini.

Ela, begitu Nurlaela akrab disapa, tak sendiri. Puluhan tetangga di RW (Rukun Warga)-nya, kini, juga sibuk menerima pesanan. Salah satu di antara mereka adalah Endang Jumarsih.

BACA JUGA: Anggota ISIS Asal Melbourne Ajak Pengikutnya Serang Australia


Atas: Nurlaela sedang melayani pembeli selendang mayang di acara peluncuran program 'Stand Up Speak Up'. Bawah: Dubes Australia untuk Indonesia, Paul Grigson, mencoba kue olahan ibu-ibu Gandaria Selatan. (Foto: Nurina Savitri)

Berbeda dengan Ela, Endang sibuk memenuhi permintaan tas daur ulang. Ia bersama ke-7 temannya mampu membuat 6 tas dalam 2 minggu.

BACA JUGA: Amati Dampak Kenaikan Permukaan Laut, Peneliti Rela Terjun ke Air Bersuhu -2 C

“Kalau tas bikinnya 2 hari bisa satu tas, kalau memang bahannya ada. Kalau ukuran sedang harganya 250 ribu, yang besar 350 ribu,” terangnya kepada ABC.

Kesibukan Ela dan Endang, dua warga Gandaria Selatan, terjadi setelah mengikuti program ‘Stand Up Speak Up’ di kelurahan mereka.

“Tahunya dari Bu Lurah, waktu itu saya disuru jadi koordinator warga RW sini, saya diminta untuk mencari rumah tangga sasaran terus kemudian terkumpul sekitar 40 orang. Dari situ kami menjalani pelatihan-pelatihan yang difasilitasi Soroptimist,” cerita Ela tentang program ‘Stand Up Speak Up’ yang digagas LSM Soroptimist International bekerjasama dengan tim penggerak PKK DKI Jakarta dan Kelurahan Gandaria Selatan.

Ibu satu anak ini menuturkan, “Kami waktu itu diminta untuk menyampaikan kemauan kami apa. Terus dari keinginan itu terbentuklah 3 kelompok. Ada kelompok jahit, kuliner betawi dan daur ulang. Karena saya asli Betawi dan bisa buat minuman ini, saya pilih kuliner.”


Elke Konieczny (dua dari kiri), bersama rekan-rekannya di Soroptimist Indonesia, mengaku dirinya mereguk manfaat dari program pemberdayaan perempuan lokal di Gandaria Selatan yang didukung organisasinya. (Foto: Nurina Savitri)

Yanti Nisro, Presiden Soroptimist Internatonal Kemang, mengatakan, ‘Stand Up Speak Up’ memang menyasar para perempuan, khususnya ibu rumah tangga, karena mereka memiliki peran vital dalam keluarga.

Menurut penuturannya, Soroptimist mencoba menjangkau perempuan kurang beruntung di Jakarta lewat pemerintah daerah.

“Kami memang tak memberi uang, kami sungguh-sungguh bekerja. Bukan dengan menjadi pelatih, tapi lebih sebagai fasilitator bagi perempuan-perempuan ini,” kemuka Yanti.

Gayung-pun bersambut. Ia dan rekan-rekannya kemudian diperkenalkan dengan Eli Suhaeli, istri Lurah Gandaria Selatan yang memang telah memiliki program pemberdayaan perempuan.

“Kami dapat rekomendasi dari beberapa pihak. Salah satunya dari Pemda dan kemudian direkomendasikan kelurahan ini, karena ini salah satu kelurahan unggulan dan Pak Lurah serta Bu Lurahnya sangat supportive,” ujar Yanti di sela-sela peluncuran ‘Stand Up Speak Up’.

Eli-pun menerangkan, “Jadi begini, saya sedang mencari CSR untuk PKK. Nah kebetulan saya punya program mengurangi angka ketergantungan masyarakat miskin kepada pemerintah, kemudian bertemu dengan Soroptimist.”

Ibu Lurah ini kemudian mengisahkan, para perempuan di Soroptimist telah mendampingi warganya selama 6 bulan terakhir.

“Dari jumlah awal 40 warga, teman-teman di Soroptimist awalnya mencoba menggali potensi mereka. Setelah dikeluarkan potensinya, mereka diminta menuliskan potensi yang dipunyai dan ditanya apa mimpi mereka. Ada yang bermimpi jadi pengusaha, ada yang bermimpi punya toko. Nah, Bu Yanti dan rekan-rekan selalu mendampingi dari awal sampai akhir. Termasuk membantu promosi dan mencarikan network.”

Bagi Eli, misi itu sejalan dengan keinginannya. Karena menurutnya, para perempuan harus maju dan harus optimis. Terlebih, di kelurahan tempat ia tinggal, masih banyak terdapat rumah tangga miskin.


Atas: Endang Jumarsih (berkebaya oranye) di depan stan daur ulang sampahnya pada peluncuran 'Stand Up Speak Up'. Bawah: tas hasil karya Endang dan rekan-rekanya di kelompok daur ulang. (Foto: Nurina Savitri)

Nyatanya, ‘Stand Up Speak Up’ tak hanya memberi pembelajaran bagi para ibu di Gandaria Selatan. Elke Konieczny, anggota Soroptimist International Kemang asal Jerman, mengaku, ada manfaat batin yang ia reguk dari pengalaman ini.

“Sebagai orang asing, anda bisa punya kesempatan untuk mempelajari perbedaan dalam sistem nilai, yang biasanya tak bisa anda dapatkan lewat media atau Koran. Anda belajar banyak apa yang penting buat mereka dan tahu apa yang bisa anda lakukan untuk mereka,” ungkap perempuan yang telah tinggal di Indonesia selama 35 tahun ini.

Australia-pun melirik program ini dan berkomitmen mendukung para ‘Kartini’.

Ketika ditemui di acara peluncuran ‘Stand-Up Speak Up’ di Taman Kenanga, Gandaria Selatan, Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson, mengatakan, pihaknya sangat ingin membantu segala aktivitas yang bisa memberdayakan perempuan dan anak-anak perempuan di negeri ini.

“Kami bekerja erat dengan Soroptimist yang ada di Australia dan berusaha menolong semaksimal mungkin dan terus mendukung kegiatan seperti ini di Indonesia,” sebutnya.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pencegahan Rekrutmen ISIS Tergantung Anak Muda Itu Sendiri

Berita Terkait